Ke mana Arahmu, Wahai Pemuda?

Bismillah.

Salah satu perkara yang seringkali luput dari perhatian para pemuda adalah mempersiapkan bekal untuk menyambut hari akhirat. Banyak di antara mereka yang terlena dengan kesehatan, kekuatan, kekayaan, dan kelapangan. Sehingga hanyut dalam kesia-siaan dan berenang dalam lautan dosa dan kedurhakaan.

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

كل أمتي يدخلون الجنة إلا من أَبَى

“Semua umatku pasti masuk surga kecuali yang enggan.”

Para sahabat pun bertanya kepada beliau,

ومَنْ يَأْبَى يا رسول الله؟

“Wahai Rasulullah, siapakah orang yang enggan itu?”

من أطاعني دخل الجنة، ومن عصاني فقد أَبَى

Beliau menjawab, “Barangsiapa yang taat kepadaku, niscaya masuk surga. Dan barangsiapa yang durhaka kepadaku, maka dia itulah orang yang enggan.” (HR. Bukhari)

Tidak sedikit di antara anak muda yang ogah untuk belajar agama. Menurut mereka, yang wajib belajar agama adalah anak-anak yang sekolah di pesantren atau di sekolah Islam saja. Kalau sekolah di kampus negeri, maka tidak perlu terlalu serius belajar agama. Kata orang “Jadi orang islam itu yang biasa-biasa saja. Tidak usah terlalu semangat, nanti malah jadi teroris atau jadi gila.” Ada lagi yang merasa sudah kenyang belajar agama karena sudah bertahun-tahun mondok. Jadi, kalau sudah lulus sekolah dan masuk kuliah umum, maka tidak perlu lagi semangat belajar agama. Apalagi yang kuliahnya di kampus yang berlabel Islam, seakan-akan mahasiswanya jadi pintar agama dengan sendirinya. Akhirnya, kajian rutin pun malas dan puas dengan agenda mengerjakan tugas dan healing atau nongkrong bersama rekan sesama mahasiswa.

Saudaraku yang dirahmati Allah. Tidaklah diragukan bahwa perkembangan teknologi dan sistem pendidikan di berbagai jenjang sekolah dan perguruan tinggi merupakan fenomena yang telah merambah ke berbagai pelosok negeri. Banjir informasi dan kemudahan mengakses segala bentuk data melalui internet dan media sosial membuat hape menjelma seperti penjajah dan sihir yang mempengaruhi daya hidup dan metode berpikir manusia di zaman ini.

Untuk apa waktumu?

Di antara pertanyaan yang hampir lenyap dari kamus harian pemuda muslim hari ini adalah “Untuk apa waktumu dihabiskan?” Padahal, mengatur waktu dan menggunakan waktu sebaik-baiknya dalam ketaatan adalah kunci kesuksesan hidup. Allah berfirman,

وَٱلۡعَصۡرِ (1) إِنَّ ٱلۡإِنسَـٰنَ لَفِی خُسۡرٍ (2) إِلَّا ٱلَّذِینَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّـٰلِحَـٰتِ وَتَوَاصَوۡا۟ بِٱلۡحَقِّ وَتَوَاصَوۡا۟ بِٱلصَّبۡرِ (3)

“Demi masa. Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman, beramal saleh, saling menasihati dalam kebenaran, dan saling menasihati untuk menetapi kesabaran.” (QS. Al-’Ashr: 1-3)

Sebagian ulama salaf berkata, “Di antara tanda bahwa Allah telah berpaling dari seorang hamba adalah ketika Allah menjadikan orang itu sibuk dalam perkara yang tidak bermanfaat/tidak penting baginya.” Karena itulah, kita dapati para pendahulu yang saleh dari umat ini sangat perhatian dengan waktunya. Jika mereka telah menyelesaikan suatu ketaatan, maka mereka berpindah menuju ketaatan yang lain. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda,

نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فيهما كثيرٌ من الناس: الصحةُ، والفراغُ

“Ada dua nikmat yang banyak orang merugi/tertipu oleh keduanya: yaitu kesehatan dan waktu luang.” (HR. Bukhari)

Dalam sehari semalam, Allah berikan kepada kita waktu 24 jam. Selama rentang waktu itu pula, Allah mewajibkan kita untuk menjaga salat lima waktu. Dan di antara fungsi salat ialah untuk mengingat Allah. Agar Allah mengingat dan membantu segala urusan kita. Selain itu, salat juga menjadi pencegah dari berbagai bentuk perbuatan keji dan mungkar. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam pun menggambarkan salat lima waktu seperti mandi 5 kali dalam sehari, sehingga akan bisa membersihkan kotoran dosa yang melekat di tubuh kita. Ini semua merupakan bagian dari pendidikan mental dan pembinaan rohani untuk menjadi pribadi yang tangguh dan disiplin.

Apa tujuan hidupmu?

Banyak anak muda yang bengong apabila ditanya, “Apa sih tujuan kamu hidup?” Seolah-olah mereka baru terbangun dari mimpi indah dan tidur panjangnya. Ada lagi yang justru marah bin takjub dengan pertanyaan seperti itu. Seakan-akan ini adalah pertanyaan yang tidak cocok dengan semangat pemuda dan pandangan profesionalisme di abad ini. Dan itu semuanya mengakibatkan anak-anak muda cuek dan tidak mau peduli dengan kondisi akidah dan imannya. Pembahasan ilmu agama pun jauh dari kehidupan mereka sehari-hari. Jadilah mereka kaum yang jarang bersentuhan dengan majelis ilmu, jarang salat di masjid, dan jarang berinteraksi dengan Al-Qur’an.

Sepertinya ibadah kepada Allah yang menjadi tujuan penciptaan manusia tidak lagi melekat dalam memori dan agenda tetap mereka. Padahal, Allah telah menetapkan misi kehidupan segenap manusia dalam ayat-Nya,

وَمَا خَلَقۡتُ ٱلۡجِنَّ وَٱلۡإِنسَ إِلَّا لِیَعۡبُدُونِ

“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat: 56)

Para ulama tafsir menjelaskan bahwa makna ibadah yang dimaksud dalam ayat ini adalah mentauhidkan Allah. Sementara tauhid itu tidak mungkin terwujud, kecuali dengan menggabungkan antara ibadah kepada Allah dan menolak segala bentuk syirik. Tauhid bukan sekedar mengakui Allah sebagai pencipta dan pemberi rezeki. Tauhid juga tidak berhenti bahwa Allah itu tunggal secara Zat-Nya. Lebih daripada itu, tauhid mengandung sikap pemurnian ibadah dengan segala bentuknya kepada Allah semata. Tauhid juga mengandung ketegasan sikap untuk berlepas diri dari syirik dan pembela-pembelanya.

