Kepala Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Anggito Abimanyu menyampaikan, masih banyak pertanyaan soal sumber pembiayaan haji. Menurutnya, sumber pembiayaan tersebut berasal dari tiga sumber.
“Sumber pembiayaan haji berasal dari tiga sumber yaitu setoran awal atau DP jamaah haji sebesar Rp 25 juta per orang, setoran lunas jamaah haji pada waktu pelunasan dengan jumlah Rp 10 juta, lalu hasil penempatan dan investasi setoran awal calon jamaah haji,” kata dia dalam keterangan yang diterima Republika.co.id, Senin (28/1).
Anggito menuturkan, jumlah biaya haji dalam satu tahun saat ini sekitar Rp 6 triliun. Jika dihitung jamaah yang mendaftar haji dengan asumsi waktu tunggu rata-rata 10 tahun, maka besaran nilai manfaat per calon jamaah kurang lebih adalah Rp 10 juta dengan asumsi imbal hasil neto rata-rata 6 persen per tahun.
“Jadi secara matematis tersedia sumber dana sebesar Rp 25 juta ditambah Rp 10 juta untuk pelunasan, dan Rp 10 juta untuk nilai manfaat atau sebesar Rp 45 juta,” ujarnya.
Kemudian, lanjutnya, jika dihitung dengan biaya haji Rp 70 juta, maka terdapat kekurangan pembiayaan sebesar Rp 25 juta per jamaah. Selisih kekurangan pembiayaan tersebut disubsidi dari nilai manfaat jamaah lain yang belum berangkat.
Menurutnya, subsidi silang tersebut tersebut tidak dilarang dalam UU 13 tahun 2008, namun tidak lagi diizinkan dalam ketentuan UU 34 tahun 2014. Dalam ketentuan UU 34, jamaah tunggu sudah memperoleh nilai manfaat melalui akun virtual.
“Sejak terbentuknya BPKH sesuai dengan amanat UU tahun 34 tahun 2014, maka pemberlakuan sistem alokasi nilai manfaat bagi jamaah tunda melalui virtual account sudah harus diberlakukan,” tuturnya.
Anggito tidak menampik bahwa ongkos yang harus dikeluarkan untuk berangkat haji tidak sedikit. Terlebih lagi, biaya tersebut diperkirakan naik sebesar 6 persen setiap tahunnya.