Jangan Remehkan Anak Muda

Umar bin Khattab radhiallahu’anhu seorang sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam suatu hari pernah membawa Ibnu Abbas radhiallahu’anhuma yang juga sahabat Rasulullah yang saat itu masih muda, ke perkumpulan orang-orang tua yang pernah ikut perang Badar.

Orang-orang tua ini berkata kepada Umar, “Kenapa kau bawa anak kecil ini? di rumah kita juga ada”. Umar menjawab, “Yaa, begitulah”.

Sampai satu saat Umar bin Khattab sengaja mengumpulkan orang-orang tua tersebut dan turut mengundang pula Ibnu Abbas. Umar bertanya kepada orang-orang tua tersebut, “Apa komentar kalian tentang ayat,

إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ (1) وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا (2) فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا (3)

Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan, dan kamu lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong, maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat.” (QS. An Nashr: 1-3)?

Sebagian orang-orang tua itu menjawab, “Allah menyuruh kita untuk memuji dan minta ampun kepada-Nya ketika datang pertolongan Allah”. Sebagian lainnya diam saja.

Kemudian Umar bin Khattab bertanya kepada Ibnu Abbas, “Benar begitu Ibnu Abbas?”. Ibnu Abbas menjawab, “Tidak!”. Umar menyahut, “Lantas bagaimana?”.

Ibnu Abbas menjawab, “Ayat itu adalah sinyalemen tentang dekatnya kematian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam Allah memberitahunya dengan ayatnya, “Jika telah datang pertolongan Allah dan kemenangan’, itu berarti penaklukan Makkah dan itulah tanda ajalmu Muhammad, oleh karena itu “Bertasbihlah dengan memuji Rabbmu dan mohonlah ampunan, sesungguhnya Dia Maha Menerima taubat.”

Umar mengatakan, “Nah, ini tafsir yang saya tahu”.

Jadi, jangan remehkan anak muda, lihat bagaimana Ibnu Abbas muda punya ilmu yang tidak ada pada orang-orang tua. Tapi, perlu diingat pula, anak muda jangan belagu “petantang petenteng”, lihat bagaimana Ibnu Abbas muda tidak mau “pamer” ilmu kecuali setelah ditanya oleh Umar bin Khattab.

Cerita ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Shahih-Nya(4294), dapat dibaca pula di tafsir Ibnu Katsir tentang surat An Nashr.

Penulis: Amrullah Akadhinta, ST.

Sumber: https://muslim.or.id/19854-jangan-remehkan-anak-muda.html

Hai Anak Muda, Islam Mengistimewakan Kalian

Bismillahirrahmanirrahim.

Bisa dikatakan, masa muda adalah penentu nasib untuk sejarah kehidupan seorang manusia. Jika ia gunakan dengan baik, maka hidupnya akan baik, sukses, dan bahagia. Namun, jika dia sia-siakan, hidupnya akan mendapatkan kegagalan dan kesedihan.

Fase Terbaik

Masa muda adalah fase terpenting dalam kehidupan manusia, karena puncak kekuatan jasmani dan rohani manusia ada di fase ini. Bila kita klasifikasikan, fase kehidupan manusia di dunia ini terbagi menjadi tiga fase, yaitu:

1. Fase kanak-kanak

Kondisi manusia ketika lemah dan tidak tahu apa pun.

2. Fase muda

Kondisi manusia ketika kuat dan semangat, namun dengan waktu pendek (usia 20 tahun-40 tahun).

3. Fase tua

Kondisi manusia ketika lemah karena usia.

