Apakah Anda Menginginkan Anak Saleh ?

Apakah Anda menginginkan anak saleh? Tentu setiap orang akan menjawab iya. Semua orang tua pasti berharap anaknya menjadi anak yang saleh. Sudah barang tentu untuk mewujudkannya perlu usaha yang harus dilakukan. Berikut penjelasan Syekh ‘Abdurrazzaq bin ‘Abdil Muhsin Al-Badr hafidzahullah mengenai 10 kiat yang perlu diperhatikan dalam mendidik anak agar menjadi anak yang saleh.

Allah Ta’ala berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَاراً وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” (QS. At-Tahrim : 6)

Ayat ini merupakan dasar penting mengenai wajibnya mendidik anak. Orang tua wajib mewujudkan pendidikan anak, yaitu mengajarkan mereka kebaikan dan menjauhkan dari perbuatan kemaksiatan sehingga tidak terjerumus ke dalam neraka. Perkara ini merupakan tanggung jawab besar bagi kedua orang tua.

Untuk bisa membantu suksesnya proses pendidikan dalam rangka mewujudkan generasi anak saleh  -bi’idznillah-, ada beberapa poin penting yang harus diperhatikan:

Pertama: Senantiasa meminta pertolongan Allah dengan doa

Hendaknya orang tua senantiasa meminta pertolongan dengan doa agar Allah memberi hidayah, memberi kebaikan, memberikan bimbingan, serta menjauhkan dari fitnah dan keburukan pada anak-anak mereka, sehingga mereka kelak menjadi keturunan yang saleh. Bahkan, berdoa dimulai sejak sebelum sang anak lahir agar kelak setelah lahir, mereka bisa menjadi anak yang saleh.

Di antara doa yang bisa dipanjatkan adalah yang diajarkan oleh Allah dalam Al-Qur’an,

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَام

Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami dari istri-istri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami sebagai pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa.“ (QS. Al-Furqan :25)

Begitu pula doa yang dipanjatkan oleh Nabi Ibrahim ‘alaihis salam,

رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ

Ya Rabbku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh.“ (QS. Ash-Shaffat: 100)

Demikian pula, doa beliau yang lain,

رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلَاةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِي رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاءِ

“Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan dari anak cucuku orang-orang yang tetap mendirikan salat. Ya Tuhan kami, kabulkanlah doaku.” (QS. Ibrahim: 40)

Doa orang tua adalah salah satu doa yang mustajab dan tidak tertolak. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ لاَ تُرَدُّ دَعْوَةُ الْوَالِدِ ، وَدَعْوَةُ الصَّائِمِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ

Ada tiga doa yang tidak tertolak, yaitu: (1) doa orang tua, (2) doa orang yang berpuasa, dan (3) doa seorang musafir.” (HR. Al-Baihaqi, shahih)

Maka, orang tua hendaknya senantiasa mendoakan kebaikan untuk anaknya. Para orang tua perlu waspada, jangan sampai mendoakan keburukan untuk anak-anaknya, karena doa orang tua mustajab. Sebagian orang tua karena terlalu emosi terkadang mendoakan kejelekan untuk anak-anaknya. Yang seperti ini harus dihindari karena doa orang tua adalah doa yang mustajab untuk anaknya.

Mari perbanyak doa kebaikan untuk anak kita, karena ini merupakan modal utama untuk mewujudkan keturunan yang saleh.

Kedua: Menjadi teladan yang baik

Orang tua hendaknya semangat untuk menjadi teladan yang baik bagi para anaknya. Berusaha untuk terus memperbaiki diri dengan melaksanakan kewajiban dan perintah  agama, menjaga dari perbuatan kemaksiatan, serta berhias diri dengan akhlak mulia. Umumnya anak akan meniru orang tuanya, dia akan melihat dan mencontoh perbuatan yang dilakukan oleh orang tuanya. Sudah merupakan tabiat anak, akan mencontoh orang terdekat yang ada di rumahnya, yaitu kedua orang tuanya. Oleh karena itu, kedua orang tua harus menjadi teladan yang baik di dalam rumahnya. Yang paling penting, orang tua harus bisa menjadi contoh dalam menjalankan kewajiban agama, melaksanakan ibadah, dan meninggalkan berbagai kemaksiatan.

