Shalat Sunnah Sambil Berbaring, Padahal Mampu Berdiri, Sahkah Shalatnya?

Shalat sunah berbeda dengan shalat wajib dalam pelaksanaannya. Salah satu titik perbedaan dari keduanya, adalah kewajiban untuk berdiri. Jika menunaikan shalat wajib, maka berdiri bagi yang mampu merupakan rukun shalat. Jika, sengaja duduk atau berbaring dalam shalat, padahal ia mampu berdiri, maka shalatnya tidak sah.

Namun dalam shalat sunnah sebaliknya. Tidak ada kewajiban untuk berdiri, sekalipun ia mampu. Itulah titik perbedaan shalat sunnah dan fardu. Di samping itu, shalat sunnah juga bisa dikerjakan dalam keadaan telentang atau berbaring. Sekalipun orang yang shalat itu mampu untuk duduk. Itu keringanan hukum, sekalipus pembeda dengan shalat wajib.

Bolehnya shalat sambil berbaring, diungkapkan oleh Syaikh Zainuddin Al-Malibari dalam kitab Fathul Mu’in.  Shalatnya dianggap sah meskipun tak berdiri atau duduk. Berikut teks pembahasan shalat sunnah dalam keadaan berbaring dalam kitab Fathul Mu’in berikut;

فيجوز له أن يصلي النفل قاعدا ومضطجعا مع القدرة على القيام أو القعود، ويلزم المضطجع القعود للركوع والسجود

Artinya; Shalat sunnah sambil duduk dan berbaring dibolehkan walaupun mampu berdiri dan duduk. Akan tetapi, bagi orang yang berbaring diharuskan duduk ketika rukuk dan sujud.

Menurut Ibnu hajar Al Haitami dalam kitab Tuhfatul Muhtaj fi Syarh al Minhaj, bahwa ketika shalat sunnah dalam keadaan telentang, seyogianya orang shalat tersebut berbaring ke arah kanan. Hal ini lebih ashah (baik). Ibnu Hajar berkata;

وللقادر التنفل ) ولو نحو عيد ( قاعدا ) إجماعا ولكثرة النوافل ( وكذا مضطجعا ) والأفضل كونه على اليمين ( في الأصح)

Artinya; Dan untuk orang yang mampu melaksanakan shalat sunah, seumpamanya shalat Ied, boleh dalam keadaan duduk, ini ijma’ ulama, dan ini bagi kebanyakan shalat-shalat sunnha. Dan demikian juga dalam kedaan berbaring (juga boleh), dan saat shalat berbaring ia lebih baik menghadap kanan, ini lebih utama.

BINCANG SYARIAH