20 Mutiara Keindahan Bahasa dalam Al-Fatihah (Bag. 1)

Bismillah wal hamdulillah wash shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du.

Al-Qur’an dan Al-Fatihah

Al-Qur’an Al-Karim adalah kitabullah yang paling sempurna diantara seluruh kitab-Nya. Allah Ta’ala menurunkan Al-Qur’an dalam bahasa Arab, yang merupakan bahasa paling sempurna. Al-Qur’an tentunya memiliki mutu bahasa yang paling tinggi. Tata bahasa Al-Qur’an, gaya bahasa Al-Qur’an, dan keindahan bahasa Al-Qur’an memiliki nilai tertinggi karena Al-Qur’an adalah kalamullah yang paling sempurna. Tidak ada satu pun yang menyamai Al-Qur’an, apalagi mengalahkannya.

Al-Fatihah merupakan salah satu surah di dalam Al-Qur’an. Keindahan surah Al-Fatihah tentunya memiliki keistimewaan tersendiri dibandingkan dengan surah lainnya. Surah Al-Fatihah juga merupakan surah paling utama dalam Al-Qur’an. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ مَا أُنْزِلَتْ فِي التَّوْرَاةِ وَلَا فِي الْإِنْجِيلِ وَلَا فِي الزَّبُورِ وَلَا فِي الْفُرْقَانِ مِثْلُهَا

“Demi Allah yang jiwaku ada ditangan-Nya, tidaklah diturunkan dalam At-Taurah, Al-Injil, Az-Zabuur, dan Al-Furqan (Al-Qur’an), semulia Al-Fatihah” (HR. At-Tirmidzi, sahih).

Al-Fatihah memiliki banyak keutamaan

Surah Al-Fatihah memiliki banyak nama. Surah Al-Fatihah disebut juga dengan nama Ummul Qur’an (induk Al-Qur’an), Ummul Kitab (induk kitabullah), dan masih banyak nama lainnya. Imam As-Suyuthi Rahimahullah menyebutkan ada 25 nama untuk surah Al-Fatihah.

Surah Al-Fatihah mengandung tujuan Al-Qur’an yang terbesar, yaitu penetapan tauhid, janji dan ancaman, perintah dan larangan Allah dalam hal ibadah, jalan kebahagiaan dan bagaimana melaluinya, dan kisah-kisah orang yang melanggar hukum Allah. Al-Fatihah juga mencakup tiga macam tauhid, yaitu tauhid rububiyyah, tauhid uluhiyyah, dan tauhid asma’ wa sifat.

Surah Al-Fatihah dapat menjadi obat untuk hati dan badan. Surah Al-Fatihah juga mengandung doa terpenting dan mengandung sebab terkabulkannya doa. Masih banyak keistimewaan surah ini sehingga tidak heran jika para ulama Rahimahumullah memberi perhatian yang khusus terhadapnya.

Para ulama membuat penjelasan ilmiah dan pengamalan terkait surah Al-Fatihah. Ulama melakukan hal tersebut dikarenakan surah Al-Fatihah mengandung prisnsip-prinsip keimanan yang dibutuhkan oleh setiap muslim dan muslimah. Oleh karena itu, surah Al-Fatihah benar-benar surah yang paling istimewa.

Keindahan Bahasa Al-Fatihah

بِسۡمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحۡمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ (١) ٱلۡحَمۡدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلۡعَٰلَمِينَ (٢) ٱلرَّحۡمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ (٣) مَٰلِكِ يَوۡمِ ٱلدِّينِ (٤) إِيَّاكَ نَعۡبُدُ وَإِيَّاكَ نَسۡتَعِينُ (٥) ٱهۡدِنَا ٱلصِّرَٰطَ ٱلۡمُسۡتَقِيمَ (٦) صِرَٰطَ ٱلَّذِينَ أَنۡعَمۡتَ عَلَيۡهِمۡ غَيۡرِ ٱلۡمَغۡضُوبِ عَلَيۡهِمۡ وَلَا ٱلضَّآلِّينَ (٧)

“(1) Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. (2) Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. (3) Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. (4) Yang menguasai di Hari Pembalasan. (5) Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan. (6) Tunjukilah kami jalan yang lurus, (7) (yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat” (QS. Al-Fatihah: 1-7).