Allah Ta’ala telah menerangkan tiga fase ini,

وَٱللَّهُ أَخۡرَجَكُم مِّنۢ بُطُونِ أُمَّهَٰتِكُمۡ لَا تَعۡلَمُونَ شَيۡـٔٗا وَجَعَلَ لَكُمُ ٱلسَّمۡعَ وَٱلۡأَبۡصَٰرَ وَٱلۡأَفۡـِٔدَةَ لَعَلَّكُمۡ تَشۡكُرُونَ

Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan dan hati nurani, agar kamu bersyukur.” (QS. An-Nahl: 78)

Sehingga kehidupan manusia, diawali dengan kondisi lemah (masa kanak-kanak) dan diakhiri dengan kondisi lemah pula (masa tua). Satu-satunya kondisi terbaik, di mana saat manusia berada pada puncak kekuatan akal, jiwa, dan raga, adalah saat masa muda. Satu kondisi saja, dan ini sebentar. Jangan sampai tersia-siakan untuk kesibukan yang tidak bernilai ibadah atau tidak bermanfaat, baik dunia maupun akhirat.

Ada Pertanyaan Khusus di Hari Kiamat

Saking pentingnya masa muda, sampai Allah Ta’ala siapkan pertanyaan khusus di hari kiamat tentang masa muda untuk apa digunakan.

Dari Ibnu Mas’ūd radhiyallāhu ‘anhu bahwa Rasūlullāh shallāllāhu ‘alaihi wasallam bersabda,

لا تزول قدما ابن أدم يوم القيامة من عند ربه حتى يسأل عن خمس: عن عمره فيما أفناه ؟ وعن شبابه فيما أبلاه ؟ وماله من أين اكتسبه؟ وفيما أنفقه؟ وماذا عمل فيما عمل

Tidaklah beranjak pijakan kaki anak Adam pada hari kiamat dari sisi Rabb-nya sampai ia ditanya tentang lima hal:
– tentang usianya, untuk apa dihabiskan,
– tentang usia mudanya, untuk apa dipergunakan,
– tentang hartanya, dari mana dia peroleh dan untuk apa ia belanjakan,
– serta tentang apa yang ia amalkan dengan ilmunya.” (HR. Tirmidzi, dinilai sahih oleh Syekh Albani dalam Silsilah Ahadits As-Shahihah)

Coba perhatikan hadis di atas, Nabi shallāllāhu ‘alaihi wasallam mengabarkan akan ada dua pertanyaan tentang masa hidup manusia di hari kiamat nanti:

1. Tentang keseluruhan umur (dari lahir hingga kematian).

2. Tentang masa muda.

Bukankah masa muda itu bagian dari umur manusia?!

Iya tentu saja!

Namun, Allah Ta’ala akan menanyakan secara khusus tentang masa muda.

Menunjukkan ini perkara yang sangat serius. Ini menunjukkan masa muda itu sangat penting. Saat ini, Anda wahai para pemuda, sedang menyiapkan jawaban pertanyaan tersebut. Siapkanlah jawaban terbaik di hadapan Allah Ta’ala kelak. Semoga Allah Ta’ala memberi taufik kepada kalian.

Manfaatkan Sebelum Menyesal

Saat nikmat itu berlalu, sering seseorang itu baru sadar tentang nilai nikmat yang pernah ia dapatkan. Masa muda ini sangat terbatas. Tidak terasa ia akan cepat kita tinggalkan. Bertambah hari, kita semakin dekat dengan ajal yang sudah Allah tetapkan. Maka manfaatkan sebaik-baiknya sebelum nikmat ini berakhir dan tidak pernah akan kembali.

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallāhu ‘anhuma, Rasulullah shallāllāhu ‘alaihi wasallam bersabda,

اغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ : شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ ، وَصِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ ، وَغِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ ، وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شُغْلِكَ ، وَحَيَاتِكَ قَبْلَ مَوْتِكَ

Manfaatkan 5 hal sebelum 5 hal:
– masa mudamu sebelum masa tuamu,
– masa sehatmu sebelum masa sakitmu,
– masa kayamu sebelum masa kefakiranmu,
– masa luangmu sebelum masa sibukmu,
– dan masa hidupmu sebelum kematianmu.

Perkataan Para Sahabat di Majelisnya, “Selamat Datang Anak Muda”

Nabi shallāllāhu ‘alaihi wasallam mewasiatkan kepada para ulama agar menaruh perhatian khusus dalam mendidik para pemuda. Anak-anak muda membutuhkan perhatian khusus dari para da’i dan ulama, dengan sentuhan lemah lembut dan kasih sayang.