Ketiga: Membutuhkan kesabaran

Dalam mendidik anak, kita perlu bersungguh-sungguh dan membutuhkan kesabaran. Allah Ta’ala berfirman,

وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا

Dan perintahkanlah kepada keluargamu untuk mengerjakan salat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya.“ (QS. Thaha: 132)

Kesabaran ini dibutuhkan dalam setiap kondisi. Sabar dalam menghadapi perilaku anak yang beragam, yang terkadang melakukan kesalahan. Hendaknya orang tua maklum dan memaafkan kesalahan anak sambil tetap menasihatinya. Allah Ta’ala berfirman,

خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ

Jadilah Engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.“ (QS. Al-A’raf : 199)

Sabar juga dibutuhkan di dalam mendidik, mengarahkan, dan menasihati setiap hari. Jika anak melakukan kebaikan, hendaknya dipuji. Jika melakukan kemungkaran, diperingatkan dan dilarang. Demikian pula, sabar ketika memerintahkan mereka untuk melakukan kewajiban atau menyuruh mereka untuk melakukan ibadah. Semua proses ini membutuhkan kesungguhan dan kesabaran.

Keempat: Menyediakan sarana kebaikan

Orang tua hendaknya menyediakan sarana yang bermanfaat bagi anak. Di zaman ini, banyak terdapat wasilah kerusakan, namun banyak juga sarana yang tidak ada sebelumnya yang bisa memberikan manfaat. Sebagaimana terdapat banyak sarana kejelekan, banyak pula sarana menuju kebaikan seperti kaset, video, buku-buku, dll yang mendidik dan bermanfaat. Melalui sarana yang ada, anak bisa menonton dan mendengarkan pengajian atau acara yang bermanfaat.

Kelima: Menjauhkan dari sarana yang merusak

Orang tua harus senantiasa bertakwa kepada Allah dengan menjauhkan anak dari sarana-sarana kejelekan. Di antaranya adalah kejelekan dari dampak internet yang bisa membinasakan dan merusak. Jika terpaksa menggunakan untuk beberapa kondisi tertentu, maka harus dipantau dan diawasi dengan baik. Hal ini karena di dalam dunia maya, banyak terdapat syubhat yang merusak pemikiran dan syahwat yang merusak agama.

Keenam: Memilihkan teman yang baik

Semangat dalam mengarahkannya untuk memilih teman bergaul yang baik. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

المرء على دين خليله فلينظر أحدكم من يخالل

Agama seseorang sesuai dengan agama teman dekatnya. Hendaklah kalian melihat, siapakah yang menjadi teman dekatnya.” (HR. Abu Daud, shahih)

Rasululah shallallahu ‘alaihi wasallam menjelaskan tentang peran dan dampak teman bergaul dalam sabda beliau,

مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ وَالسَّوْءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيرِ ، فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا أَنْ يُحْذِيَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ رِيحًا طَيِّبَةً ، وَنَافِخُ الْكِيرِ إِمَّا أَنْ يُحْرِقَ ثِيَابَكَ ، وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ رِيحًا خَبِيثَة

Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk adalah ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau Engkau bisa membeli minyak wangi darinya. Kalau pun tidak, Engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu. Kalau pun tidak, Engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Teman akan berpengaruh pada seseorang. Maka, penting di sini memilih teman bergaul yang baik untuk membantunya mendapatkan manfaat bagi masalah dunia ataupun akhiratnya. Hati-hati, jangan sampai anak-anak berteman dengan temen jelek yang bisa merusak.

Ketujuh: Ingatlah bahwa mendidik anak adalah kewajiban orang tua yang akan ditanya di akhirat

Ingatlah wahai ayah ibu, bahwa mendidik anak merupakan tanggung jawab agama yang akan ditanya dan dihisab oleh Allah. Dalam sebuah hadis, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

كُلُّكُمْ رَاعٍ فَمَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ، فَالأَمِيرُ الَّذِي عَلَى النَّاسِ رَاعٍ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ، وَالرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُمْ، وَالمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ عَلَى بَيْتِ بَعْلِهَا وَوَلَدِهِ وَهِيَ مَسْئُولَةٌ عَنْهُمْ، وَالعَبْدُ رَاعٍ عَلَى مَالِ سَيِّدِهِ وَهُوَ مَسْئُولٌ عَنْهُ، أَلاَ فَكُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. Amir (kepala negara), dia adalah pemimpin manusia secara umum, dan dia akan diminta pertanggungjawaban atas mereka. Seorang suami dalam keluarga adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas mereka. Seorang istri adalah pemimpin di dalam rumah tangga suaminya dan terhadap anak-anaknya, dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas mereka. Seorang hamba sahaya adalah pemimpin dalam urusan harta tuannya, dia akan dimintai pertanggungjawaban atasnya. Ketahuilah, bahwa setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas orang yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata,