Siapa panutanmu?

Para pemuda di mana pun berada -semoga Allah berikan taufik-Nya kepada kami dan anda-, patut untuk kita ingat bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam adalah panutan dan teladan bagi kita dalam menjalani kehidupan. Benar bahwa beliau telah wafat ratusan tahun yang silam. Akan tetapi, itu bukan berarti akhlak dan ajarannya tidak lagi sesuai dengan kondisi masa kini. Allah Ta’ala berfirman,

مَّن یُطِعِ ٱلرَّسُولَ فَقَدۡ أَطَاعَ ٱللَّهَۖ

“Barangsiapa yang menaati rasul, sungguh dia telah menaati Allah.” (QS. An-Nisa’: 80)

Islam adalah ajaran yang sempurna sehingga bisa diterapkan di mana pun dan kapan pun. Islam bukan hanya mengatur bagaimana seorang hamba beribadah kepada Rabbnya. Akan tetapi, Islam juga mengatur bagaimana manusia bergaul dengan manusia dan makhluk yang lainnya. Oleh sebab itu, sangat tercela apabila pemuda muslim di masa ini melupakan sejarah Nabinya shallallahu ‘alaihi wasallam dan lebih mengidolakan artis barat atau filosof kafir yang sudah jelas rusak akidahnya. Bahkan, seorang Yahudi pun (dengan kebencian dan kedengkiannya kepada kaum muslimin) bersaksi bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah mengajarkan segala perkara, bahkan sampai urusan buang air. Sebagaimana hal itu disampaikan kepada Salman Al-Farisi radhiyallahu ’anhu.

Allah berfirman,

فَلَا وَرَبِّكَ لَا یُؤۡمِنُونَ حَتَّىٰ یُحَكِّمُوكَ فِیمَا شَجَرَ بَیۡنَهُمۡ ثُمَّ لَا یَجِدُوا۟ فِیۤ أَنفُسِهِمۡ حَرَجࣰا مِّمَّا قَضَیۡتَ وَیُسَلِّمُوا۟ تَسۡلِیمࣰا

“Sekali-kali tidak, demi Rabbmu. Pada hakikatnya mereka belumlah beriman sampai mereka menjadikan kamu (rasul) sebagai pemutus perkara dalam urusan yang diperselisihkan di antara mereka, kemudian mereka tidak mendapati rasa sempit dalam hati mereka terhadap keputusan yang telah kamu tetapkan, dan mereka pun pasrah dengan sepenuhnya.” (QS. An-Nisa’: 65)

Banyak di antara anak muda zaman ini yang lebih percaya kepada ucapan para da’i penyeru kesesatan daripada petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Mereka tolak hadis Nabi dengan alasan sudah tidak cocok dengan perkembangan zaman. Sehingga bukan manusia yang harus tunduk kepada syariat Islam, tetapi Islamlah yang harus ditundukkan kepada hawa nafsu manusia dan keinginan-keinginan mereka yang diklaim lebih bijaksana. Subhanallah!

Apa manhajmu?

Ini adalah di antara pertanyaan yang paling tidak populer di zaman ini. Sebuah pertanyaan yang dianggap asing dan berpotensi memecah-belah umat. Padahal muatan dari pertanyaan ini tidak jauh beda dengan pertanyaan di alam kubur, “Apa agamamu?”

Mungkin banyak pemuda yang belum mendengar nasihat dan kaidah emas yang disampaikan oleh Imam Al-Barbahari rahimahullah bahwa Islam adalah sunah dan sunah itu adalah Islam. Yang dimaksud dengan sunah di sini adalah tata cara beragama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya. Sebagaimana telah dijelaskan dalam hadis Irbadh bin Sariyah yang sangat masyhur dan tercantum dalam Arba’in Nawawiyah bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan untuk berpegang teguh dengan sunahnya dan sunah para khulafa’ ar-rasyidin setelahnya. Inilah yang di masa ini disebut oleh para ulama akidah dengan istilah manhaj/jalan beragama.

Yaitu, wajibnya seorang muslim untuk mengikuti jalan/manhaj Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabatnya dalam beragama dan mendakwahkannya. Dengan bahasa lain, yaitu mengikuti manhaj salaf, manhaj Ahlu sunah waljamaah. Sebagaimana nasihat dari Imam Al-Auza’i rahimahullah, “Wajib bagimu untuk mengikuti jejak-jejak para ulama salaf, meskipun orang-orang menolakmu. Dan waspadalah kamu dari pendapat-pendapat akal manusia, walaupun mereka berusaha menghias-hiasinya dengan ucapan dan kalimat yang indah.” Nasihat ini dibawakan oleh Imam Ibnu Qudamah Al-Maqdisi rahimahullah dalam kitabnya Lum’atul I’tiqad.

Manhaj salaf bukanlah organisasi atau tarekat dan aliran yang terikat dengan kelompok/hizb tertentu. Akan tetapi, mereka yang mengikuti manhaj ini selalu berpegang dengan Al-Kitab dan As-Sunnah dengan pemahaman para salaf saleh. Hal ini menunjukkan bahwa penisbatan kepada salaf bukanlah perkara yang tercela atau mengada-ada. Sebab, ini semuanya adalah demi menjaga kemurnian agama dan melindungi kaum muslimin dari berbagai benturan syubhat dan kerusakan metode beragama yang dihembuskan oleh musuh-musuh Islam. Sehingga, sangat keliru orang yang menuduh bahwa manhaj salaf merupakan dalang di balik segala bentuk aksi terorisme dan paham radikal yang menumpahkan darah sesama kaum muslimin.

Apa programmu?

Tidak sedikit anak muda yang lalai dari tugas dan kewajibannya. Mereka melupakan program peningkatan kualitas dirinya dengan belajar agama. Padahal, belajar agama merupakan program harian yang tidak boleh disepelekan oleh para pemuda. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ يُرِدْ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ

“Barangsiapa yang Allah kehendaki kebaikan, niscaya Allah pahamkan dia dalam urusan agama.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Oleh sebab itu, kita diajari untuk berdoa meminta hidayah setiap kali salat dalam setiap rakaat. Kita juga berdoa setelah salat Subuh meminta ilmu yang bermanfaat sebelum rezeki yang baik dan amal yang diterima.

Bahkan, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga telah bersabda,

من سلك طريقًا يبتغي فيه علمًا سهل الله له طريقًا إلى الجنة

“Barangsiapa yang menempuh suatu jalan dalam rangka mencari ilmu agama, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR. Muslim).

Untuk itu, sangatlah aib bagi para pemuda di zaman ini, ketika teknologi informasi sedemikian canggih, kemudian mereka masih bermalas-malasan untuk belajar agama dan tidak mau menyisihkan waktunya untuk hadir di majelis ilmu di masjid-masjid.