Indahnya pembukaan surah Al-Fatihah

Pembukaan surah Al-Fatihah sangat indah karena diawali dengan menyebut seluruh nama Allah Ta’ala dan pujian kepada-Nya dengan berbagai sifat ketuhanan yang sempurna. بِسْمِ اللّٰهِ mengandung makna, “Saya memulai bacaan ini dengan menyebut hanya seluruh nama Allah sembari memohon pertolongan dan keberkahan kepada-Nya.”

Alasan diartikan sebagai “seluruh nama Allah” karena adanya kata tunggal ismun yang disandarkan kepada lafaz Allah yang menunjukkan makna umum, seluruh nama Allah. Apabila isim mufrod (tunggal) disandarkan kepada isim lainnya, maka akan menunjukkan makna umum yang cakupannya menyeluruh.

Rahasia huruf ba’ yang ada dalam ayat pertama

Mengucapkan { بِسۡمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِیمِ } hakikatnya adalah memohon pertolongan dan keberkahan kepada Allah Ta’ala.

Huruf ba’ dalam ayat ini adalah ba’ lilisti’anah. Maknanya memohon pertolongan kepada Allah Ta’ala semata. Segala permohonan pertolongan kepada Allah semata pasti memohon keberkahan dari Allah juga. Keberkahan adalah kebaikan yang banyak dan tetapnya kebaikan tersebut. Tentu saja permohonan pertolongan seorang hamba kepada Allah Ta’ala hakikatnya memohon pertolongan terbaik sehingga mengandung keberkahan.

Makna ayat pertama adalah, “Saya mulai bacaanku dengan hanya [1] menyebut seluruh nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang sembari memohon pertolongan dan keberkahan kepada-Nya dalam bacaanku ini [2].”

Rahasia yang mengagumkan dalam lafzhul jalaalah “الله”

Dalam lafzhul jalaalah “الله” terdapat beberapa keindahan bahasa yang mengagumkan, yaitu:

Pertama, keindahan maknanya

“الله” adalah salah satu dari nama-nama-Nya yang paling indah (al-asma’ul husna). Sifat yang terkandung dalam nama “الله” adalah sifat al-uluhiyyah karena setiap nama-Nya pasti mengandung sifat-Nya.

Ulama tafsir dari kalangan sahabat, Ibnu Abbas Radiyallahu‘anhuma, berkata ketika menjelaskan makna nama “الله”,

الله ذو الألوهية والعبودية على خلقه أجمعين

“Allah adalah Yang memiliki hak untuk diibadahi atas seluruh makhluq-Nya.”

Inilah yang disebut dengan sifat al-uluhiyyah (berhak untuk diibadahi/disembah).

Kedua, keindahan akar bahasanya

Menurut Al-Kisaa’i dan Al-Farraa’ Rahimahumullah [3] bahwa lafzhul jalaalah “الله” asalnya dari الإله dengan hamzah yang dihilangkan. Kemudian di-idgham-kan huruf lam yang satu ke lam yang lainnya. Sehingga menjadi satu lam saja, namun ber-tasydid dan dibaca tebal.

Sebagian ahli bahasa menyebutkan ditebalkan (di-tafkhim) dalam membaca “الله” dalam rangka mengagungkan Allah Ta’ala.

Hamzah setelah alif lam dihilangkan dari lafzhul jalaalah “الله” karena hamzah itu berat diucapkan oleh lisan Arab jika letaknya di tengah kata [4].

Alif (setelah lam sebelum ha’) dihilangkan dalam penulisan lafzhul jalaalah “الله”, meski tetap ada saat diucapkan. Ini merupakan pendapat terkuat menurut para ulama. Dikarenakan lafzhul jalaalah “الله” banyak diucapkan dan ditulis, sehingga diringankan dalam penulisannya dengan cara menghilangkan alif dari lafzhul jalaalah “الله”.

Sebagaimana dihilangkan alif (setelah mim sebelum nun) dalam penulisan الرحمن, maka huruf alif (setelah lam sebelum ha’) dihilangkan juga dalam penulisan إله dan اللهم, meski tetap ada saat diucapkan [5].