Tugas orang tua dan para pendidik adalah menjadikan mereka cinta pada kebaikan dan orang-orang yang baik, agar jangan sampai direnggut oleh para pelaku kebatilan.

Suatu hari Abū Sa’īd Al-Khudrī radhiyallāhu ‘anhu, melihat sejumlah pemuda yang hadir di kajiannya. Dengan gembira, beliau menyambut mereka dengan mengatakan,

مرحبا بوصية رسول الله صلى الله عليه وسلم، أوصانا رسول الله صلى الله عليه وسلم أن نوسع لكم المجلس وأن نفهمكم الحديث فإنكم خلوفنا وأهل الحديث بعدنا

Selamat datang anak-anakku yang menjadi “wasiat” Rasūlullāh shallāllāhu ‘alaihi wasallam. Sungguh Rasūlullāh shallāllāhu ‘alaihi wasallam telah berpesan kepada kami untuk  melapangkan majelis untuk kalian dan memahamkan kalian hadis. Karena sesungguhnya kalian ini adalah penerus kami dan ahli hadis setelah kami.”

Masih tentang nasihat Abu Sa’id, dinukil dari riwayat yang lain,

شككت في شيء فسلني حتى تستيقن فإنك إن تنصرف على اليقين أحب إلي من أن تنصرف على الشك

(Putera saudaraku), jika kamu ragu tentang suatu hal, tanyakanlah kepadaku sampai kamu yakin. Kamu meninggalkan tempat ini membawa keyakinan, lebih aku sukai daripada kamu pergi, namun membawa keraguan.”

‘Abdullāh bin Mas’ūd radhiyallāhu ‘anhu, apabila beliau melihat pemuda yang sedang asyik belajar dan menuntut ilmu, beliau radhiyallāhu ‘anhu mengatakan,

مرحبا بينابيع الحكمة ومصابيح الظلم، خلقان الثياب، جدد القلوب، حلس البيوت، ريحان كل قبيلة

Selamat datang wahai mata air hikmah dan pelita kegelapan. Yang berpakaian sederhana (apa adanya), namun bersih hatinya, menerangi rumah-rumah, dan kebanggaan setiap kabilahnya.”

Sekian.

Penulis: Ahmad Anshori, Lc.

Artikel: Muslim.or.id

Catatan kaki:

Tulisan di atas adalah pemaparan dari kitab “Min Washoyas Salaf Lis Syabaab” (Nasehat Para Salaf Untuk Pemuda), karya Syekh Prof. Abdurrazaq Al-Badr –hafidzohullah-, yang disampaikan oleh Ustaz Ahmad Anshori di kajian rutin malam Rabu (Magrib – Selesai), di Masjid Abdurrahman bin Auf (Maba) Kasongan, Bantul.

Sumber: https://muslim.or.id/69518-hai-anak-muda-islam-mengistimewakan-kalian.html

Umur Anak Muda Tidak Panjang, Namun Dosa Terus Jalan

Umur anak muda tidak panjang, namun dosa dan maksiat terus jalan. Kapan mau taubat?

Umur terbatas

Dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memegang pundaknya, lalu berkata,

كُنْ فِى الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ ، أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ

“Hiduplah kalian di dunia seakan-akan seperti orang asing, atau seperti seorang pengembara.”

Ibnu ‘Umar lantas berkata,

إِذَا أَمْسَيْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الصَّبَاحَ ، وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الْمَسَاءَ ، وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ ، وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِكَ

“Jika engkau berada di petang hari, janganlah tunggu sampai datang pagi. Jika engkau berada di pagi hari, janganlah tunggu sampai datang petang. Manfaatkanlah waktu sehatmu sebelum datang sakitmu. Manfaatkanlah pula waktu hidupmu sebelum datang matimu.” (HR. Bukhari, no. 6416)

Jangan sampai waktu sia-sia

Dalam hadits disebutkan,

مِنْ حُسْنِ إِسْلاَمِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لاَ يَعْنِيهِ

“Di antara kebaikan islam seseorang adalah meninggalkan hal yang tidak bermanfaat” (HR. Tirmidzi no. 2317, Ibnu Majah no. 3976. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

 ‘Arif Al Yamani berkata,

إن من إعراض الله عن العبد أن يشغله بما لا ينفعه

“Di antara tanda Allah berpaling dari seorang hamba, Allah menjadikannya sibuk dalam hal yang sia-sia.” (Hilyatul Awliya’, 10: 134).

