Perbedaan antara Nama Allah “Ar-Rahman” dan “Ar-Rahiim”

“Ar-Rahman” dan “Ar-Rahiim” berasal dari kata yang sama, yaitu “rahmah”. Dalam terjemah bahasa Indonesia, “Ar-Rahman” seringkali diterjemahkan dengan “Maha Pengasih”, sedangkan “Ar-Rahiim” diterjemahkan dengan “Maha Penyayang.” Secara sekilas membaca terjemah tersebut, seolah-olah makna “Ar-Rahman” dan “Ar-Rahiim” adalah sama, yaitu menunjukkan sifat rahmah Allah Ta’ala.

Konsekuensi dari pemahaman ini adalah disebutkannya nama “Ar-Rahiim” itu untuk menguatkan makna “Ar-Rahman” yang telah disebutkan sebelumnya, sebagaimana dalam lafadz basmalah,

بِسْمِ اللَّه الرَّحْمَن الرَّحِيم

Maksudnya, nama “Ar-Rahiim” itu berfungsi untuk menguatkan nama Allah “Ar-Rahman” yang telah disebutkan terlebih dahulu, karena keduanya memiliki makna yang sama (menunjukkan sifat rahmah Allah Ta’ala) dan tidak ada perbedaan. Dalam bahasa Arab, penguatan makna ini disebut dengan ta’kiid. Inilah pendapat sebagian ulama, yaitu “Ar-Rahiim” berfungsi sebagai penguat untuk nama “Ar-Rahmaan”, karena keduanya memiliki makna yang sama.

Akan tetapi, dalam bahasa Arab terdapat sebuah kaidah,

تأسيس المعني مقدم علي التأكيد

“Memunculkan makna baru itu lebih didahulukan daripada menguatkan makna sebelumnya.”

Inilah yang lebih tepat, yaitu meskipun sama-sama berasal dari akar kata yang sama (yaitu rahmah), kedua nama Allah Ta’ala tersebut memiliki makna yang berbeda. Hal ini juga diperkuat dari sisi bahasa Arab, karena “Ar-Rahman” mengikuti pola (wazan) (فعلان) (fa’laan), sedangkan “Ar-Rahiim” mengikuti pola (فعيل) (fa’iil)Karena memiliki pola yang berbeda, maka maknanya pun juga menjadi berbeda.

 

Perbedaan pendapat para ulama tentang perbedaan nama Allah Ta’ala “Ar-Rahman” dan “Ar-Rahiim”

Para ulama berbeda pendapat dalam memahami perbedaan makna “Ar-Rahman” dan “Ar-Rahiim”.

Pendapat pertama, “Ar-Rahman” menunjukkan rahmat Allah Ta’ala yang sangat luas, yang meliputi seluruh makhluk, termasuk hamba-Nya yang kafir. Hal ini sebagaimana kaidah dalam bahasa Arab, karena “Ar-Rahmaan” mengikuti pola (wazan) (فعلان) (fa’laan) yang berarti “penuh atau sangat banyak”. Contohnya adalah (غضبان) (ghadhbaan) yang menunjukkan orang yang sedang dipenuhi dengan rasa marah. Sehingga “Ar-Rahmaan” kurang lebih bermakna “Dzat yang dipenuhi rasa rahmah mencakup seluruh makhluk.”

Sedangkan “Ar-Rahiim” adalah rahmat yang khusus ditujukan untuk orang-orang yang beriman. Hal ini sebagaimana firman Allah Ta’ala,

هُوَ الَّذِي يُصَلِّي عَلَيْكُمْ وَمَلَائِكَتُهُ لِيُخْرِجَكُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ وَكَانَ بِالْمُؤْمِنِينَ رَحِيمًا

“Dialah yang memberi rahmat kepadamu dan malaikat-Nya (memohonkan ampunan untukmu), supaya dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya (yang terang). Dan adalah Dia (Allah) Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Ahzab [33]: 43)

Di antara ulama kontemporer yang memilih pendapat ini adalah Syaikh Dr. Shalih Al-Fauzan hafidzahullahu Ta’ala. (Syarh Al-‘Aqidah Al-Wasithiyyah, hal. 5-6)

Inilah yang mungkin menjadi rahasia mengapa Allah Ta’ala memilih nama “Ar-Rahmaan” ketika menyebut sifat istiwa’ di atas ‘Arsy, dan tidak memilih “Ar-Rahiim”. Allah Ta’ala berfirman,

الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى

“(Rabb) Yang Maha Pemurah, Yang tinggi di atas ‘arsy.” (QS. Thaha [20]: 5)

Sisi kesesuaian pemilihan “Ar-Rahman” adalah bahwa ‘arsy merupakan makhluk Allah Ta’ala yang paling besar dan paling tinggi, dan menaungi seluruh makhluk yang lainnya.