Az-Zujaji Rahimahullah berpendapat bahwa alif lam ta’riif dimasukkan pada awal lafzhul jalaalah “الله” untuk menunjukkan bahwa Allah adalah tuhan yang haqq. Lafaz إله itu umum penggunaannya sehingga bisa untuk tuhan yang haqq dan bisa juga untuk tuhan yang batil. Sedangkan lafzhul jalaalah “الله” hanya untuk nama bagi tuhan yang haqq, yaitu Allah Ta’ala semata [6].

Adapun الإله disini mengikuti wazan فعال yang maknanya adalah sesembahan (yang berhak disembah). Hal ini berdasarkan qira’ah Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma,

وَقَالَ الْمَلَاُ مِنْ قَوْمِ فِرْعَوْنَ اَتَذَرُ مُوْسٰى وَقَوْمَهٗ لِيُفْسِدُوْا فِى الْاَرْضِ وَيَذَرَكَ وَاٰلِهَتَكَۗ

“Dan para pemuka dari kaum Fir‘aun berkata, ‘Apakah engkau akan membiarkan Musa dan kaumnya untuk berbuat kerusakan di negeri ini (Mesir) dan meninggalkanmu dan tuhan-tuhanmu?‘” (QS. Al-A’raf: 127).

Ini adalah qiro’ah yang terkenal di tengah-tengah kaum muslimin. Akan tetapi, Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma membacanya dengan salah satu dari Qiro’ah Sab’ah lainnya, yaitu (وَيَذَرَكَ وَ إِلاَهَتَكَ) yang artinya, “dan meninggalkanmu serta penyembahan terhadap dirimu”. Apabila dua macam qiro’ah ini digabungkan, maka akan menunjukkan bahwa beliau memahami makna الإله sebagai sesembahan (yang berhak disembah) [7].

Ketiga, keindahan statusnya sebagai nama Allah yang teragung

Nama “الله” adalah nama-Nya yang paling agung [8]. Seluruh nama Allah Ta’ala yang lain merupakan turunan dari nama “الله”.

“الله” adalah nama Allah yang khusus bagi-Nya dan mengandung sifat al-uluhiyyah (berhak diibadahi). Tidak boleh makhluk bernama dengan nama tersebut dan tidak boleh pula makhluk bersifat dengan sifat yang terkandung di dalamnya.

Nama “الله” adalah nama Allah yang paling agung dan asal dari seluruh nama-nama Allah yang lain. Dengan demikian, seluruh nama-nama Allah yang lain disandarkan kepada nama “الله”. Nama Allah yang lain digunakan untuk menyifati nama “الله”.

Nama “الله” menunjukkan kepada seluruh nama-nama yang lain secara global. Sedangkan nama-nama Allah yang lain adalah perincian dan penjelasan makna nama “الله”.

Allah disifati dengan sifat al-uluhiyyah (berhak diibadahi) karena menunjukkan bahwa Allah Mahasempurna dalam segala sifat-sifat-Nya. Konsekuensi nama “الله” itu menunjukkan kepada seluruh nama dan sifat Allah lainnya.

[Bersambung]

***

Penulis: Sa’id Abu Ukkasyah

Sumber: https://muslim.or.id/73265-20-mutiara-keindahan-bahasa-dalam-al-fatihah-bag-1.html

Al Fatihah, Surat Paling Istimewa dalam Alquran

Rafi bin Mu’alla az Zuraqi, atau nama kunyahnya Abu Sa’id, adalah seorang sahabat Anshar. Suatu ketika di dalam masjid, Nabi SAW mendekatinya dan berkata, “Maukah engkau kuberitahu tentang surat yang paling istimewa dalam Alquran, sebelum engkau nantinya keluar dari masjid?”

“Baiklah, ya Rasulullah,” ia menjawab.

Beberapa sahabat lainnya berdatangan, dan beliau disibukkan dengan berbagai pertanyaan dan melayani para sahabat lainnya. Setelah mereka semua berangsur habis, Nabi SAW memegang tangan Rafi bin Mu’alla dan menuntunnya keluar. Rafi sendiri menunggu akan apa yang diucapkan Nabi SAW, tetapi beliau sendiri tampaknya tidak akan mengucapkan sesuatu.

Mendekati pintu masjid, Rafi berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya tuan tadi berjanji akan memberitahukan kepada saya tentang surat yang paling istimewa dalam Alquran.”