أدب ابنك فإنك مسئول عنه

Didiklah anakmu karena Engkau akan dimintai pertanggungjawaban tentangnya.“

Setiap orang tua akan ditanya tentang apa yang diajarkan kepada anak-anaknya. Orang tua akan ditanya tentang apa yang sudah dilakukan untuk mendidik anak-anaknya.

Kedelapan: Mencontoh generasi saleh terdahulu dalam mendidik anak

Membaca kisah orang saleh terdahulu tentang bagaimana mereka mendidik anak-anak mereka. Barangsiapa yang membaca kisah mereka, maka dia akan mendapati metode yang bagus mengenai bagaimana mereka mendidik, mengarahkan, dan menasihati anak untuk senantiasa berada di jalan ketaatan kepada Allah. Hal ini akan membantu kita untuk mendidik anak menjadi generasi saleh. Contoh terbaik tentu adalah para nabi kemudian orang-orang saleh terdahulu.

Kesembilan: Jangan terburu-buru menginginkan hasil baik

Jangan terburu-buru menginginkan hasil yang baik. Dalam mendidik anak, perlu proses yang panjang dan berulang-ulang. Apabila ada kemungkaran, perlu nasihat berulang-ulang. Terkadang dinasihati sekali, dua kali, tiga kali, bahkan lebih. Jangan putus asa untuk terus menasihati anak. Hendaknya menasihati dengan sabar, lemah lembut, dan dengan pandangan kasih sayang.

Problem yang banyak terjadi, orang tua menginginkan segala sesuatunya terjadi secara instan. Mereka tidak sabar dalam mengarahkan anak dan bersikap keras serta sering marah kepada mereka ketika anak melakukan kesalahan. Dampaknya justru terkadang anak membuat kesalahan yang lebih besar lagi. Namun, apabila orang tua menasihatinya dengan lemah lembut, bersikap sabar, maka dengan izin Allah akan membuahkan hasil yang baik.

Kesepuluh: Memperhatikan masalah salat

Hendaknya orang tua menaruh perhatian yang besar tentang salat dan benar-benar menjaganya. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مُرُوْا أَوْلَادَكُمْ بِالصَّلَاةِ وَهُمْ أَبْنَاءُ سَبْعِ سِنِيْنَ ، وَاضْرِبُوْهُمْ عَلَيْهَا وَهُمْ أَبْنَاءُ عَشْرِ سِنِيْنَ

Perintahkanlah anak kalian salat ketika berumur tujuh tahun! Dan pukullah mereka ketika berusia sepuluh tahun (jika mereka meninggalkan salat)!“

Allah Ta’ala juga berfirman,

وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا

Dan perintahkanlah kepada keluargamu mengerjakan salat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya.” (QS. Thaha: 132)

Allah Ta’ala berfirman tentang Nabi Ismail ‘alaihis salam,

وَكَانَ يَأْمُرُ أَهْلَهُ بِالصَّلَاةِ وَالزَّكَاةِ وَكَانَ عِندَ رَبِّهِ مَرْضِيّاً

Dan ia menyuruh keluarganya untuk salat dan menunaikan zakat, dan ia adalah seseorang yang diridai di sisi Tuhannya.“ (QS. Maryam : 55)

Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ

Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar.” (QS. Al ‘Ankabut: 45)

Salat adalah merupakan sebab yang bisa membantu untuk melakukan ketaatan yang lain dan meninggalkan maksiat.

Demikian, semoga bermanfaat. Kita berdoa semoga Allah memberi kemudahan dalam mendidik anak-anak kita dan menjadikan mereka keturunan yang saleh.