Ingat, waktu amat berharga, tidak mungkin kan kembali setelah berlalu pergi.

الوقت أنفاس لا تعود

“Waktu adalah nafas yang tidak mungkin akan kembali.”

Tanda waktu itu begitu berharga bagi seorang muslim karena kelak akan ditanya, di mana waktu tersebut dihabiskan,

لاَ تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمْرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ عِلْمِهِ فِيمَا فَعَلَ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَا أَنْفَقَهُ وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَا أَبْلاَهُ

“Kedua kaki seorang hamba tidaklah beranjak pada hari kiamat hingga ia ditanya mengenai: (1) umurnya di manakah ia habiskan, (2) ilmunya di manakah ia amalkan, (3) hartanya bagaimana ia peroleh dan (4) di mana ia infakkan dan (5) mengenai tubuhnya di manakah usangnya.” (HR. Tirmidzi no. 2417, dari Abi Barzah Al Aslami. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini sahih).

Menyia-nyiakan waktu hanya untuk menunggu-nunggu pergantian waktu, itu sebenarnya lebih parah dari kematian. Ibnul Qayyim rahimahullah dalam Al Fawa-id berkata,

اِضَاعَةُ الوَقْتِ اَشَدُّ مِنَ الموْتِ لِاَنَّ اِضَاعَةَ الوَقْتِ تَقْطَعُكَ عَنِ اللهِ وَالدَّارِ الآخِرَةِ وَالموْتِ يَقْطَعُكَ عَنِ الدُّنْيَا وَاَهْلِهَا

“Menyia-nyiakan waktu itu lebih parah dari kematian. Karena menyia-nyiakan waktu memutuskanmu dari (mengingat) Allah dan negeri akhirat. Sedangkan kematian hanya memutuskanmu dari dunia dan penghuninya.”

Dosa Anak Muda

Pertama: Durhaka kepada Orang Tua

Dalam ayat disebutkan,

وَقَضَىٰ رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا ۚإِمَّا يَبْلُغَنَّ عِندَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُل لَّهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُل لَّهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا

“Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” (QS. Al-Isra’: 23)

Kata Imam Ibnu Jarir Ath-Thabari rahimahullah yang dimaksud dengan ayat di atas, “Janganlah berkata ah, jika kalian melihat sesuatu dari salah satu atau sebagian dari keduanya yang dapat menyakiti manusia. Akan tetapi bersabarlah dari mereka berdua. Lalu raihlah pahala dengan bersabar pada mereka sebagaimana mereka bersabar merawatmu kala kecil.”

Mengenai maksud berkata uff (ah) dalam ayat, dikatakan oleh Imam Ibnu Jarir Ath-Thabari rahimahullah, “Segala bentuk perkataan keras dan perkataan jelek (pada orang tua, pen.)”

Mujahid rahimahullah mengatakan, “Tidak sepantasnya seorang anak menahan tangan kedua orang tuanya yang ingin memukulnya. Begitu juga tidak termasuk sikap berbakti adalah seorang anak memandang kedua orang tuanya dengan pandangan yang tajam. Barangsiapa yang membuat kedua orang tuanya sedih, berarti dia telah mendurhakai keduanya.”