Nabi SAW memandangnya sesaat, entah beliau lupa atau memang beliau ingin mengetes keberanian sahabat ini, kemudian dengan tersenyum beliau bersabda, “Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin, as sab’ul matsaani (tujuh ayat yang dibaca berulang-ulang, yakni al Fatihah) dan Alquranul ‘azhiim yang diturunkan kepadaku.

INILAH MOZAIK

Mengapa Dinamakan Surat Al-Fatihah?

Al-Fatihah menjadi pembuka dalam kitab suci Al-Qur’an. Al-Fatihah pula sebagai pembuka dalam bacaan sholat wajib maupun sunah.

Membaca Al-Fatihah merupakan bagian dari rukun shalat yang disepakati semua ulama. Tidak sah shalatnya bila tidak membaca surat Al-Fatihah. Sebagaimana hadits berikut:

Tidak sah shalat bagi orang yang tidak membaca Fatihatul Kitab (HR Sittah)

Al-Fatihah dalam sholat,  dibaca usai doa Iftitah. Setelah disambut dengan “Aamiin” (“Aamiin” dalam sholat jahr biasanya didahului oleh imam dan kemudian diikuti oleh makmum), lalu membaca surah al-Qur’an (pada rakaa’at tertentu). Al-Fatihah yang dibaca pada rakaat pertama dan kedua dalam sholat, harus diiringi dengan surah lain al-Qur’an. Sementara ketika rakaat ketiga hingga keempat, hanya Al-Fatihah saja yang dibaca.

Surah ini disebut Al-Fatihah–yang bermakna pembukaan–karena dengan surah inilah dibuka dan dimulainya Al-Quran.

Surat ini juga disebut sebagai Ummul Qur’an, induk al-Quran sebab ia merupakan induk dari semua isi Al-Quran.

Surat ini disebut pula sebagai As Sab’ul matsaany, tujuh yang berulang-ulang karena jumlah ayatnya yang tujuh dan dibaca berulang-ulang ketika sholat.

Surat ini disebut sebagai Al-Fatihah karena seluruh kandungannya apabila dipahami dengan baik dan benar hingga kita benar mendalaminya, maka isinya bisa membimbing kita membuka kebaikan-kebaikan dalam hidup ini yang telah dipersiapkan oleh Allah SWT.

Oleh sebab itu, jangan pernah merasa heran ketika ada di zaman Nabi Rasulullah SAW, seseorang terkena sengatan kalajengking. Sakit luar biasa di seluruh bagian tubuhnya. Tabib yang mengobati sudah angkat tangan, tidak mampu lagi mengobatinya. Lalu seorang sahabat Rasulullah SAW, dengan izin Allah SWT, membacakan surat Al-Fatihah, tak lama kemudian terbuka semua segala kesulitannya. Yang sakit terkena sengatan itu sembuh dari rasa sakitnya.

Dibaca satu kali, tidak menggunakan perantara apapun. Hal itu terjadi karena sahabat paham kandungan suratnya dan diamalkan. Maka ketika segala kebaikan yang tidak terbuka tadi menjadi terbuka.

Lihat Al-Fatihah Ayat 6 “ihdinaash shiraathaal mustaqiim” yang artinya tunjukilah kami jalan yang lurus.

 

 

[Paramuda/BersamaDakwah]

Yuk, Pahami Etika Membaca Al-Fatihah

Membaca surah al-Fatihah adalah salah satu rukun shalat. Dalam hadis tegas dikatakan: La shalata illa bi fatihah al-kitab (tidak ada shalat tanpa membaca surah al-Fatihah).

Dalam perspektif tasawuf, saat membaca surah al-Fatihah, ada beberapa etika yang harus dilakukan. Selain tentunya harus membacanya dengan bacaan yang jelas dan sharih, juga diharapkan menghayati kedalaman artinya.