Semoga Allah berikan taufik kepada para pemuda untuk menjadi teladan dan garda terdepan pembela agama ini dari serangan musuh-musuh agama dan perusak moral bangsa.

Washallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa‘ala alihi wasallam. Walhamdulillahi Rabbil ‘alamin.

***

Disusun oleh Ketua Umum Yayasan Pendidikan Islam Al-Atsari

– semoga Allah mengampuninya –

Penulis: Ari Wahyudi, S.Si.

© 2023 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/90024-kemana-arahmu-wahai-pemuda.html

Khotbah Jumat: Pentingnya Masa Muda dalam Islam

Khotbah Pertama

السَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَركَاتُهُ.

إِنّ الْحَمْدَ ِللهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ

أَشْهَدُ أَنْ لَاۧ إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ .

اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلٰى مَحَمَّدِ نِالْمُجْتَبٰى، وَعَلٰى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَهْلِ التُّقٰى وَالْوَفٰى. أَمَّا بَعْدُ فَيَاأَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ! أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ وَطَاعَتِهِ فَقَدْ فَازَ مَنِ اتَّقَى

فَقَالَ اللهُ تَعَالٰى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ:

يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

Ma’asyiral Muslimin, jemaah masjid yang dimuliakan Allah.

Mengawali khotbah kali ini, khatib berwasiat kepada diri khatib pribadi dan para jemaah sekalian agar senantiasa meningkatkan kualitas keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah Ta’ala. Baik itu dengan menjalankan seluruh ketaatan yang telah Allah Ta’ala perintahkan kepada kita, maupun meninggalkan seluruh larangan Allah Ta’ala. Allah berfirman,

وَمَنْ يَّتَّقِ اللّٰهَ يَجْعَلْ لَّهٗ مِنْ اَمْرِهٖ يُسْرًا

“Dan barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia menjadikan kemudahan baginya dalam urusannya.” (QS. At-Talaq: 4)

Jemaah salat jumat yang berbahagia, ketahuilah bahwa masa muda adalah fase terpenting dalam kehidupan manusia, karena ia merupakan pintu yang dapat membawa seseorang menuju dua arah yang berbeda, jalan kesuksesan ataupun jalan kehancuran. Oleh karena itu, pemuda mendapatkan perhatian khusus di berbagai negara, karena mereka adalah harapan, cita-cita, serta angan-angan sebuah bangsa.

Masa muda sungguh merupakan benih yang berharga, bila ia terlanjur tercerai berai dan tersisa-siakan, maka kecil kemungkinannya ia akan kembali bersemi dan membuahkan hasil panen yang baik. Semakin dewasa, yang tersisa hanyalah penyesalan dan kerugian. Oleh karena itu, Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam sejak jauh hari sudah memperingatkan umatnya akan hal ini. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

اغتنمْ خمسًا قبل خمسٍ شبابَك قبل هرمكَ وصحتَك قبل سَقمِكَ وغناكَ قبل فقرِك وفراغَك قبل شغلِك وحياتَكَ قبل موتِكَ

“Jagalah lima perkara sebelum datangnya lima perkara: (1) mudamu sebelum datang masa tuamu, (2) sehatmu sebelum datang masa sakitmu, (3) waktu luangmu sebelum datang waktu sibukmu, (4) kayamu sebelum miskinmu, dan (5) hidupmu sebelum matimu.” (HR. Ibnu Abi Ad-Dunya di dalam kitab Al-Qasru Al-Amal no. 111 dan Al-Hakim no. 7846 dan Al-Baihaqi di dalam Syu’abu Al-Iman no. 10248)

Jemaah yang dirahmati Allah Ta’ala, masa muda sangat mudah sekali dipengaruhi dengan pengaruh positif maupun negatif. Begitu besarnya dorongan hati dan rasa penasaran pada seorang pemuda membuat mereka sangat mudah terombang-ambing. Oleh karena itu, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam memberikan pengarahan khusus bagi mereka yang menggerakkan dakwah dan bergerak di bidang pendidikan agar mengarahkan pemuda menuju kebaikan dan ketaatan kepada Allah Ta’ala, sehingga tertutup semua pintu keburukan dari mereka karena tersibukkan dengan ketaatan kepada Allah Ta’ala.

Di dalam sebuah hadis, nabi menyebutkan perihal 7 golongan yang akan mendapatkan naungan Allah di hari kiamat. Salah satu di antara mereka adalah golongan pemuda. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

وَشَابٌّ نَشَأَ بِعِبَادَةِ اللهِ

“Seorang pemuda yang tumbuh dewasa dalam beribadah kepada Allah.” (HR. Bukhari no. 1423 dan Muslim no. 1031)

Allah Ta’ala juga memberikan pertanyaan khusus terkait pertanggungjawaban seorang manusia atas masa mudanya di hari kiamat. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لاَ تَزُولُ قَدَمُ ابْنِ آدَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عِنْدِ رَبِّهِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ خَمْسٍ: عَنْ عُمُرِهِ فِيْمَا أَفْنَاهُ، وَعَنْ شَبَابِهِ فِيْمَا أَبْلَاهُ، وَمَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيْمَا أَنْفَقَهُ، وَمَاذَا عَمِلَ فِيْمَا عَلِمَ

Tidak akan bergeser kaki manusia di hari kiamat dari sisi Rabbnya sehingga ditanya tentang lima hal: tentang umurnya dalam apa ia gunakan, tentang masa mudanya dalam apa ia habiskan, tentang hartanya darimana ia peroleh dan dalam apa ia belanjakan, dan tentang apa yang ia amalkan dari (ilmu) yang ia ketahui.” (HR. Tirmidzi no. 2416 dan Thabrani 9772)

Al-Qur’an kitab suci kita bahkan telah mengabadikan perihal pendidikan yang seharusnya diajarkan kepada seorang pemuda. Di antaranya terdapat di dalam kisah wasiat Luqman untuk anaknya, di mana wasiat tersebut terfokus pada pentingnya tauhid, esensi ibadah di dalam kehidupan, dan pentingnya berhias dengan akhlak terpuji saat bermuamalah dengan manusia lainnya. Allah Ta’ala berfirman menceritakan wasiat tersebut,

وَإِذْ قَالَ لُقْمَانُ لِابْنِهِ وَهُوَ يَعِظُهُ يَا بُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللَّهِ إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ

“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya, ‘Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.’” (QS. Lukman: 13)

وَوَصَّيْنَا الْإِنْسَانَ بِوَالِدَيْهِ حَمَلَتْهُ أُمُّهُ وَهْنًا عَلَى وَهْنٍ وَفِصَالُهُ فِي عَامَيْنِ أَنِ اشْكُرْ لِي وَلِوَالِدَيْكَ إِلَيَّ الْمَصِيرُ