Ka’ab Al-Ahbar pernah ditanyakan mengenai perkara yang termasuk bentuk durhaka pada orang tua, beliau mengatakan,

إِذَا أَمَرَكَ وَالِدُكَ بِشَيْءٍ فَلَمْ تُطِعْهُمَا فَقَدْ عَقَقْتَهُمَا العُقُوْقَ كُلَّهُ

“Apabila orang tuamu memerintahkanmu dalam suatu perkara (selama bukan dalam maksiat, pen) namun engkau tidak mentaatinya, berarti engkau telah melakukan berbagai macam kedurhakaan terhadap keduanya.” (Birr Al-Walidain, hlm. 8 karya Ibnul Jauziy)

Kedua: Pacaran, Suka Nonton Video Porno, Hingga Onani dan Berzina

Dalam ayat disebutkan,

وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا

“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Isra’: 32)

Imam Ibnu Katsir rahimahullah menyatakan bahwa Allah melarang zina dan mendekati zina, serta dilarang pula berbagai penyebab yang dapat mengantarkan kepada zina. Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 5:71.

Dari Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لاَ يَنْظُرُ الرَّجُلُ إِلَى عَوْرَةِ الرَّجُلِ وَلاَ الْمَرْأَةُ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ وَلاَ يُفْضِى الرَّجُلُ إِلَى الرَّجُلِ فِى ثَوْبٍ وَاحِدٍ وَلاَ تُفْضِى الْمَرْأَةُ إِلَى الْمَرْأَةِ فِى الثَّوْبِ الْوَاحِدِ

“Janganlah seorang laki-laki melihat aurat laki-laki lain. Janganlah pula pula seorang wanita melihat aurat wanita lain. Janganlah seorang laki-laki berada dalam satu selimut dengan laki-laki lain. Janganlah pula pula seorang wanita berada satu selimut dengan wanita lain.” (HR. Muslim, no. 338)

Adapun melakukan onani berarti tidak bisa menjaga kemaluannya. Dalam ayat diperintahkan,

وَالَّذِينَ هُمْ لِفُرُوجِهِمْ حَافِظُونَ (29) إِلَّا عَلَى أَزْوَاجِهِمْ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُمْ فَإِنَّهُمْ غَيْرُ مَلُومِينَ (30) فَمَنِ ابْتَغَى وَرَاءَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْعَادُونَ (31)

“Dan orang-orang yang memelihara kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak-budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. Barangsiapa mencari yang di balik itu, maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas.” (QS. Al-Ma’arij: 29-31).

Ketiga: Shalat Masih Bolong-Bolong

Dari Abu ‘Abdurrahman ‘Abdullah bin ‘Umar bin Al-Khattab radhiyallahu ‘anhuma, ia mengatakan bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

بُنِيَ اْلإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ : شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّداً رَسُوْلُ اللهِ وَإِقَامِ الصَّلاَةِ وَإِيْتَاءِ الزَّكَاةِ وَحَجِّ الْبَيْتِ وَصَوْمِ رَمَضَانَ

“Islam dibangun di atas lima perkara: bersaksi bahwa tidak ada yang berhak disembah melainkan Allah dan bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan Allah; menunaikan shalat; menunaikan zakat; menunaikan haji ke Baitullah; dan berpuasa Ramadhan.” (HR. Bukhari, no. 8; Muslim, no. 16)

Dari Jabir radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالكُفْرِ ، تَرْكَ الصَّلاَةِ

“Sesungguhnya batas antara seseorang dengan syirik dan kufur itu adalah meninggalkan shalat.” (HR. Muslim, no. 82)

Sengsaranya Anak Muda adalah Kalau Jauh dari Agama

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ اللهَ يَبْغِضُ كُلَّ جَعْظَرِي جَوَّاظٍ سَخَابٍ فِي الأَسْوَاقِ جَيْفَةٌ بِاللَّيْلِ حِمَارٌ بِالنَّهَارِ عَالِمٌ بِالدُّنْيَا جَاهِلٌ بِالآخِرَةِ

“Allah sangat membenci orang ja’dzari (orang sombong), jawwadz (rakus lagi pelit), suka teriak di pasar (bertengkar berebut hak), bangkai di malam hari (tidur sampai pagi), keledai di siang hari (karena yang dipikir hanya makan), pintar masalah dunia, namun bodoh masalah akhirat.” (HR. Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya 72 – Al-Ihsan. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth dalam tahqiq Shahih Ibnu Hibban menyatakan bahwa sanad hadits ini shahih  sesuai syarat Muslim).