Di samping itu, kalangan arifin mengingatkan sebuah riwayat: Idza takallama bi al-tasmiyah an yara anna Allah yama’uha wa an yaqifu hatta yasma’u min Allah qaulahu fayanbagi bi al-mushalli an yuqifa `inda kulli ayatin min al-fatihah waq fatan yasirah, yantadhiru jawa ba Rabbahu lahu, wa kana yasma’uhu wa huwa yaqulu: Hamidani `abdi idz qala alhamdulillahi Rabbil `alamin. Faidza qala al-rahman al-rahim qala: Atsni `alaiyya `abdi. Fa idza qala Maliki yaum al- din, qala: majjadani `abdi. Faidza qala Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in, qala: Hadza baini wa baina `abdi. Fa idza qala Ihdina al-sharath al-mustaqim ila akhir, qala: Hadza al-‘abdi wa li’abdi ma qala.

(Jika seseorang dalam shalat membaca bismillah, ia akan menyak sikan sesungguhnya Allah SWT mendengarkan ucapannya dan seyogianya ia berhenti pada setiap pemberhentian dengan baik, sambil menunggu jawaban Tuhan untuknya. Dia mendengarkan bacaan itu dan menjawab: “Hamba-Ku memuji diri-Ku” ketika membaca al-hamdulillahi Rabbil `alamin. Jika membaca al-rahman al-rahim, Ia menjawab: “Hamba-Ku menyanjung diri-Ku.” Jika membaca Maliki yaum al-din, Ia menjawab: “Hamba-Ku memuliakan-Ku.” Jika membaca Iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in, Ia menjawab:”Inilah antara Aku dan Hamba-Ku.” Jika membaca Ihdina al-shirath al-mustaqim sampai terakhir, Ia menjawab: “Inilah hamba-Ku dan untuknya apa yang dibaca.”

Jika membaca surah al-Fatihah dalam shalat, sebaiknya kita berhenti dengan lembut sambil menunggu sapaan dan jawaban Tuhan dari bacaan ayat demi ayat surah al-Fatihah. Khususnya kepada para imam, sebaiknya memahami hal ini supaya makmun juga ikut merasakan jawaban-jawaban lembut Tuhan.

Dengan demikian, membaca ayat-ayat surah al-Fatihah secara bersambung dalam shalat terasa tidak etis karena seolah-olah tidak membutuhkan sapaan dan jawaban Tuhan. Suasana batin yang seharusnya muncul pada saat kita membaca surah al-Fatihah ialah dialog mesra dengan Tuhan.

Ayat demi ayat yang kita baca ditanggapi secara aktif. Dengan menghayati jawaban-jawaban Tuhan di sela-sela bacaan ayat surah al-Fatihah dapat menambah khusyuk shalat kita. Lebih terasa hadis Nabi yang membayangkan jika kita sedang shalat maka sesungguhnya kita membayangkan Tuhan seolah-olah di hadapan kita atau Tuhan sedang menyaksikan kita secara dekat. Bahkan, Ia telah menyapa kita disetiap pemberhentian bacaan ayat. Subhanallah.

Etika lainnya ialah sebelum membaca surah al-Fatihah sebaiknya kita membaca taawuz yang keutamaannya sudah dibahas dalam artikel terdahulu. Setelah itu kita membaca ayat pertamanya dengan serasi, yakni Bismillahir rahmanir rahim. Apakah mau menyembunyikan bacaannya seperti mazhab Imam Malik atau mau mengeraskan (jahar) seperti bacaan Imam Syafi tidak terlalu masalah, yang penting ketika kita membaca ayat pertamanya betul-betul hati kita hadir di hadapan Allah SWT.

Semakin mampu kita menghayati kedalaman makna surah al-Fatihah akan semakin nikmat merasakan dialog itu dengan Tuhan. Karena itulah, surah al-Fatihah disebut sebagai Umm al-Qur’an. Allahu a’lam.

 

Oleh: Nasarudin Umar,
Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah

 

sumber: Republika Online

Rahasia Surah Al Fatihah

Setelah mengungkapkan rahasia takbir Ihram maka artikel ini berusaha untuk memahami rahasia besar yang terkandung di dalam surah al-Fatihah di dalam pelaksanaan shalat. Begitu penting kedudukan QS al- Fatihah ini sehingga Nabi pernah mengungkapkan, La shalata illa bi fatihah al-kitab (tidak ada shalat tanpa membaca surah al-Fatihah).

Para ulama fikih sependapat, membaca surah al-Fatihah wajib hukumnya pada setiap rakaat shalat, kecuali sebagai makmum dalam shalat yang dijahar, menurut Imam Abu Hanifah, cukup menghayati bacaan imam. Menurut Imam Syafi’, makmum wajib membaca surah al-Fatihah pada setiap rakaat.