***

Penulis: Adika Mianoki

Referensi:

Syekh ‘Abdurrazzaq bin ‘Abdil Muhsin Al-Badr hafidzahullah di channel youtube https://youtu.be/N7Uw57at9zg

© 2022 muslim.or.id
Sumber: https://muslim.or.id/76466-apakah-anda-menginginkan-anak-shalih.html

Bisakah Seorang Anak Menolong Orang Tuanya di Akhirat?

 Konsep childfree masih ramai diperbincangkan di media sosial. Masing-masing melontarkan pendapatnya dan alasan untuk memperkuat pendapat tersebut. Sebagian berpendapat bahwa anak adalah investasi bagi orang tua. Sedangkan sebagian lainnya menyangkan jika anak disebut sebagai investasi. Bagaimana Islam memandang anak dengan orang tua, termasuk peran anak saat di akhirat? Apakah bisa anak menolong orang tuanya saat di akhirat?

Anjuran menikah dan anjuran memiliki anak serta mendidiknya dengan baik tentu telah disabdakan oleh Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallama. Orang tua memiliki peran dan tanggung jawab yang besar untuk mendidik seorang anak. Maka dari itu, sebagai orang tua harus bertanggung jawab atas pendidikan dan kebutuhan sang anak. Bahkan, sahabat Umar pernah menjustifikasi seseorang sebagai orang tua yang durhaka karena semena-mena dalam mendidik anaknya.

Anak yang baik, berbudi, dan berilmu adalah anak yang dididik dengan pendidikan yang baik dan tentu merupakan tanggung jawab orang tua kepada anak. Anak pun memiliki hak yang wajib dipenuhi oleh orang tuanya (baca: hak-hak anak dalam Islam), salah satunya adalah pendidikan yang baik. Hak-hak anak yang wajib dipenuhi oleh orang tua antara lain sebagaimana yang disebutkan oleh sahabat Umar saat seseorang mengadukan kedurhakaan anaknya dan sang anak membantahnya. Saat ditanya, apa saja hak anak yang mesti dipenuhi oleh orang tua, Umar menjawab,

 أن ينتقي أمه، ويحسن اسمه، ويعلمه الكتاب

Artinya: Memilih ibu yang baik, memberi nama yang baik, dan mengajarkan Alquran.

Dalam mengajarkan Alquran, artinya ada peran orang tua dalam pendidikan anaknya terutama pendidikan agama. Tentu, pendidikan agama bisa diberikan dengan baik jika orang tua juga memiliki kapasitas pengetahuan agama yang baik. Maka dari itu, perlu persiapan yang panjang dan matang dalam mengasuh anak dan menjadi orang tua. Tidak serta merta menuntut anak banyak hal sedangkan semua tidak dimulai dari diri sendiri.

Adapun peran anak untuk orang tua terutama saat di akhirat adalah mendoakannya. Sebab masing-masing manusia akan dimintai pertanggung jawabannya, dan anak tidak bisa menolong kecuali dengan mendoakannya. Sebagaimana hadis Nabi riwayat Abu Hurairah,

عن أبي هريرة أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال إذا مات الإنسان انقطع عنه عمله إلا من ثلاثة إلا من صدقة جارية أو علم ينتفع به أو ولد صالح يدعو له

Artinya: Dari Abu Hurairah sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallama bersabda, “apabila seseorang telah meninggal tidaklah terputus amalnya (ganjarannya) kecuali tiga perkara; sedekah jariyah atau ilmu yang bermanfaat atau anak shalih yang mendoakan kedua orang tuanya.” (HR. Muslim)

Dalam Syarh Nawawi ‘ala Muslim dijelaskan yang dimaksud anak shalih yang mendoakan orang tuanya adalah termasuk apa yang diajarkan mereka kepada anaknya,

فإن الولد من كسبه ، وكذلك العلم الذي خلفه من تعليم أو تصنيف

Sesungguhnya anak itu tergantung dari usaha (pengasuhan) orang tuanya, begitu juga ilmu yang diajarkan kepadanya berupa pengajaran atau karya.

Dalam hal ini, Imam Nawawi menjelaskan bahwa anak adalah tanggung jawab dari orang tuanya. Hadis ini mendorong siapapun untuk mendidik anaknya dengan pendidikan terbaik, sebab kelak mereka akan mendoakan orang tuanya dan doa itu sampai kepada orang tuanya. Jika seorang anak telah diberi pendidikan yang baik oleh orang tuanya, tentu ia akan memiliki rasa berterima kasih dengan terus mendoakan orang tuanya dan mengajarkan ilmu yang telah diajarkan oleh orang tuanya. Ilmu yang diajarkan kepada anak juga yang menjadi bagian sedekah yang tak terputus, begitu penjelasan Imam Nawawi.