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapaknya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu” (QS. Lukman: 14)

Di ayat ke-16 disebutkan,

يَا بُنَيَّ إِنَّهَا إِنْ تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ فَتَكُنْ فِي صَخْرَةٍ أَوْ فِي السَّمَاوَاتِ أَوْ فِي الْأَرْضِ يَأْتِ بِهَا اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ

“(Luqman berkata), ‘Hai anakku, sesungguhnya jika ada (sesuatu perbuatan) seberat biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya Allah akan mendatangkannya (membalasnya). Sesungguhnya Allah Maha Halus lagi Maha Mengetahui.’” (QS. Luqman: 16)

Di surat yang lain Allah menceritakan kepada kita tentang kisah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam. Bagaimana perjuangannya melawan kaumnya. Bagaimana caranya membantah syubhat kebatilan mereka dengan dalil dan petunjuk yang dapat dinalar oleh akal ketika mereka menyembah benda-benda langit. Dari kisah Nabi Ibrahim tersebut kita belajar bahwa seorang pemuda yang cerdas sewajarnya membekali dirinya dengan pengetahuan dan wawasan yang sejalan dengan zamannya, agar hujjah yang ia sampaikan semakin kuat dan mudah diterima, di samping juga harus membekali dirinya dengan akhlak yang baik.

Oleh karena semua itu, maka tugas orang tua, mereka yang lebih senior, mereka yang terjun langsung mendidik pemuda, untuk mau duduk bersama mereka, lapang dada di dalam menerima pendapat mereka yang lebih muda, dan mendengar keluh kesah mereka. Mengajarkan mereka untuk mengimbangi antara nalar dan dalil sebagaimana yang diajarkan oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam ketika datang seorang pemuda kepadanya dan mengatakan, “Wahai Rasulullah izinkan aku untuk berzina!” Sebuah permintaan yang tentu saja membuat mereka yang mendengarnya tercengang dan terkaget-kaget, sehingga para sahabat mendatangi pemuda tersebut dan menegurnya.

Akan tetapi, jemaah yang dimuliakan Allah Ta’ala, lihatlah bagaimana Rasulullah menyikapinya. Sungguh sikap Rasulullah dan tanggapan beliau menunjukkan dan mengajarkan tingginya akhlak beliau, serta bagaimana besarnya perhatian beliau terhadap pemuda. Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam berkata,

“Mendekatlah.” Pemuda itu pun mendekat lalu duduk. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Relakah Engkau jika ibumu dizinai orang lain?”

“Tidak, demi Allah, wahai Rasul!” sahut pemuda itu.

“Begitu pula orang lain, tidak rela kalau ibu mereka dizinai.”

Lanjut Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Relakah Engkau jika putrimu dizinai orang?”

“Tidak, demi Allah, wahai Rasul!” pemuda itu kembali menjawab.

“Begitu pula orang lain, tidak rela jika putri mereka dizinai.”

“Relakah Engkau jika saudari kandungmu dizinai?”

“Tidak, demi Allah, wahai Rasul!”

“Begitu pula orang lain, tidak rela jika saudara perempuan mereka dizinai.” “Relakah Engkau jika bibi – dari jalur bapakmu – dizinai?”

“Tidak, demi Allah, wahai Rasul!.”

“Begitu pula orang lain, tidak rela jika bibi mereka dizinai

“Relakah Engkau jika bibi – dari jalur ibumu – dizinai?”

“Tidak, demi Allah, wahai Rasul!”

“Begitu pula orang lain, tidak rela jika bibi mereka dizinai.”

Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam meletakkan tangannya di dada pemuda tersebut sembari berkata, “Ya Allah, ampunilah kekhilafannya, sucikanlah hatinya, dan jagalah kemaluannya.”

Setelah kejadian tersebut, pemuda itu tidak pernah lagi tertarik untuk berbuat zina. (HR. Ahmad, no. 22211)

Rasulullah tidak memarahi pemuda tersebut, tidak pula menghardiknya. Akan tetapi, beliau menjelaskan jawaban pertanyaan pemuda tersebut dengan cara diskusi, dan menggunakan sesuatu yang dapat dinalar oleh akal.

Sungguh, Nabi telah mengajarkan bagaimana caranya berinteraksi dan menyikapi kegelisahan para pemuda, yaitu dengan penuh kesabaran dan sikap yang cerdas. Karena jika bukan kita yang duduk berdiskusi dengan para pemuda dan mendengarkan kegalauan mereka, bisa dipastikan orang-orang yang sesatlah yang akan mendekati dan mempengaruhi mereka. Tentu kita tidak mau hal tersebut menimpa para pemuda kaum muslimin.

Baca Juga:

Jemaah salat jumat yang dirahmati Allah Ta’ala.

Agama Islam sangat memperhatikan kebutuhan jasmani seorang pemuda, sehingga menganjurkan mereka untuk menjaga kehormatan diri mereka dengan menikah, karena kebanyakan maksiat muncul dan timbul karena sebab syahwat. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ

“Wahai para pemuda, barangsiapa yang sudah sanggup menikah, maka menikahlah. Karena itu lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa itu obat pengekang nafsunya.” (HR. Bukhari no. 5056 dan Muslim no. 1400)

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga tidak menjadikan kefakiran sebagai penghalang dari dilangsungkannya sebuah pernikahan. Akan tetapi, yang menjadi patokan adalah kemaslahatan. Allah Ta’ala berfirman,

وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ إِنْ يَكُونُوا فُقَرَاءَ يُغْنِهِمُ اللَّهُ مِنْ فَضْلِهِ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ

“Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin, Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas (pemberian-Nya) lagi Maha Mengetahui.” (QS. An Nur: 32)

Beliau sebagai suri teladan kita telah mencontohkan hal ini. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menikahkan putri-putri beliau dengan orang-orang saleh dari kalangan sahabat dan beliau menentukan mahar yang mudah dan ringan atas anak-anak perempuannya. Hal ini juga yang dipraktikkan oleh para sahabat radhiyallahu ‘anhum.

Semoga Allah Ta’ala menjaga pemuda kaum muslimin dari besarnya gempuran fitnah di akhir zaman ini, menjaga mereka dari kerusakan dan terjatuh ke dalam fitnah syubhat dan syahwat. Semoga Allah Ta’ala memperbaiki kondisi pemuda muslim sehingga mereka bisa menjadi harapan dan lentera bagi yang lain di masa depan nanti. Amiin ya Rabbal ‘aalamiin.

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ

Khotbah Kedua.

