DALAM setiap acara parenting yang saya ikut mengisi acara, seringkali saya tekankan pentingnya makanan halal yang dikonsumsi anak-anak kita. Makanan haram sungguh telah menjadi penghalang datangnya hidayah, hadirnya kekhusyu’an dalam beribadah. Sebaliknya, makanan halal sungguh memiliki pengaruh positif yang baik akan perkembangan psikologi dan spiritual anak.
Ada kisah menarik dari Syekh Ismail, ayahanda Imam Bukhari pemilik kitab hadits paling shahih itu. Banyak orang tercengang dengan kecerdasan dan kekuatan hapalan serta keshalihan Imam Bukhari ini. Apakah kira-kira rahasinya kok bisa sehebat itu.
Beliau menyatakan bahwa salah satu rahasianya adalah: “Satu dirhampun dari hartaku tak kujumpai ada yang syubhat (samar-samar atau tidak jelas halal haramnya)”.
Luar biasa, bukan? Yang syubhat saja tidak ada, apalagi yang haram. Kisah seperti ini rupanya sangat banyak di zaman dahulu. Kalau untuk jaman kini saya no comment saja. Ada lagi orang tua yang berprofesi petani, setiap pulang dari ladangnya dia menutup rapat mulutnya takut tanpa sengaja memakan tanaman orang lain yang dilalui di jalan pulangnya. Anak-anaknya kemudian menjadi ahli Quran dan imam orang-orang shalih.
Ingin anak-anak kita mudah diatur dan mudah diarahkan? Mudah dibimbing dan mudah diajari kebenaran dan kebaikan? Yakinkan bahwa makanan kita dan makanan anak kita adalah dari sesuatu yang jelas kehalalannya. Jelas kehalalannya yang saya maksud adalah halal dari sisi barangnya dan halal dari sisi cara memperolehnya.
Jangan biasa ikut berebut sesuatu yang haram. Setuatu yang haram tak pernah ditakdirkan menjadi sesuatu yang membahagiakan dan mensukseskan kita dalam makna yang sesungguhnya. Lalu bagaimana kalau sudah ada yang kadung dimakan dan menjadi darah daging kita? Apa solusinya? Kita kaji bersama dalam kajian darat (off line). Salam, AIM. [*]