7 Adab Menjaga Lisan yang Sering Dilupakan Seorang Muslim

Sebuah pepatah bahasa Arab menyatakan bahwa keselamatan seseorang bergantung pada cara bagaimana ia menjaga lisannya. Pepatah itu berbunyi:

سَلَامَةُ اْلإِنْسَانِ فِي حِفْظِ اللِّسَانِ

Artinya: “Keselamatan manusia terletak dalam menjaga lisannnya.”

Pepatah itu mengingatkan sedemikian kuat hubungan antara keselamatan seseorang dengan kemampuan menjaga lisannya. Dalam kaitan ini Allamah Sayyid Abdullah bin Alawi al-Haddad dalam kitab beliau berjudul Risâlatul Mu‘âwanah wal Mudhâharah wal Muwâzarah (Dar Al-Hawi, 1994, hal. 83-84) menasihatkan tujuh adab menjaga lisan sebagai berikut:

Pertama, Tidak Terlibat dalam hal yang tidak ada gunanya

(وَإِيَّاكَ) وَاْلخَوْضَ فِيْمَا لَا يَعْنِيْكَ

“Hendaklah Anda tidak melibatkan diri dalam hal-hal yang tidak ada gunanya bagi anda.”

Bergaul adalah baik dan dianjurkan, tetapi dalam pergaulan harus dihindari hal-hal yang tak ada gunanya dan apalagi mendatangkan madharat, seperti ghibah atau menggunjing. Mencampuri urusan orang lain yang jelas-jelas bukan kewenangan kita juga termasuk hal-hal yang semestinya dihindari sebab tidak jarang menimbulkan ketidak senangan dari pihak yang merasa dilangkahi atau dicampuri urusannya.

Kadang-kadang kita menerima curhat dari seseorang. Kita tentu saja boleh memberikan masukan-masukan agar permasalahan yang dihadapi segera terselesaikan. Tetapi kita harus sadar sejauh mana kita boleh memberikan masukan agar tidak terlalu jauh masuk ke wilayah orang lain. Hal seperti ini bisa menimbulkan masalah baru jika ada pihak-pihak yang merasa telah diganggu wilayah kewenangannya.

Kedua, Tidak Sering-Sering Bersumpah Demi Allah

(وَإِيَّاكَ) وإكثَارَ اْلحَلْفِ بِاللهِ وَلَا تَحْلِفْ بِهِ تَعَالَى إِلَّا صَادِقً عِنْدَ اْلحَاجَةِ.

” Jangan sering-sering bersumpah demi Allah, dan jangan bersumpah demi nama-Nya kecuali memang benar-benar mendesak.”

Sering menyebut nama Allah tentu saja baik sebab merupakan dzikir. Tetapi jika penyebutannya merupakan sumpah yang bersifat main-main, hal ini tentu saja tidak baik. Sumpah dengan berucap والله “Demi Allah” dapat dibenarkan jika bersifat sungguh-sungguh. Imam al-Harits al-Muhasibi dalam kitabnya berjudul Risâlah al-Mustarsyidin, halaman 136, mengingatkan kita untuk tidak sering-sering bersumpah sebagaimana kutipan berikut:

وَلَا تُكْثِرِ الْأَيْمَانَ وَإِنْ كُنْتَ صَادِقًا

Artinya, “Dan janganlah sering bersumpah meskipun engkau benar.”

Jadi sekalipun kita jujur dan dalam posisi benar, janganlah kita mengobral sumpah apalagi disertai dengan ucapan والله “Demi Allah”. Namun dalam keadaan genting atau mendesak, seperti dalam proses hukum di pengadilan, bersumpah “Demi Allah” adalah tepat.

Ketiga, Jangan Berbohong

وَاحْذَرْ اْلكَذِبَ بِجَمِيْعِ أَنْوَاعِهِ فَإِنَّهُ مَنَاقِضٌ لِلْإِيْمَانِ

Hindarilah segala macam kebohongan sebab hal itu berlawanan dengan iman.”

Secara umum berbohong adalah dosa kecuali keadaan memaksa demi kemaslahatan bersama yang lebih luas. Artinya sebagian besar kebohongan adalah haram sehingga sebanyak mungkin harus dihindari. Sudah banyak terbukti kebobongan sebetulnya tidak hanya merugikan diri sendiri tetapi juga kepada orang lain yang mempercayainya. Kekacauan bisa timbul akibat kebobongan berupa fitnah yang tersebar dan dipercayai masyarakat. Tidak jarang terjadi kerusuhan dalam masyarakat bermula dari maraknya kabar bohong atau hoaks.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda bahwa kebohongan merupakan salah satu tanda orang munafik sebagaimana hadits berikut:

آيَةُ الْمُنَافِقِ ثَلاَثٌ إِذَا حَدَّثَ كَذَبَ ، وَإِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ ، وَإِذَا اؤْتُمِنَ خَانَ

Artinya, “Pertanda orang munafiq ada tiga: Apabila berbicara bohong, apabila berjanji mengingkari janjinya dan apabila dipercaya berbuat khianat” (HR al-Bukhari).