اَلْحَمْدُ للهِ وَكَفَى، وَأُصَلِّيْ وَأُسَلِّمُ عَلَى مُحَمَّدٍ الْمُصْطَفَى، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَهْلِ الْوَفَا. أَشْهَدُ أَنْ لَّا إِلهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ أَمَّا بَعْدُ،

فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُوْنَ، أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ الْعَلِيِّ الْعَظِيْمِ وَاعْلَمُوْا أَنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ عَظِيْمٍ، أَمَرَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَالسَّلَامِ عَلَى نَبِيِّهِ الْكَرِيْمِ فَقَالَ: إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا،

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ والْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ،

اللهم ادْفَعْ عَنَّا الْبَلَاءَ وَالْغَلَاءَ وَالْوَبَاءَ وَالْفَحْشَاءَ وَالْمُنْكَرَ وَالْبَغْيَ وَالسُّيُوْفَ الْمُخْتَلِفَةَ وَالشَّدَائِدَ وَالْمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، مِنْ بَلَدِنَا هَذَا خَاصَّةً وَمِنْ بُلْدَانِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ

رَبّنَا لاَتُؤَاخِذْ نَا إِنْ نَسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الّذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبّنَا وَلاَ تًحَمّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.

اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى ، والتُّقَى ، والعَفَافَ ، والغِنَى

اللهمّ أحْسِنْ عَاقِبَتَنَا فِي الأُمُورِ كُلِّهَا، وَأجِرْنَا مِنْ خِزْيِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ الآخِرَةِ

رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ.

وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ

عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

***

Penulis: Muhammad Idris, Lc.

Sumber: https://muslim.or.id/75414-khotbah-jumat-pentingnya-masa-muda-dalam-islam.html

Pemuda Hebat, Seperti Apa?

Kisah tentang kehebatan pemuda, juga digambarkan dalam Alquran

“Beri kami sepuluh pemuda, maka akan kami guncangkan dulu,” demikian ungkapan populer dari Bung Karno yang menggambarkan betapa hebatnya kaum muda itu. 

Mantan ketua PP Muhammadiyah KH AR Fachrudin mengatakan, bedanya orang muda dengan orang tua adalah orang muda mengangankan dan mencita-citakan masa depannya, sedangkan orang tua membanggakan masa lalunya. Sehingga, kalau ada orang sudah senang dan bangga dengan masa lalunya, berarti pertanda sudah tua, begitupun sebaliknya. 

Imam Syafii mengatakan, “Sungguh pemuda itu distandardisasi dari kualitas ilmu dan ketakwaannya. Jika keduanya tidak melekat pada struktur kepribadiannya, ia tidak layak disebut pemuda. Pemuda hari ini adalah pemimpin di masa depan (syubbanul yaum rijalul ghadz). Dengan demikian, nasib bangsa Indonesia ke depan ditentukan oleh pemuda saat ini. 

Berdasarkan data Worldometers, saat ini Indonesia memiliki jumlah penduduk 269 juta jiwa penduduk atau 3,49 persen dari total populasi dunia dan berada di peringkat keempat negara berpenduduk terbanyak di dunia setelah Tiongkok (1,42 miliar jiwa), India (1,37 miliar jiwa), dan Ame rika Serikat (328 juta jiwa), dan terbesar di Asia Tenggara. Persentase Populasi Kaum Muda (usia < 35 tahun) di Indonesia 61 persen. Suatu potensi yang luar biasa sehingga Indonesia mendapatkan bonus demografi. 

Kisah tentang kehebatan pemuda, juga digambarkan dalam Alquran yang disebut dengan Ash habul kahfi, yaitu sekelompok anak muda yang memiliki integritas moral (iman). “Mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk.” (QS al-Kahfi 13). 

Lantas apa syarat yang harus dipenuhi untuk menjadi pemuda hebat? Pertama, memiliki ilmu dan wawasan yang luas sehingga diangkat derajatnya oleh Allah. (QS al- Mujadalah 11). Karena itu, pemuda harus terus-menerus belajar untuk mencapai jenjang pendidikan tertinggi. 

Kedua, memiliki akhlak yang mulia, sebagaimana telah diteladankan oleh Rasulullah SAW yang pada saat masih muda mendapatkan predikat al-Amin (orang tepercaya) karena keluhuran akhlaknya (QS al-Qolam, 4). Ketiga, men jaga diri dari pergaulan negatif yang dapat membawa nya pada perbuatan dosa dan maksiat. Nabi SAW meng ingat kan; apabila bergaul dengan tukang minyak wangi, akan ketularan bau wangi, sedangkan jika bergaul dengan tukang pandai besi maka akan kena asap dan kecipratan api. 

Keempat, disiplin menggunakan waktu. Sebab, akan menjadi kunci kesuksesan dalam hidup. Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam surah al-Ashr ayat 1-3, yakni tentang pentingnya menggunakan waktu dengan sebaikbaiknya, sehingga kita tak termasuk golongan orang rugi.  

Kelima, memiliki jiwa mandiri dan profesional. Karena itu, Pemuda harus terus-menerus berjuang untuk menguasai ilmu pengetahuan, memperluas spektrum pergaulan untuk memperkaya jejaring serta tak kenal lelah untuk berlatih agar menjadi profesional. 

Jadi, jika pemuda Indonesia mampu memenuhi kelima syarat tersebut, insya Allah Indonesia akan menjadi negara yang adil dan makmur. Baldhatun thoyibatun warrabun ghafur. Wallahu’alam. n 

Oleh: Faozan Omar

KHAZANAH REPUBLIKA

Insiprasi Kaum Muda

Imam Ahmad bin Hambal rahimahullah mengungkapkan, “Saya menggambarkan masa muda itu seperti sesuatu yang ada di lengan bajuku, lalu jatuh.” (Manaqibul Imam Ahmad, karya Ibnu Jauzi, hlm. 195).

Masa muda merupakan fase penting dalam kehidupan seorang muslim. Ia pada hakikatnya sebentar dan perlahan beranjak tua. Ketika badan masih sehat, pikiran masih cemerlang, dan semangat masih menggebu-gebu, maka seorang pemuda-pemudi harus mengisi hari-harinya dengan amal ketakwaan, antusias menuntut ilmu, berkiprah dalam memberikan kontribusi positif kepada orang lain dan teguh membela kebenaran.
Hafshah binti Sirrin berkata, “Wahai para pemuda, kerahkanlah potensi kalian selagi kalian masih muda, karena saya tidak melihat adanya kemungkinan beramal kecuali di masa muda.” (Dikutip dari buku Manajemen Waktu Para Ulama, Syaikh Abdul Fattah, hlm. 194).