Oleh: Muhammad Abduh Tuasikal

Bro and sis, klik link lengkapnya yah di sini:
https://remajaislam.com/1448-umur-anak-muda-tidak-panjang-namun-dosa-terus-jalan.html

Insiprasi Kaum Muda

Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah mengungkapkan, “Saya menggambarkan masa muda itu seperti sesuatu yang ada di lengan bajuku, lalu jatuh.” (Manaqibul Imam Ahmad, karya Ibnu Jauzi, hlm. 195).

Masa muda merupakan fase penting dalam kehidupan seorang muslim. Ia pada hakikatnya sebentar dan perlahan beranjak tua. Ketika badan masih sehat, pikiran masih cemerlang, dan semangat masih menggebu-gebu, maka seorang pemuda-pemudi harus mengisi hari-harinya dengan amal ketakwaan, antusias menuntut ilmu, berkiprah dalam memberikan kontribusi positif kepada orang lain dan teguh membela kebenaran.
Hafshah binti Sirrin berkata, “Wahai para pemuda, kerahkanlah potensi kalian selagi kalian masih muda, karena saya tidak melihat adanya kemungkinan beramal kecuali di masa muda.” (Dikutip dari buku Manajemen Waktu Para Ulama, Syaikh Abdul Fattah, hlm. 194).

Dalam mukadimah kitabnya yang monumental, Al-Majmu‘ (I/169), Imam Nawawi pernah mengatakan, “Hendaklah seorang pelajar menggunakan kesempatan guna menghimpun ilmu ketika masa luang, masih bersemangat, masa muda, badan masih kuat, ide masih cermerlang, dan kesibukan masih minim, sebelum ia terhalangi oleh masa-masa mengganggu”.

Generasi muda kaum muslimin hendaknya menjadikan pendahulunya, generasi didikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagai inspirasi sekaligus teladan terdepan dalam keimanan serta ketakwaan. Keberanian ‘Ali bin Abi Thalib, kedalaman lautan ilmu ‘Aisyah, kesederhanaan Mus’ab bin Umair, kefakihan Ibnu ‘Abbas, dan lainnya adalah contoh keberhasilan generasi salaf yang seharusnya menjadi spirit generasi muda saat ini.
Dan ketika remaja muslim tidak disibukkan dengan amal kebaikan, maka ia akan tersibukkan dengan kebalikannya -keburukan-, atau minimalnya sesuatu yang sia-sia tanpa faedah. Celah inilah yang digunakan para musuh Islam untuk melumpuhkan generasi ini, dengan berbagai makar dan propaganda menyesatkan agar mereka menjauh dari petunjuk Islam.

William Edward Gladstone, mantan perdana menteri Inggris pernah mengatakan, “… percuma kita memerangi umat Islam dan tidak akan mampu menguasainya selama di dada para pemuda Islam itu bertengger Al-Qur’an. Tugas kita sekarang adalah mencabut Al-Qur’an dari hati-hati mereka, baru kita akan menang dan menguasai mereka. Minuman keras dan musik lebih menghancurkan umat Muhammad daripada 1000 meriam. Oleh karena itu, tanamkan dalam hati mereka rasa cinta terhadap materi dan seks.” (dikutip dari Elfata, edisi 02, vol. 14, 2014)

Jelaslah bahwa salah satu target para pendengki Islam adalah merusak generasi mudanya. Oleh karena itu, para pemuda haruslah waspada dan jangan mudah terprovokasi dengan berbagai gaya hidup kaum kuffar dan pemikiran menyimpang. Maka, marilah kita kembali kepada Islam, dalam hal keyakinan, pemikiran, ibadah, akhlak, dan muamalah sebagaimana yang telah dipraktikkan oleh generasi salaful ummah.

