“DIA-lah Allah Yang tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, Raja, Yang Maha Suci, Yang Mahasejahtera, Yang Mengaruniakan keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Mahaperkasa, Yang Mahakuasa, Yang Memiliki segala keagungan, Mahasuci, Allah dari apa yang mereka persekutukan” (QS. al-Hasyr [59]: 23)
Saudaraku, kekuasaan itu ada tiga. Pertama, keperkasaan yang menyangkut kekuatan. Jadi, Allah SWT itu Mahakuat dan kekuatannya tidak disandarkan pada kekuatan apa pun, siapa pun. Jadi, Allah Mahaperkasa tanpa dissandarkan kepada kekuatan yang lain. Kedua, Allah Mahakuasa dengan arti, Allah Maha perkasa. Allah tidak memerlukan bantuan yang lain. Jadi, Allah tidak memerlukan bantuan apa pun dan siapa pun. Allah-lah penguasa langit dan bumi.
Kekuasaan Allah mutlak. Semua makhluk tidak bisa menjadi ancaman sehalus apa pun bagi Allah SWT. Mau bergabung seluruh jin dan manusia, seisi langit dan bumi mengancam Allah yang mahasempurna, tidak ada apa-apanya, tidak ada yang hebat, tidak ada yang perkasa, kecuali Allah saja.
Manusia paling perkasa sekali pun ciptaan Allah. Dihidupkan Allah, diurus sekujur tubuhnya oleh Allah. Diberi ngantuk saja, hilang keperkasaannnya. Tidak ngantuk, dikasih mencret, juga hilang kehebatannnya.
Ketiga, makna kekuasaan yang berarti kemenangan atas segala makhluknya.
(26) “Wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.
(27) “Engkau masukkan malam ke dalam siang dan Engkau masukkan siang ke dalam malam. Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati, dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup. Dan Engkau beri rezki siapa yang Engkau kehendaki tanpa hisab (batas).” (QS. Ali Imran [3]: 26-27)
Jadi, segala kejadian hanya bisa terjadi biidznillah (dengan ijin Allah). Bergabung jin dan manusia akan memberikan sebutir saja beras, ketika Allah tidak ijinkan, maka tidak terjadi. Bergabung jin dan manusia akan mencelakakan, ketika Allah tidak mengijinkan, maka tidak terjadi.
Tidak jatuh sehelai rambut kita kecuali seijin Allah. Makanya, orang yang yakin kepada kekuasaan Allah sepenuhnya, dan yakin semua makhluk Allah itu laa haulaa wa laa Quwwata illa billah, tidak ada daya menolak musibah, tiada kekuatan mendatangkan manfaat keculai dengan ijin Allah. Cirinya adalah dia tidak a berharap dari makhluk dan juga takut.
Semakin kuat harap kita dari makhluk, semakin besar rasa takut kita kepada makhluk, itu mencerminkan tingkat keimanan seseorang. Kalau orang sudah yakin sekali seperti di kantor-kantor yang musim mutasi, kalau yakin dengan ayat yang tadi, jelas bahwa kedudukan, kekuasaan itu adalah Allah yang membagi lewat siapa saja yang Allah kehendaki.
Tinggal istikharah, kalau baik bagi diriku, bagi agama, baik bagi dunia-akhirat, takdirkan dan mudahkan serta berkahi di dalamnya. Kalau buruk bagi diriku, buruk bagi agamaku, buruk bagi dunia-akhiratku, dan segala akibatnya, jauhkan aku darinya, dan takdirkan untukku apa yang baik, yang engkau ridai.
Jadi tidak usah ngotot, tenang saja, karena yang menentukan itu adalah Allah SWT. Jadi apa tugas kita? Pertama, meluruskan niat. Kedua, sempurnakan ikhtiar di jalan Allah. Tidak usah neko-neko, tidak usah licik, karena Allah yang menentukan. Ketiga, tawakal. Pasrahkan total kepada Allah karena tawakal itulah yang lebih mendatangkan jaminan.
Kesempurnaan ikhtiar, diberikan Allah kepada yang memiliki kesempurnaan tawakal. Cirinya adalah benar niat, benar ikhtiar, benar tawakal. Tenang! karena setiap kebenaran akan mendatangkan ketenangan. Cirinya niat salah, ikhtiar salah, tawakal salah, adalah galau! Karena Allah-lah yang menghujamkan kegelisahan di hati kita.
Jadi harus bagaimana? Yakin saja! Segala-galanya milik Allah, segala-galanya dalam genggaman Allah, segala-galanya hanya bisa terjadi seijin Allah. Dan segala-galanya yang terbaik adalah pilihan Allah.
Kalau orang sudah yakin kita ini ciptaan Allah, diciptakan dengan rezekinya, tidak akan cemas dengan rezeki. Yang dicemaskan, jujur atau tidak dalam menjemput rezeki, syukur atau tidak kalau sudah diberi rezeki, sabar atau tidak kalau ditahan rezeki, rida atau tidak kalau diambil titipannya. Itu yang jadi fokus kita, bukan ada atau tiadanya rejeki.
Kalau kita yakin sekali bahwa Allah maha menyaksikan segala perbuatan kita, mau apa kita mencari muka orang? Seluruh dunia memuji kita, tidak ada apa-apanya sama sekali kalau Allah tidak rida. Bagi orang yang cukup Allah jadi saksi, tidak penting pujian-pujian. Ada orang atau tidak ada orang, tetap berbuat baik. Orang tau, orang tidak tau, tetap berbuat yang terbaik. Orang lihat atau tidak lihat, tetap berbuat yang terbaik karena yakin Allah maha melihat, mahadekat, orang maha membalas.
Orang berterima kasih atau tidak, tidak ada masalah. Tetap lakukan yang terbaik. Dipuji, dicaci, dihina sekalipun, yang penting Allah rida. [*]
Oleh : KH Abdullah Gymnastiar