Dalam mukadimah kitabnya yang monumental, Al-Majmu‘ (I/169), Imam Nawawi pernah mengatakan, “Hendaklah seorang pelajar menggunakan kesempatan guna menghimpun ilmu ketika masa luang, masih bersemangat, masa muda, badan masih kuat, ide masih cermerlang, dan kesibukan masih minim, sebelum ia terhalangi oleh masa-masa mengganggu”.

Generasi muda kaum muslimin hendaknya menjadikan pendahulunya, generasi didikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagai inspirasi sekaligus teladan terdepan dalam keimanan serta ketakwaan. Keberanian ‘Ali bin Abi Thalib, kedalaman lautan ilmu ‘Aisyah, kesederhanaan Mus’ab bin Umair, kefakihan Ibnu ‘Abbas, dan lainnya adalah contoh keberhasilan generasi salaf yang seharusnya menjadi spirit generasi muda saat ini.
Dan ketika remaja muslim tidak disibukkan dengan amal kebaikan, maka ia akan tersibukkan dengan kebalikannya -keburukan-, atau minimalnya sesuatu yang sia-sia tanpa faedah. Celah inilah yang digunakan para musuh Islam untuk melumpuhkan generasi ini, dengan berbagai makar dan propaganda menyesatkan agar mereka menjauh dari petunjuk Islam.

William Edward Gladstone, mantan perdana menteri Inggris pernah mengatakan, “… percuma kita memerangi umat Islam dan tidak akan mampu menguasainya selama di dada para pemuda Islam itu bertengger Al-Qur’an. Tugas kita sekarang adalah mencabut Al-Qur’an dari hati-hati mereka, baru kita akan menang dan menguasai mereka. Minuman keras dan musik lebih menghancurkan umat Muhammad daripada 1000 meriam. Oleh karena itu, tanamkan dalam hati mereka rasa cinta terhadap materi dan seks.” (dikutip dari Elfata, edisi 02, vol. 14, 2014)

Jelaslah bahwa salah satu target para pendengki Islam adalah merusak generasi mudanya. Oleh karena itu, para pemuda haruslah waspada dan jangan mudah terprovokasi dengan berbagai gaya hidup kaum kuffar dan pemikiran menyimpang. Maka, marilah kita kembali kepada Islam, dalam hal keyakinan, pemikiran, ibadah, akhlak, dan muamalah sebagaimana yang telah dipraktikkan oleh generasi salaful ummah.

Sebagai akhir risalah ini, perlu direnungkan sebuah nasihat dari Muhammad bin ‘Ali rahimahullah kepada anak lelakinya, “Wahai anakku, berhati-hatilah kamu dari sikap malas dan bosan. Sesungguhnya keduanya adalah kunci dari setiap keburukan. Sesungguhnya jika kamu malas, maka engkau tidak akan mampu melaksanakan kebenaran dan jika kamu bosan, maka engkau tidak akan bersabar di atas kebenaran.” (Tahdzibul Hilyah Auliya’, I/507)

Yang muda yang bertakwa, ialah profil generasi muda yang menghiasi hidupya dengan iman dan senantiasa meniti jalan yang lurus dalam rangka beribadah semata kepada-Nya.

***

Penulis: Isruwanti Ummu Nashifa

Referensi: Manajemen Waktu Para Ulama, Syaikh Abdul Fattah, Zam-zam, Solo, 2012. Elfata, edisi 02, vol. 14, 2014.

Baca selengkapnya https://muslimah.or.id/11089-insiprasi-kaum-muda.html

Pemuda yang Diganjar Bidadari Surga

Kisah berikut ini dinukilkan oleh Abd al-Wahid bin Zaid, seorang tokoh sufi terkemuka Bashrah pada masa Dinasti Umayyah, seperti yang terdapat dalam Kitab al-Zuhd wa al-Raqaiq. Kisah tentang janji Allah SWT bagi mereka yang mati syahid dalam peperangan. Allah akan mengganjar mereka kenikmatan surga dengan segala isinya.

Saat itu, pasukan Abd al-Wahid sedang bersiap untuk berperang melawan musuh. Kisah ini terjadi pada zaman keemasan Islam, sekitar zaman Dinasti Bani Umayyah. Beberapa sahabatnya segera bersiap dan membacakan ayat-ayat Alquran yang menegaskan janji Allah tersebut, salah satunya surah at-Taubah ayat 111:

“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan Alquran. Dan, siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka, bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.”

Seorang pemuda yang masih berusia belia, sekira 15 tahun, menghadap Abd al-Wahid. Ia tak lagi memiliki keluarga. Sang ayah wafat dengan warisan melimpah. Sang pemuda adalah pewaris tunggal.

Pemuda itu bertanya kepada Abd al-Wahid. ”Benarkah Allah akan membayar jiwa dan harta orang-orang mukmin dengan surga?” tanya sang pemuda. Ia pun membenarkannya.

Sang pemuda pun kemudian menyatakan dirinya sanggup menyerahkan jiwa dan hartanya demi surga dengan maksud ingin ikut jihad berperang.

Abd al-Wahid pun berkata, “Wahai, Saudaraku, sesungguhnya tebasan pedang itu sangat dahsyat, sedangkan engkau masih sangat belia. Aku khawatir, engkau tidak mampu bersabar dan akhirnya lemah ketika menghadapi ujian itu.”

Sang pemuda tetap memantapkan hatinya untuk berjihad di jalan Allah. ”Wahai, Abd al-Wahid , sesungguhnya aku telah menjual jiwaku kepada Allah dengan imbalan surga. Dan, aku sangat bergembira, aku telah bersumpah kepada Allah dengan sungguh-sungguh untuk menyerahkan diriku kepada-Nya,” katanya menegaskan.

Mendengar perkataan pemuda tersebut, Abd al-Wahid merasa jiwanya berubah menjadi kerdil dan lalai. Ia membayangkan anak laki-laki semuda itu mampu berpikir dengan indahnya.

Kemudian, pemuda itu segera mengambil seluruh harta yang dia miliki dan dia infakkan semuanya kecuali seekor kuda dan persenjataan yang dia miliki. Ketika datang waktu keluar untuk berjihad, pemuda itulah orang yang pertama kali maju untuk berjihad.

Mereka mulai melakukan perjalanan menuju medan perang. Selama itu pula si pemuda selalu memenuhi harinya dengan berpuasa pada siang hari serta menegakkan qiyamul lail pada malam harinya.

Pemuda tersebut juga yang memenuhi keperluan semua perbekalan dan kuda-kuda tunggangan pasukan. Dia juga yang berjaga ketika pasukan yang lain tidur. Terus-menerus, pemuda itu melakukan amalnya sampai pasukan tersebut menghadapi musuh di negeri Romawi.