Keempat, Jangan Suka Menggunjing

وَاْلغِيْبَةَ وَالنَّمِيْمَةَ وَاْلإكْثَارَ مِنَ اْلمُزَاحِ

Jauhkan dirimu dari pergunjingan dan fitnahan serta bercanda secara keterlaluan.”

Menggunjing, memfitnah, dan bercanda yang kelewatan adalah tidak baik. Seorang Muslim hendaklah selalu berusaha menghindari ketiga hal ini karena berpotensi besar menimbulkan ketidak nyamanan dan bahkan permusuhan.

Dalam Islam menggunjing diibaratkan memakan bangkai saudara sendiri yang telah mati. Fitnah, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur’an, adalah lebih kejam dari pada pembunuhan. Allah subhanu wa ta’ala berfirman: “Fitnah itu lebih kejam dari pembunuhan” (Al-Baqarah: 91).

Demikina pula becanda yang keterlaluan atau kelewat batas tidak hanya sia-sia tetapi juga bisa membuat orang lain marah karena merasa tersinggung.

Kelima, Hindari Berucap Keji

وَاجْتَنِبْ سَائِرَ اْلكَلَامِ اْلقَبِيْحِ

“Hindarilah setiap ucapan keji.”

Berbicara kepada orang lain adalah salah satu cara berkomunikasi dalam kerangka silaturrahim. Hal ini tentu saja baik. Tetapi jika dalam pembicaraan itu mengandung ucapan-ucapan keji sudah pasti tidak baik sebab Islam justru menganjurkan supaya kita berbicara yang baik.

Oleh karena itu, ucapan-ucapan keji seperti misuh-misuh dan hujatan-hujatan dengan menggunakan kata-kata kotor harus dihindari sebanyak mungkin demi kerukunan dan perdamaian bersama. Hal ini berlaku untuk semua pihak karena pada dasarnya persoalan kerukunan dan perdamaian menjadi tanggung jawab bersama.Keenam,.

وَأمْسِكْ عَنْ رَدِيءِ اَلكَلَامِ كَمَا تُمْسِكُ عَنْ مَذْمُوْمٍ

“Jagalah lisanmu dari ucapan yang kurang baik apalagi yang tercela.”

Ucapan yang kurang baik dan apalagi yang tercela harus dihindari sebanyak mungkin. Contoh dari ucapan yang kurang baik adalah penggunaan kata-kata yang menghina atau merendahkan orang lain. Atau ungkapan-ungkapan yang menampakkan kesombongan baik di mata manusia, dan apalagi di hadapan Allah subhanhu wa ta’ala.

Untuk menghindari hal seperti, sebaiknya kita membiasakan diri bertawadhu’ atau berendah hati kapanpun dan dimanapun kita berada. Kebiasaan yang baik seperti itu akan lebih menjamin keselamatan dan nama baik kita baik hadapan manusia maupun di hadapan Allah subhanu wa ta’ala. Di akhirat pun kita akan selamat dari ancaman api neraka karena neraka adalah tempat yang sesuai bagi orang-orang sombong.

Ketujuh, Berpikirlah Sebelum Berucap

وَتَفَكَّرْ فِيْمَا تَقُوُلُ قَبْلَ أَنْ تَقُوُلَ فَإِنْ كَانَ خَيْرًا فَقُلْ وَإِلَّا فَاصْمُتْ

“Pikirkan baik-baik apa yang akan Anda ucapkan sebelumnya. Jika itu baik menurut Anda, katakanlah. Jika tidak, diamlah.”

Sebuah pepatah berbunyi, “Pikir dahulu pendapatan, sesal kemudian tak berguna.” Pepatah ini sejalan dengan apa yang dinasihatkan oleh Allamah Sayyid Abdullah al-Haddad di atas. Jadi pada prinsipnya kita tidak boleh grusa-grusu dalam berucap atau menucapkan sesuatu tanpa mempertimbagkan tentang manfaat dan madharatnya.

Harus pula kita pertimbangkansebelumnya tentang dampak atau risiko terhadap diri sendiri atau orang lain dari apa yang akan kita katakan. Sekiranya tidak ada manfaat dan bahkan membawa madharat baik bagi diri sendiri maupun orang lain, maka sebaiknya kita urungkan niat kita untuk mengatakan sesuatu tersebut. Sikap memilih diam demi menjaga semua pihak seperti ini sangat berharga karena diam adalah emas sebagaimana kata pepatah.

Demikianlah ketujuh adab menjaga lisan sebgaiamana nasihat Allah Sayyid Abdullah bin Alawi al-Haddad yang patut kita perhatikan baik-baik. Semoga kita semua termasuk orang-orang yang mendapat rahmat dan pertolongan dari Allah subhanahu wata’ala sehingga dapat melaksanakan ketujuh adab tersebut dengan sebaik-baiknya. Dengan cara ini insya Allah lisan kita akan terhaga dari hal-hal yang dapat mengacam keselamatan kita baik di dunia maupun di akhirat.

ISLAMKAFFAH