Jika makmum masbuk dan tidak sempat membaca surah al-Fatihah karena imam sudah rukuk maka makmum harus mengganti rakaat shalatnya yang ketinggalan bacaan surah al- Fatihah pada rakaat khusus. Bagi para sufi, bukan hanya membaca surah al-Fatihah pada setiap rakaat secara utuh, tetapi juga sedapat mungkin memahami makna keseluruhan ayat-ayat al- Fatihah.

Para sufi betul-betul menyarankan agar orang yang shalat betul-betul memahami makna lahir dan makna batin keseluruhan surah yang memiliki beberapa nama ini di dalam Alquran ini. Sulit dibayangkan seseorang akan meresapi hakikat dan makna shalat tanpa memahami dan menghayati makna surah ini.

Bagi para sufi, Alquran memiliki makna lahir dan batin. Jika mereka tidak mampu memahami makna-makna keseluruhan ayat, minimum memahami lebih dalam makna surah al-Fatihah. Untuk memahami kedalaman makna Al-quran, disyaratkan agar para pembacanya betul-betul di dalam keadaan bersih dari hadas besar dan kecil sebagaimana ditegaskan di dalam ayat.

La yamassahu illa al- muthahharun (tidak menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang disuci- kan). (QS al-Waqi’ah [56]:79).

Lebih khusus lagi, jika kita ingin memahami makna batin Al qur an, selain bersih lahiriah, juga dituntut besih secara rohani, sebagaimana disebutkan dalam ayat, “Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan menyucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan Al-Hikmah (As Sunah), serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui”. (QS al- Baqarah [2]:151).

Shalat pada hakikatnya adalah perjalanan mendaki (mikraj) menuju Tuhan, sebagaimana dinyatakan dalam hadis, Al-shalatu mi’raj al- mu’minin (shalat adalah mikraj ba gi orang-orang mukmin). Untuk mendaki ke puncak, tentu membutuhkan energi spiritual yang luar biasa. Di sinilah kedudukan surah al-Fatihah yang harus dihayati maknanya.

Ayat demi ayat surah al-Fatihah menjadi representasi dari keseluruhan ayat dan surah di dalam Alquran. Sebagaimana dikata- kan Nabi bahwa jika Alquran dipadatkan maka pemadatannya ialah ketujuh ayat dari surah al- Fatihah. Jika dipadatkan lagi, maka pemadatannya terletak di dalam ayat pertamanya (basmalah), dan jika basmalah ini dipadatkan maka pemadatannya ialah titik di bawah huruf `ba’ (akan diuraikan secara khusus misteri basmalah dalam artikel mendatang).

Penempatan letak surah al-Fatihah sebagai awal atau permulaan Alquran tentu memiliki rahasia di mata Allah SWT. Menurut Imam Abduh dalam Tafsir Al-Manar, surah al-Fatihah bukan hanya penempatannya yang pertama, surah ini juga paling awal diturunkan oleh Allah SWT.

Hal ini tidak bertentangan dengan riwayat yang mengatakan ayat yang pertama turun ialah lima ayat pertama dari surah al-Alaq. Betul sebagai ayat yang pertama turun, tetapi sebagai surah pertama utuh turun sekaligus ialah surah al-Fatihah.

Soal adanya orang yang membaca secara tersembunyi ayat pertama surah al-Fatihah ada beberapa pendapat. Pertama tetap menganggap basmalah ayat pertama dari surah ini, namun ada kalanya Nabi tidak membaca keras (jahar).

Pendapat ini dipegang, antara lain, oleh Imam Malik dan kini dipertahankan oleh Pemerintah Kerajaan Arab Saudi.
Pendapat lain mengatakan, memang basmalah tidak merupakan bagian dari surah al-Fatihah, karena itu tidak dijaharkan. Mushaf Alquran cetakan Pemerintah Arab Saudi tetap menganggap dan menulis nya sebagai ayat pertama dari surah al-Fatihah, tapi pembacaannya tidak dijaharkan dengan alasan mengikuti sunah Nabi.

 

Oleh: Prof Dr Nasaruddin Umar, Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

sumber: Republika Online