Hadis ini masuk dalam bab wakaf. Ketiga perkara yang disebutkan oleh Rasulullah adalah perkara yang mengalirkan pahala sekalipun seseorang telah wafat. Karena tiga perkara tersebut memberikan dampak dan manfaat seterusnya bahkan setelah ia wafat.

Jelaslah bahwa seorang anak bisa menolong orang tuanya di akhirat, manakala ia terus mengamalkan kebaikan yang diajarkan oleh orang tuanya, dan terus mendoakan kebaikan untuk kedua orang tuanya. Hal tersebut juga dikuatkan dengan sabda Nabi bahwa permohonan ampun seorang anak untuk orang tuanya bisa mengangkat derajat mereka di akhirat,

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ لَيَرْفَعُ الدَّرَجَةَ لِلْعَبْدِ الصَّالِحِ فِي الْجَنَّةِ فَيَقُولُ يَا رَبِّ أَنَّى لِي هَذِهِ فَيَقُولُ بِاسْتِغْفَارِ وَلَدِكَ لَكَ

Artinya: “dari Abu Hurairah, dia berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya Allah ‘azza wajalla akan mengangkat derajat seorang hamba yang shalih di surga, hamba itu kemudian berkata; ‘Wahai Rabb, dari mana semua ini? ‘ maka Allah berfirman; ‘Dari istighfar anakmu.” (HR. Ahmad)

Demikian penjelasan mengenai peran anak untuk orang tua. Menjadi orang tua tidaklah mudah. Untuk itu teruslah memperbaiki diri agar kelak bisa mendidik anak dan mengajarkannya dengan kebaikan. Sebagai anak, banyak-banyaklah berdoa kepada Allah agar Dia mengampuni dosa orang tua dan mengangkat derajat mereka di akhirat.

Wallahu a’lam bisshowab.

BINCANG MUSLIMAH

Ingin Anak Jadi Shalih? Pastikan Makanannya Halal

DALAM setiap acara parenting yang saya ikut mengisi acara, seringkali saya tekankan pentingnya makanan halal yang dikonsumsi anak-anak kita. Makanan haram sungguh telah menjadi penghalang datangnya hidayah, hadirnya kekhusyu’an dalam beribadah. Sebaliknya, makanan halal sungguh memiliki pengaruh positif yang baik akan perkembangan psikologi dan spiritual anak.

Ada kisah menarik dari Syekh Ismail, ayahanda Imam Bukhari pemilik kitab hadits paling shahih itu. Banyak orang tercengang dengan kecerdasan dan kekuatan hapalan serta keshalihan Imam Bukhari ini. Apakah kira-kira rahasinya kok bisa sehebat itu.

Beliau menyatakan bahwa salah satu rahasianya adalah: “Satu dirhampun dari hartaku tak kujumpai ada yang syubhat (samar-samar atau tidak jelas halal haramnya)”.

Luar biasa, bukan? Yang syubhat saja tidak ada, apalagi yang haram. Kisah seperti ini rupanya sangat banyak di zaman dahulu. Kalau untuk jaman kini saya no comment saja. Ada lagi orang tua yang berprofesi petani, setiap pulang dari ladangnya dia menutup rapat mulutnya takut tanpa sengaja memakan tanaman orang lain yang dilalui di jalan pulangnya. Anak-anaknya kemudian menjadi ahli Quran dan imam orang-orang shalih.

Ingin anak-anak kita mudah diatur dan mudah diarahkan? Mudah dibimbing dan mudah diajari kebenaran dan kebaikan? Yakinkan bahwa makanan kita dan makanan anak kita adalah dari sesuatu yang jelas kehalalannya. Jelas kehalalannya yang saya maksud adalah halal dari sisi barangnya dan halal dari sisi cara memperolehnya.

Jangan biasa ikut berebut sesuatu yang haram. Setuatu yang haram tak pernah ditakdirkan menjadi sesuatu yang membahagiakan dan mensukseskan kita dalam makna yang sesungguhnya. Lalu bagaimana kalau sudah ada yang kadung dimakan dan menjadi darah daging kita? Apa solusinya? Kita kaji bersama dalam kajian darat (off line). Salam, AIM. [*]

 

 

Ingin Punya Anak Saleh dan Cerdas? Berzakat dan Berinfaklah!