Suatu hari, sang pemuda pun berkata, “Betapa rindunya aku pada al-ain al-mardhiyyah (nama panggilan untuk bidadari surga).” Abd al-Wahid pun mempertanyakan apa yang dimaksudkan oleh pemuda tersebut.

Mimpi

Sang pemuda kemudian bercerita, tadi ia sempat mengantuk dan tertidur sekejap. Kemudian, ia merasa tiba-tiba seorang laki-laki mendatanginya. Laki-laki itu berkata pada sang pemuda, “Pergilah engkau menuju al-ain al-mardhiyyah.”

Laki-laki itu kemudian membawa sang pemuda menuju sebuah taman yang di dalamnya terdapat sungai yang alirannya terbuat dari air yang tidak berubah bau dan tidak berasa. Di pinggir sungai itu terdapat sekelompok gadis jelita yang memakai perhiasan yang sangat indah.

Ketika melihat kedatangan sang pemuda, gadis-gadis itu menyambutnya dengan ceria dan berkata, “Inilah dia suami al-aina al-mardhiyyah!”

Sang pemuda kemudian mengucapkan salam dan berkata, “Apakah salah seorang di antara kalian ini ada yang bernama al-aina al-mardhiyyah?”

Para gadis itu pun menjawab, “Tidak ada, tetapi kami ini hanyalah para dayang dan pelayannya semata. Berjalanlah terus ke depan maka engkau akan bertemu dengannya.”

Perjalanan sang pemuda terus berlanjut. Ia kemudian menemui banyak taman indah dengan berbagai sungai ajaib dari yang aliran airnya merupakan air susu, khamr, hingga madu yang jernih.

Di tiap taman pun selalu ada para gadis jelita yang makin cantik dengan perhiasan yang makin indah. Namun, tak satu pun dari mereka yang bernama al-ain al-mardhiyyah.

Hingga akhirnya, sampailah ia pada sebuah istana yang terbuat dari mutiara putih. Di depannya ada seorang gadis yang kemudian bertutur pada seseorang, “Wahai, al-aina al-mardhiyyah, ini suamimu telah datang.”

Sang pemuda pun mengarahkan pandangannya pada gadis yang bernama al-ain al-mardhiyyah tersebut. Bidadari tersebut sedang duduk di atas ranjang emas dengan mengenakan mahkota yang terbuat dari permata dan mutiara.

Kecantikan sang bidadari membuat sang pemuda takjub, tak bisa berkata-kata lagi. Sang bidadari pun berkata, “Selamat datang, wahai Waliyur-rahman, telah dekat waktu kehadiranmu kepada kami.”

Sang pemuda pun berjalan mendekati bidadari untuk memeluknya, tetapi ditolak. Dengan lembut sang bidadari pun berkata, “Jangan tergesa-gesa, belum tiba waktunya bagimu untuk dapat memelukku. Engkau masih memiliki ruh di dalam jasad maka berpuasalah esok hari, kemudian engkau akan berbuka bersama kami malam harinya.”

Tiba-tiba, sang pemuda pun terbangun dari mimpinya. Saat sedang menceritakan kisahnya tersebut, tiba-tiba datang gerombolan musuh menyerang pasukannya.

Sang pemuda segera bangkit untuk menghadapi serangan tersebut dan berhasil mengalahkan sembilan orang dari pasukan musuh. Hingga saat menghadapi musuh ke-10, sang pemuda itu kalah. Ia mati syahid.

Tubuhnya yang berlumuran darah itu pun telah ditinggalkan oleh ruhnya. Wajahnya menyunggingkan senyuman yang indah. Tampaknya, inilah waktu saatnya bertemu bidadari surga tersebut.

 

MOZAIK REPUBLIKA

Siapkan Dirimu, Pemuda

Pemuda mempunyai pengaruh sangat besar terhadap kema juan suatu bangsa. Pemuda menjadi elemen penting bagi keberlangsungan hidup sebuah bangsa. Itu sebabnya presiden per tama Indonesia Sukarno dalam beberapa pidatonya menyinggung tentang pemuda.

Kalimat yang terkenal hingga kini tentang pemuda yakni, Beri aku seribu orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya. Beri aku sepuluh pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia. Kalimat heroik itu menan- dakan bahwa pemuda sangat pen ting untuk sebuah bangsa.

Ustaz Oemar Mita dalam kajian tematik Siapkan Dirimu, Pemuda di Masjid Cut Meutia, Jakarta, belum lama ini, mengajak pemuda ikut berperan aktif memajukan bangsa dan agamanya. Sebab, Allah SWT dalam beber- apa firmannya menceritakan tentang peran pemuda.

Dalam QS al-Kahfi ayat 13, Kami kisahkan kepadamu (Muham mad) cerita ini dengan benar. Sesungguhnya mereka adalah pemuda-pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk. Ayat tersebut menandakan bahwa Allah akan mengagu- mi pemuda yang mampu hidup di jalan Allah.

Selain Alquran, banyak hadis yang menjelaskan tentang peran pemuda. Di antaranya dari Imam Ahmad yang mengatakan bahwa Allah akan mengagumi pemuda yang istiqamah menjalankan perintah Allah. Karena pemuda me miliki syahwat dan nafsunya yang besar. Jika mampu menghadapinya maka Allah akan ka gum. Makanya Allah abadikan Ashabul Kahfi, ujar Ustaz Oe mar.

Nabi Muhammad SAW menye butkan bahwa akan ada tujuh golongan yang akan mendapatkan garansi naungan dari Allah, salah satunya pemuda. Na mun, kata Ustaz Oemar, mereka yang konsisten selama hidupnya beribadah kepada Allah. Ustaz Oemar menilai peradaban Islam dibangun dan mengalami kemajuan karena peran pemuda. Con toh pemuda Islam yang memiliki peran besar terhadap kemajuan Islam adalah Abdullah bin Umar, Ibn Abbas, dan Saad bin Mu’ad.

Tonggak-tonggak kejayaan Islam itu pemuda. Kekuatan pemuda tidak bisa diremehkan. Peradaban bisa dibangun karena pemuda, kata Ustaz Oemar.

Karena itu, dia menilai, orang kafir akan mengetahui jika pemuda Islam mampu dibuatnya rusak maka kebangkitan Islam akan bisa dicegah. Orang kafir akan selalu berusaha menjauhkan pemuda dari keimanannya. Ustaz Oemar pun mengingatkan agar pemu da tetap kuat dalam men jaga keimanannya.

 

REPUBLIKA

Idhotun Nasyi’in Beri Motivasi Pemuda

Secara resmi, kitab Idhotun Nasyi’in tidak termasuk bacaan wajib yang tercantum dalam silabus atau kurikulum pesantren. Namun, kitab tersebut menjadi bacaan favorit para santri yang sudah menguasai bahasa Arab.

