Serba-serbi Haji (13): Pertengkaran yang Tak Perlu

HARUSNYA saat ini kita bersama-sama merasa bangga dan bahagia karena pencapaian perolehan medali Sea Games telah melampaui target. Ternyata di pojok sebuah hotel di Mekah ada tiga orang bertengkar karena rokok. Seorang kakek, sepertinya dari desa, berusia sekitar 81 tahun diadili oleh dua pemuda gara-gara si kakek itu merokok. “Haram…haram…haraaam. Hajimu tidak mabrur. Haji mabrur tidak merokok.”

Awalnya kakek itu diam tidak membeli jualan dua pemuda tadi. Namun akhirnya kakek itu mengeluarkan nada suara tertinggi yang dimilikinya: “Sejak kapan rokok menjadi penghalang haji mabrur. Ente jangan ngarang. Rasul tidak pernah bilang gitu. Jaman Rasul tidak ada rokok, apalagi rokok merek seperti ini, mana ada Rasul sebut rokok. Bid’ah kelas berat ente.” Suasana memanas hampir kakek ini dipukul. Bersyukurlah Mat Kelor segera datang membawa tongkat, tepatnya tongkat tongsis.

Mat Kelor melerai dan menasehati agar jangan ramai-ramai di tanah suci. Satu-satunya ramai yang boleh adalah talbiah dan takbir. Dua pemuda ini terus bicara bahaya rokok yang katanya memperpendek umur. Kakek itu menjawab: “Faktanya saya sudah usia 81 tahun lho, merokok mulai usia 9 tahun.” Pemuda itu kaget dengan jawabannya. Lalu pemuda itu mengemukakan data rusaknya paru-paru karena rokok.

Mat Kelor membantu mendamaikan bahwa benar rokok itu mengandung bahaya, tapi minuman energi dan bersoda yang dipegang dua pemuda itu juga berbahaya untuk ginjal dan diabetes. Pemuda itu bilang tak bahaya kalau sedikit. Kakek bersuara lagi bahwa rokok juga tak apa kalau sedikit.

Mat Kelor akhirnya berkata: “Sudahlah. Berhentilah bertengkar bab rokok ini. Malu sesama Indonesia bertengkar. Rokok memang berpotensi membuat badan sakit. Tapi merengut, melotot dan marah itu berpotensi membuat hati sakit. Mana yang lebih bahaya? Tersenyumlah dan akrablah, lalu diskusilah bagaimana cara agar korupsi di negeri kita itu teratasi. Koruptor lebih pantas diharamkan dan dimarahi ketimbang perokok. Kakek ini merokok untuk menenangkan diri karena pajak yang dibayarkannya dikorupsi.”

Kakek itu senang dibela Mat Kelor. Sebungkus rokok diberikan kepada Mat Kelor. Mat Kelor tersenyum dan berkata: “Maaf, saya tidak merokok, kakek. Saya lebih suka daun kelor dan bijinya, mengobati banyak penyakit kronis.” Luar biasa santunnya Mat Kelor.

 

INILAH MOZAIK