Pakar zakat Prof Dr KH Didin Hafidhuddin menawarkan resep jitu kepada pasangan suami istri yang ingin memiliki anak yang saleh sekaligus cerdas. Apakah itu?

“Keluarkanlah zakat dan infak secara teratur. Jadikanlah zakat, infak dan sedekah (ZIS) sebagai gaya hidup (life style), bukan sekadar kewajiban kepada Allah,” kata Kiai Didin Hafidhuddin saat mengisi pengajian guru Sekolah Bosowa Bina Insani (SBBI) di Masjid Al-Ikhlas Bosowa Bina Insani,  Bogor, Jawa Barat, Jumat (3/11) pagi.

Ia menjelaskan, ZIS adalah ibadah harta yang mempunyai nilai sosial untuk mengembangkan kesejahteraan masyarakat. Secara singkat, zakat adalah harta yang dikeluarkan manakala sudah memenuhi batas minimum (nisbab) dan waktunya paling lama satu tahun Hijriyah. Zakat penghasilan besarnya 2,5 persen, untuk mereka yang memiliki penghasilan minimal Rp 3,7 juta per bulan.

Infak adalah mengeluarkan harta  untuk kebaikan di luar zakat. Sedangkan sedekah bisa berupa harta yang disisihkan di luar zakat maupun non-materi. Contohnya  membuang duri dari jalan dan  tersenyum kepada orang lain.

“Inti zakat, infak dan sedekah adalah ada hak orang lain dalam harta kita yang harus kita keluarkan dan berikan kepada yang berrhak, baik orang yang meminta (as-saail) maupun tidak meminta (al-mahruum: orang yang sangat menjaga dirinya dari meminta kepada orang lain, walaupun dia kekurangan, Red)),” tutur mantan Ketua Baznas itu.

Menurut Kiai Didin, banyak hikmah berzakat, infak dan sedekah. Pertama, ZIS meningkatkan kesalehan dan kecerdasan. Orang tua yang ingin memiliki anak-anak yang cerdas dan saleh, harus menjadikan ZIS sebagai gaya hidupnya. Banyak bukti yang menunjukkan, orang yang gemar mengeluarkan ZIS, anak-anak mereka saleh dan berprestrasi di sekolahnya.

“Tidak sedikit yang anak-anaknya sejak SD sampai Perguruan Tinggi selalu menjadi juara kelas atau bahkan juara umum. Mereka kemudian mendapatkan beasiswa untuk sekolah dan kuliah. Karunia tersebut diperoleh pasangan yang gemar mengeluarkan ZIS,” papar Kiai Didin.

Kedua, gaya hidup ZIS mendorong etos belajar dan bekerja dengan sebaik mungkin. “Didiklah anak-anak kita untuk membiasakan diri mengeluarkan ZIS. Hal ini akan mendotong mereka memiliki etos belajar yang sebaik mungkin,” tutur Guru Besar Agama Islam IPB itu.

ZIS juga mendorong pelakunya untuk memiliki etos kerja yang baik.”Orang yang gemar mengeluarkan ZIS akan berusaha lebih sungguh-sungguh bekerja maupun berusaha/berbisnis agar  memperoleh rezeki yang halal dan berkah lebih banyak lagi. Tujuannya antara lain, agar mereka bisa berzakat, infak dan sedekah lebih banyak pula,” papar Direktur Pascasarjana Universitas Ibnu Khaldun (UIKA) Bogor itu.

Ketiga, gaya hidup ZIS meningkatkan keimanan maupun kesalehan sosial sang pelakunya. “Orang yang gemar mengeluarkan ZIS, niscaya kesalehan ritual maupun kesalehan sosialnya meningkat. Mereka merasakan kenikmatan saat berzakat. Makanya, banyak orang kaya yang lebih senang mengantarkan langsung zakat mal-nya ke Baznas maupun lembaga Amil Zakat lainnya,” tutur Kiai Didin.