Sebagai akhir risalah ini, perlu direnungkan sebuah nasihat dari Muhammad bin ‘Ali rahimahullah kepada anak lelakinya, “Wahai anakku, berhati-hatilah kamu dari sikap malas dan bosan. Sesungguhnya keduanya adalah kunci dari setiap keburukan. Sesungguhnya jika kamu malas, maka engkau tidak akan mampu melaksanakan kebenaran dan jika kamu bosan, maka engkau tidak akan bersabar di atas kebenaran.” (Tahdzibul Hilyah Auliya’, I/507)

Yang muda yang bertakwa, ialah profil generasi muda yang menghiasi hidupya dengan iman dan senantiasa meniti jalan yang lurus dalam rangka beribadah semata kepada-Nya.

***

Penulis: Isruwanti Ummu Nashifa

Referensi: Manajemen Waktu Para Ulama, Syaikh Abdul Fattah, Zam-zam, Solo, 2012. Elfata, edisi 02, vol. 14, 2014.

Baca selengkapnya https://muslimah.or.id/11089-insiprasi-kaum-muda.html

Idul Adha dan Tren Anak Muda

“Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, ‘Wahai anakku, sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu?’ Dia (Ismail) menjawab, ‘Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.’” (ash-Shaaffaat: 102).

Bulan Zulhijjah dan Idul Adha ngingetin kita pada peristiwa “penyembelihan Ismail” kayak yang tergambar dalam ayat di atas. Peristiwa super mendebarkan itu menyimpan hikmah yang dalam terkhusus buat generasi muda. So, anak muda Muslim seyogianya merenungi dan mejadikannya cermin kehidupan.

Hikmah peristiwa itu adalah ketegaran menghadapi ujian dan keteguhan menjaga iman. Iman adalah hal yang sejak lama selalu dimusuhi oleh para pengusung paham materialisme Barat yang mengatakan bahwa Tuhan telah mati, agama adalah candu. Turunan dari paham ini di antaranya adalah hedonisme, paham yang menganggap kenikmatan duniawi sebagai tujuan segala aktivitas kehidupan.

Godaan-godaan duniawi berupa food, fashion, n fun, sengaja ditebar oleh kaum materialis dan udah sejak lama menelan banyak korban. Generasi muda adalah sasaran empuknya. Kita mesti waspada!

Kaum muda Muslim harus punya karakter yang kokoh biar selamat darinya. Momen Idul Adha ini jadi salah satu ruang pembentukan dan penguatan karakter itu. Caranya dengan menggali hikmah peristiwa “penyembelihan Ismail” dengan Ismail alaihissalam remaja sebagai subjeknya.

Coba bayangin gimana kalo kita yang berada di posisi Ismail alaihissalam?! Gimana respon psikologis kita dan apa yang jadi ekspresinya dalam tindakan? Apakah kita bakal serta-merta tunduk patuh gitu aja kayak Ismail alaihissalam? Kayaknya perlu deh, ini jadi bahan renungan.

Remaja Ismail alaihissalam sadar kalo kehidupan ini cuman cobaan. Bumi ini bukan tujuan akhir, bukan tempat buat seneng-seneng, nyantai-nyantai, manja-manja, mengumbar syahwat menikmati kelezatan dunia. Ismail memandang nyawa sebagai sesuatu yang wajib tunduk pada iman. Baginya nyawa boleh nempel di badan selama ada iman. So, kalo iman menuntut lepasnya nyawa dari badan, ya dengan lapang dada mesti direlakan. Mentalitas Ismail udah nyampe segitu. Lalu gimana dengan kita?

Gimana dengan kita yang hidup di zaman modern ini? Apakah demi iman, kita udah siap mengorbankan nyawa? Ah, kayaknya tuh pertanyaan bukan buat kelas kita deh, nggak level! Jangan ngomongin nyawa deh… Pertanyaan buat kita tuh kayak gini, nih: demi meningkatkan kualitas ruhiyah, apa kita udah bisa rela nggak nonton siaran langsung sepak bola? Kalo dapet undangan nonton bareng ama taklim di jam yang sama, pilih datengin yang mana?

