Sungguh, dianugerahi anak yang saleh menjadi dambaan bagi setiap orang tua. Namun, titipan Allah SWT itu bukanlah taken for grantedatau barang jadi yang sudah terbentuk apa adanya. Melainkan, ia akan tumbuh menjadi pribadi sesuai dengan tempaan orang tua dan lingkungan.
Orang tua wajib memilih sekolah terbaik untuk anak, agar fitrah Ilahiyah terjaga dan terhindar dari keburukan serta mendoakannya dengan tulus di setiap waktu (QS 66:6, 25:74).
Sepekan yang lalu, saya menghadiri wisuda santri Pondok Pesantren Rafah Bogor yang diasuh oleh KH Muhammad Nasir Zein, di mana ananda Ihza belajar selama enam tahun.
Tampak raut wajah orang tua santri begitu bangga atas pencapaian anak-anaknya. Terlebih, pendidikan adab yang telah mewarnai sikap, kata, dan perilaku buah hatinya.
Pengasuh pondok yang bersahaja itu memberi tiga petuah yang mengharukan, hingga air mata pun berlinang, yakni: Pertama, pesantren adalah surga dunia. Kehadiran seorang santri merupakan karunia Allah SWT. Karena itu, dituntut keikhlasan dan kesungguhan para guru untuk mendidiknya sepanjang waktu.
Pondok bukanlah bengkel yang menjual jasa pendidikan yang transaksional, melainkan surga dunia yang dihiasi adab, ilmu, dan zikir. Santri tidak pernah lepas dari tilawah dan tahfidz Alquran, membaca kitab, muzakarah, dan shalat berjamaah. Mengharukan ketika ada empat santri yang hafalannya mencapai 30 juz.
Sejatinya santri yang belajar di pondok itu laksana tinggal di taman surga duniawi. Karena itu, patutlah jika mengajak anak-anak dan kerabat kita untuk singgah atau belajar ke pesantren. Nabi SAW berpesan, Apabila kalian melewati taman-taman surga, maka nikmatilah. Para sahabat pun bertanya, apakah taman-taman surga itu? Nabi SAW menjawab, majelis zikir” (HR Abu Daud).
Kedua, bergaul dengan orang saleh. Beliau mengutip nasihat gurunya bahwa tiadalah berkumpul 40 orang mukmin yang saleh, kecuali di antaranya ada satu waliullah. Jika tak mampu mengundang mereka, maka hadirilah majelis- majelisnya. Minta doa untuk kedua orang tua dan guru-guru kita serta orang baik yang membantu perjuangan mendidik generasi yang beriman, berilmu, dan beradab. Kiranya, kita berada dalam rombongan ash-shiddiqiin, asy-syuhada, dan ash-shalihin(QS 4:69).
Ketiga, memuliakan guru. Pencapaian kita hari ini tentulah bermula dari jasa seorang guru. Begitu pula para guru, juga belajar kepada gurunya, hingga sampai kepada guru mulia Nabi Muhammad SAW. Bahkan, beliau pun berguru kepada Sang Mahaguru, yakni Allah SWT. Selain beliau yang maksum (terjaga dari dosa), tiada seorang guru pun yang lepas dari salah.
Jika mereka salah, diingatkan bukan diancam, apalagi dipenjarakan.
Menghormati guru saat seorang murid menjadi orang terpandang adalah adab yang mulia. Berterima kasih atas adab dan ilmu yang diajarkannya, lalu mendoakan mereka agar diberi kebaikan dunia dan akhirat. Suasana haru pun menyentuh rasa, ketika Pak Kiai mengundang dan menyebut nama gurunya satu per satu sewaktu masih sekolah di madrasah dahulu.
Guru beliau di Gontor, KH Hasan Abdullah Sahal, juga bangga melihat pencapaian muridnya. Kiai Hasan berpesan agar guru tetap menjaga integritas dan moralitas dalam mendidik santri. Nilai dan karakter yang wajib dijaga adalah amanah (bertanggung jawab), tsiqoh(dipercaya), uswah (teladan), tha’ah(ketaatan), dan barakah(tambah kebaikan). Semoga anak-anak kita kelak menjadi orang baik insya Allah, amin. Allahu a’lam bishawab.
OLEH DR HASAN BASRI TANJUNGÂ