 

REPUBLIKA

Setelah Orangtuamu Wafat, Lakukanlah ini

YANG paling utama adalah mendoakannya, karena doa anak yang shalih adalah hal yang secara sharih disebutkan sangat bermanfaat bagi orang tuanya yang sudah meninggal. Tentu saja anak itu harus anak yang shalih, beriman dan bertaqwa. Karena hanya doa orang yang dekat dengan tuhannya saja yang akan didengar. Jadi kalau anaknya jarang sholat, tidak pernah mengaji, buta ajaran agama dan asing dengan syariat Islam, lalu tiba-tiba berdoa, bagaimana Allah Ta’ala akan mendengarnya. Sementara makanannya makanan haram, bajunya haram, mulutnya tidak lepas dari yang haram.

Selain itu anak yang sholih bisa saja mengeluarkan infaq, shadaqah dan ibadah maliyah lainnya yang diniatkan untuk disampaikan pahalanya kepada orang tuanya. Tentang sampainya pahala ibadah maliyah dari orang yang masih hidup untuk orang yang sudah wafat, ada banyak dalilnya. Di antaranya adalah: “Seseorang tidak boleh melakukan shalat untuk menggantikan orang lain, dan seseorang tidak boleh melakukan shaum untuk menggantikan orang lain, tetapi ia memberikan makanan untuk satu hari sebanyak satu mud gandum.” (HR An-Nasai).

Dari Abdullah bin Abbas ra bahwa Saad bin Ubadah ibunya meninggal dunia ketika ia tidak ada ditempat, lalu ia datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam untuk bertanya:” Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sesungguhnya ibuku telah meninggal sedang saya tidak ada di tempat, apakah jika saya bersedekah untuknya bermanfaat baginya? Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab: Ya, Saad berkata:” saksikanlah bahwa kebunku yang banyak buahnya aku sedekahkan untuknya” (HR Bukhari).

Bahkan sebagian ulama mengatakan bahwa bukan hanya ibadah maliyah saja yang bisa disampaikan pahalanya kepada orang wafat, namun ibadah badaniyah pun bisa dikrimkan pahalanya untuk orang yang sudah wafat. Dalilnya adalah nash berikut: Dari Aisyah ra. bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ” Barang siapa yang meninggal dengan mempunyai kewajiban shaum (puasa) maka keluarganya berpuasa untuknya” (HR Bukhari dan Muslim)

Hadits ini adalah hadits shahih yang menyebutkan bahwa pahala puasa sebagai ibadah badaniyah bisa dikirimkan untuk orang yang sudah wafat. Selain itu pahala itu adalah hak orang yang beramal. Jika ia menghadiahkan kepada saudaranya yang muslim, maka hal itu tidak ada halangan sebagaimana tidak dilarang menghadiahkan harta untuk orang lain di waktu hidupnya dan membebaskan utang setelah wafatnya. Wallahu a’lam bishshawab. [Ahmad Sarwat, Lc.]

 

INILAH MOZAIK

 

 

—————————————————————-
Artikel keislaman di atas bisa Anda nikmati setiap hari melalui smartphone Android Anda. Download aplikasinya, di sini!

Dahsyatnya Doa, Wajib Dibaca Jika Ingin Anak Saleh

Dr Fauzia Addabbus, seorang psikolog yang amat populer di Kuwait pernah menulis di Twitter tentang rahasia-rahasia doa seorang Ibu jika tiap malam ia mendoakan anak-anaknya, dan ternyata efek dari twitter itu telah mengubah jalan hidup banyak orang.

Isi twitternya sebagai berikut:

“Aku bersumpah demi Allah, wahai setiap Ibu, agar jangan tidur tiap malam sebelum engkau memohon pertolongan Allah dan mengabariNya bahwa engkau rida atas anak-anakmu serida-ridanya, dan aku bersumpah demi Allah agar engkau tidak menghijab/menghalangi ridaNya kepada anak-anakmu.”

Dan aku memintamu wahai para ibu agar jangan engkau tidur tiap malam sebelum kau angkat kedua tanganmu sambil menyebut satu persatu nama anak-anakmu dan mengabarkan kepadaNya bahwa engkau rida atas mereka masing-masing.