Bersama kitab-kitab lain, seperti ‘Usfhuriyah’ (al-Mawa’iz al-Ushfuriyah) karya Syekh Muhammad Abu Bakar, kitab ini dikategorikan sebagai “lektur” pesantren atau bahan rujukan penambah pengetahuan.

Daya tarik kitab tersebut terdapat pada isinya yang mengandung motivasi bagi para pemuda untuk memiliki akhlak mulia, etos kerja tinggi, dan siap berjuang di segala bidang kehidupan. Maka, selain berisi paparan panjang lebar yang bersumber dari Alquran dan sunah Rasulullah SAW, terdapat pula kutipan-kutipan puisi dan pepatah Arab.

Para santri sering mengutip kembali puisi dan pepatah itu. Biasanya, pepatah itu dituliskan kembali dalam bentuk kaligrafi, lalu ditempelkan di dinding-dinding ruang pondok. Sebagai tanbih dan tazkirah (peringatan, perhatian) yang dapat terbaca setiap saat.

Menurut beberapa keterangan, tulisan-tulisan yang termuat dalam Idhotun  Nasyi’in semula merupakan tulisan-tulisan lepas pengisi rubrik tetap Idhotun Nasyi’in (Nasihat untuk Kaum Remaja) pada surat kabar Almufid Beirut dan tercantum nama penulisnya, Abu Fayyadl. Karena mendapat sambutan hangat dari para pembaca surat kabar tersebut, kitab tersebut dijadikan buku yang mengalami cetak ulang berkali-kali.

Karena tulisan-tulisan dalam Idhotun Nasyi’in ditujukan kepada kaum pemuda; Syekh Musthofa al-Ghulayani, pengarang kitab ini, membuka beberapa tulisannya dengan seruan Ya Fityan atau Ya Syubban (Wahai, Para Pemuda).

Secara perinci, beliau mengupas berbagai permasalahan yang menjadi problem umum para pemuda dan cara mengatasinya, seperti putus asa, kesal, kehilangan pedoman, merasa tersingkir dari pergaulan, dan sebagainya. Sebuah kata mutiara mengenai keharusan para pemuda bersikap tegar menghadapi cobaan sangat dikenal di kalangan para santri tahun 1950-an. Kutipannya sebagai berikut.

Aqbil ala naumizzaman
Wa in aba-u qalbuj jarih
Wa inna li kulli syai’in akhir.
(Hadapi segala tantangan zaman
Dengan semangat tegar
Sesungguhnya segala sesuatu akan berakhir).

Para pemuda tidak perlu berkeluh kesah menghadapi segala kesulitan, baik internal maupun eksternal. Diperlukan keteguhan hati dalam mengatasinya serta berkeyakinan bahwa segala sesuatu akan berubah dan berakhir.

Musthofa al-Ghulayani hidup tatkala Lebanon masih merupakan bagian Syria Raya yang berada di bawah kekuasaan Turki Utsmani (1330-1924). Namun, pada Perang Dunia I (1914-1918), daerah ini diduduki oleh pihak lain. Kemudian, pada Mei 1926, berdiri Republik Lebanon, pecahan Syria Raya. Pada Mei 1930, berdiri pula Republik Syria. Kolonialis Prancis sengaja memecah belah wilayah itu agar lebih mudah menguasainya.

Penulis: Girsang Slamet Hizbul Wathon

 

sumber:Republika Online

Jadilah Pemuda Cerdas dan Kreatif

Dalam kitabnya Idhotun Nasyi‘in, Musthofa al-Ghulayani mengkritik perilaku para pemuda yang acuh (tidak peduli) dengan perjuangan bangsanya. Yang hanya mau tampil pada saat-saat senggang dan tenang.

Namun, enggan turun ke medan laga bila bersimbah keringat bersama para pejuang tulen. Dan, jika sukses tercapai, dia yang paling dulu tampil. Seolah-olah dia pemimpin kemenangan. Padahal, tatkala orang lain menyabung nyawa, dia justru asyik berhura-hura atau mereguk kesenangan semu, sedangkan orang lain mencari nilai-nilai kepahlawanan nyata.

Itulah watak pemuda culas yang disindir oleh pepatah Arab, La fi al-‘ir wa la nafir. (Mereka tidak tergolong pada pasukan berunta (kavaleri), tidak juga pada pasukan jalan kaki (infanteri)).

Fenomena semacam itu, menurut al-Ghulayani, selalu muncul di sembarang waktu dan sembarang tempat. Dan, kelompok ‘pecundang’ semacam ini sering mendapat peluang memperoleh kedudukan, sedangkan para pejuang asli terlupakan dan terlantar.

”Al hasud ya yasud,” kata al-Ghulayani yang mengutip pepatah Arab yang berarti ‘pendengki tidak mungkin memegang kendali (kepemimpinan)’.

Maksudnya, manusia-manusia yang mengidap iri dengki mustahil dapat menjadi pelopor dan pemimpin suatu umat. Jika telanjur terjadi, ancaman disintegrasi, huru-hara, kudeta, dan kebencian akan selalu membayangi kepemimpinan atau pemerintahan suatu institusi.

Tokoh pemimpin yang mengutamakan iri hati merupakan wujud kepengecutan dan ketakutan tak beralasan. Sehingga, yang dipikirkannya hanya mempertahankan kekuasaan dan menyingkirkan lawan-lawan yang diduga mengincar kedudukannya. Hal ini akan membuat dirinya sebagai pemimpin serta umat yang dipimpin tidak akan pernah mendapat kemajuan, kenikmatan, dan kesenangan, baik lahir maupun batin.

Tapi, Allah SWT tidak akan membiarkan keadaan itu berlarut-larut. Setiap pendengki dan pengiri hati akan terperangkap oleh keiridengkiannya sendiri.

Hal ini seperti pepatah Arab yang mengatakan, Lillahi darul hasadi, ma a’dalahu bada-a bi shohibihi fa qotalahu. (Allah SWT Maha Mengetahui daya upaya pendengki dan alangkah adil ketentuan yang ditetapkan-Nya).

Dengki itu bagai jaring yang dipasang pendengki (untuk menjebak orang lain). Namun, jaring itu justru menjebak dan membunuh pemasangnya sendiri.

Para pemuda dianjurkan bersikap halus, lemah lembut, berprasangka baik, namun tetap waspada agar terhindar kejahatan yang dilakukan oleh orang yang berpura-pura baik. “Ittaqi syarra man ahsanta ilaihi,” kata pepatah Arab. Berhati-hatilah terhadap kejahatan yang dilakukan oleh orang yang mendapat kebaikanmu.

Penulis: Girsang Slamet Hizbul Wathon

 

sumber: Republika Online