Itu pertanyaan buat yang cowok ya. Kalo buat yang cewek, apa kamu udah bisa rela nggak pake produk kosmetik terkenal yang teman-teman kamu semua udah pake dan mereka selalu ngobrolin produk itu setiap ngumpul bareng? Udah siapkah kamu beda sendiri dari yang lain?

Demi kualitas iman di dada, udahkah kita rela nggak ikut pake food, fashion, n fun, yang lagi ngetren, yang saking ngetrennya sampe diopinikan siapa yang nggak pake adalah nggak gaul? Udahkah kita siap dianggap kuper, ndeso, ikuno, demi menjaga kualitas ruhiyah?

Emang nonton bola tuh halal dan produk yang ngetren pun halal. Tapi apa sebatas itu nalar fikir ideal anak muda Muslim? Malu-maluin banget dong kalo kayak gitu? Itu nalar fikir kerdil, rapuh, nggak berkarakter! Ya kalo cuma pengin jadi generasi muda yang menuh-menuhin bumi sih silakan aja kayak gitu. Silakan puas-puasin nonton bola dan pake produk-produk yang ngetren itu. Nggak papa, itu hak asasi masing-masing!

Btw, kemenangan Islam udah Allah ta’ala janjikan. Dalam menggapainya, kaum Muslim terbagi dua. Ada yang ikut memerjuangkan, ada yang cuman nebeng doang. Salah satu wujud perjuangan Islam adalah rela mengorbankan kenikmatan semu duniawi demi kualitas ruhiyah yang mantab, iman yang kuat. Begitulah karakter pejuang Islam. Anak muda yang sukanya cuman ikut-ikutan tren hanyalah mereka yang bermental pecundang, rapuh, dan terbelakang. Mereka itulah generasi nebeng doang!

So, terserah masing-masing kita mau jadi yang mana? Kalo pilih jadi generasi muda Muslim yang turut memajukan peradaban Islam, ya bergurulah pada Ismail alaihissalam, jangan suka ikut-ikutan, hanyut terbawa gelombang tren yang digelontorkan oleh para pengusung paham materialisme yang nggak punya iman!

Idul Adha adalah ruang berkontemplasi merenungi arti eksistensi manusia di bumi. Ini penting dilakukan oleh generasi muda Muslim dalam membentuk pribadi yang selalu sadar kalo pahit manisnya dunia tuh cuman cobaan.

“Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata.” (Ash-Shaaffaat: 106).

Lalu apakah Allah ta’ala bakal nggak ngasih penghargaan atas keteguhan iman hamba-hambaNya? Tidak! Allah ta’ala adalah Maha Baik kepada hamba-hambaNya yang istiqamah menjaga iman. Saat itu juga, Ismail dan ayahnya alaihimussalam langsung dibuat lega hatinya, setelah terbukti nyata bahwa iman mereka mengalahkan segalanya. Mereka diberi maqam yang mulia, dijadikan guru kehidupan bagi umat manusia sepanjang masa.

“Maka ketika keduanya telah berserah diri dan dia (Ibrahim) membaringkan anaknya atas pelipisnya (untuk melaksanakan perintah Allah), Kami panggil dia, ‘Wahai Ibrahim, sungguh engkau telah membenarkan mimpi itu.’ Sungguh, demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” (ash-Shaaffaat: 103-107).

Jelas sudah, nggak mungkin ketaatan kita kepada Allah ta’ala bakal bikin nyesel dan nyesek. Pasti buntutnya adalah kebahagiaan. So, kita nggak boleh ragu menahan diri dari kelezatan duniawi demi menjaga kualitas ruhiyah. Generasi muda Muslim harus bersikap tegar, jangan sudi diombang-ambingkan oleh tren yang berkembang. Jadi diri sendiri, bikin tren sendiri, itu jauh lebih keren! Wallahu a’lam. [IB]

 

PANJIMAS