Begini doanya:

“Allohumma innii usyhiduka annii roodhiyah ‘an ibnii/ibnatii* … (sebut nama anak-anakmu satu persatu)… tamaamar-ridho wa kamaalar-ridho wa muntahayir-ridho. Fallohumma anzil ridhwaanaka ‘alaihim biridhooii ‘anhum”

(Ya allah aku bersaksi kepadaMu bahwa aku rida kepada anak-anakku (…….) dengan rida paripurna, rida yang sempurna dan rida yang paling komplit. Maka turunkan ya Allah keridaanMu kepada mereka demi ridaku kepada mereka).

Kemudian setelah berselang beberapa minggu setelah Twitter tersebut, tiba-tiba aku (Dr.Fauziyah) dikejutkan oleh seorang ibu yang berkata:

Bahwa aku telah mengubah kehidupannya secara total, dan sekarang dia merasa dalam kenikmatan yang tak terlukiskan karena akibat doa itu terhadap dia dan anak laki-lakinya yang berumur 22 tahun. Maka berceritalah si Ibu itu:

Sejak kelahiran anakku itu aku hidup dalam penderitaan karenanya. Dia tak pernah salat dan bahkan jarang mandi , dia sering berdebat panjang denganku, dan tak jarang dia membentakku dan tak menghormatiku, walaupun sudah sering aku mendoakannya.

Maka ketika membaca twittermu aku berkata: “Mungkinkah omongan ini benar? Tampaknya masuk akal? Dan seterusnya….”

Dan akhirnya kuputuskan untuk mencoba anjuranmu walaupun aku tak yakin bahkan mentertawaimu. Lalu setelah seminggu mulai berubah nada suara putraku kepadaku, dan pertama kali dalam hidupku aku tertidur dalam kedamaian, dan didalam diriku ada sedikit syak.

Dan kemudian kudapati putraku mandi, padahal aku tak menyuruhnya. Minggu kedua dan aku terus mendoakannya sesuai anjuranmu, ia membukakan pintu untukku dan menyapaku “Apa kabar ibu?” dengan suara lembut yang tak pernah kudengar darinya sebelum itu.

Aku gembira tak terkira walaupun aku tak menunjukkan perasaanku kepadanya samasekali. 4 jam kemudian aku menelponnya di ponselnya, dan ia menjawabku dengan nada yang berbeda dari biasanya: “Bu, aku disamping masjid dan aku baru akan salat waktu ibu menelponku.”

Maka akupun tak mampu menahan tangisku, bagaimana mungkin ia yang tak pernah salat bisa mulai salat dan dengan lembut menanyaiku apa kabar? Tak sabar aku menanti kedatangannya dan segera kutanyai sejak kapan engkau mulai salat?

Jawabnya, “Aku sendiri tak tahu Bu, waktu aku didekat masjid mendadak hatiku tergerak untuk salat.”

Sejak itu kehidupanku berubah 180 derajat, dan anakku tak pernah lagi berteriak-teriak kepadaku dan sangat menghormatiku. Tak pernah aku mengalami kebahagiaan seperti ini walaupun aku sebelumnya sering hadir di majelis-majelis zikir dan pengajian-pengajian.

Ibu adalah harta karun yang kita sia-siakan. Betapa tidak? Karena beratnya kehidupan sehari-hari seringkali seorang ibu melupakan doa untuk anak-anaknya, sering juga dia menganggap bahwa pusat-pusat bimbingan psikologi adalah jalan lebih baik untuk perkembangan anak-anaknya.

Padahal justru doa Ibu adalah jalan tersingkat untuk mencapai kebahagiaan anak-anaknya di dunia dan akhirat. Jangan pernah bilang: “Ah anakku masih kecil, ngapain didoakan?”

Bagaimana jika engkau menunggu mereka makin besar dan dewasa, dan menjadi tua, disaat mereka lebih butuh akan doa-doamu , padahal mungkin waktu itu engkau sudah di haribaan Ilahi?

Jadi doakan mereka mulai sekarang, dan jadilah orang yang bermurah hati dengan doa-doamu untuk mereka. Allah telah mengkaruniai kita para ibu sebagai wasilah bagi anak-anak kita dalam hubungan mereka dengan Allah melalui doa-doa kita untuk mereka.

Kita bisa melakukannya kapanpun kita mau, dan kita bisa mengetuk pintuNya kapanpun kita mau dan Allah tak pernah mengantuk dan tak pernah tidur. Selamat berdoa. []

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2312416/dahsyatnya-doa-wajib-dibaca-jika-ingin-anak-saleh#sthash.W3RxyZ7g.dpuf