Pendapat ke dua, “Ar-Rahman” menunjukkan sifat rahmat Allah Ta’ala sejak dahulu tanpa awal. Sedangkan “Ar-Rahiim” menunjukkan perbuatan (fi’il) Allah Ta’ala yang merahmati hamba-hamba-Nya yang berhak untuk mendapatkan rahmat-Nya. Sebagaimana dalam ayat di atas,

وَكَانَ بِالْمُؤْمِنِينَ رَحِيمًا

“Dan adalah Dia (Allah) Maha Penyayang kepada orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Ahzab [33]: 43)

Pendapat ke dua ini dipilih oleh Ibnul Qayyim rahimahullahu Ta’ala. Dan di antara ulama kontemporer yang menguatkan pendapat ke dua ini adalah Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullahu Ta’ala. (Syarh Al-Mandzumah Al-Baiquniyyah, hal. 15)

Pendapat yang lebih kuat: Di antara dua pendapat tersebut, pendapat yang -insyaa Allah- lebih tepat adalah pendapat ke dua. Hal ini berdasarkan dalil firman Allah Ta’ala,

إِنَّ اللَّهَ بِالنَّاسِ لَرَءُوفٌ رَحِيمٌ

“Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada seluruh manusia.” (QS. Al-Baqarah [2]: 143)

Dalam ayat di atas, Allah Ta’ala menyebut sifat “rahiim” dan dikaitkan dengan semua manusia (بِالنَّاسِ). Sesuai dengan kaidah bahasa Arab, “manusia” di sini bersifat umum, mencakup muslim ataupun kafir, baik hamba-Nya yang shalih ataupun yang suka bermaksiat. Sehingga mengatakan bahwa “Ar-Rahiim” adalah rahmat yang khusus kepada hamba-Nya yang beriman itu tidaklah tepat berdasarkan ayat di atas. Sehingga yang lebih tepat adalah pendapat yang ke dua. Wallahu Ta’ala a’lam.

 

“Ar-Rahmaan” itu khusus milik Allah Ta’ala, berbeda dengan “Ar-Rahiim”

Perbedaan antara “Ar-Rahman” dan “Ar-Rahiim” lainnya adalah bahwa “Ar-Rahmaan” itu khusus untuk Allah Ta’ala. Sedangkan Allah Ta’ala terkadang mensifati sebagian hamba-Nya dengan sifat “rahiim”. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,

لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (QS. At-Taubah [9]: 128)

Dalam ayat di atas, Allah Ta’ala mensifati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan sifat rahmat, dengan memilih kata “rahiim” dan bukan “rahmaan”. Dan di dalam Al-Qur’an, Allah Ta’ala tidak pernah mensifati hamba-Nya dengan “rahmaan”. Sehingga hal ini menunjukkan bahwa “rahmaan” adalah khusus untuk Allah, berbeda dengan “rahiim”.

Yang perlu diperhatikan adalah meskipun sebagian hamba memiliki sifat “rahiim”, sifat tersebut berbeda dengan sifat “rahiim” yang dimiliki oleh Allah Ta’ala. Karena sifat “rahiim” Allah adalah sesuai dengan keagungan, kebesaran dan kemuliaan Allah Ta’ala, dan sifat “rahiim” yang dimiliki hamba itu sesuai dengan yang layak untuk makhluk. Dan sifat Allah Ta’ala tidaklah sama atau serupa dengan sifat makhluk, sebagaimana firman Allah Ta’ala,

لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha mendengar dan Melihat.” (QS. Asy-Syura [42]: 11)

Baca selengkapnya https://muslim.or.id/45078-perbedaan-antara-nama-allah-ar-rahman-dan-ar-rahiim.html

Cukuplah Allah sebagai Al-Wakiil

Al-Wakiil artinya Allah Maha Pelindung, dan al-Kafiil yang bisa diartikan dengan Allah Maha Menegakkan segala urusan lagi Maha Menjamin. Di dalam al-Quran amat banyak disebut tentang al-Wakiil danal-Kafiil. Bahwa Allah adalah Penjaga, Penolong, Pemelihara dan Penjamin kita. “Wa kafaa billaahi wakiil,” dan cukuplah Hus.

Jadi, barang siapa yang mencukupkan Allah sebagai Pelindung dan Penjamin, maka dengan kemurahan Allah dirinya akan terjamin dan terlindungi. Orang yang yakin kepada Allah, hidunya pasti tenang dan pasti banyak mendapat pertolongan-Nya. Karena Allah sesuai dengan prasangka hamba-Nya.

“Dan bertawakalah kepada Allah, dan cukuplah Allah sebagai Wakiil.”(QS. al-Ahzb [33]: 3). Orang yang bertawakal kepada-Nya itu derajatnya tinggi. Dalam beramal pasti lillaahitaala. Tidak ada lagi niat macam-macam, sebab dia yakin Allah Yang Mahakuasa atas segala sesuatu. Para ahli tawakal itu orang-orang top, sehingga jangan meremehkan mereka.

Nah, penyakit kita adalah berprasangka buruk kepada Allah, dan tidak rida terhadap ketentuan-Nya. Padahal, Allah yang melindungi, menjamin, memelihara dan menjaga segala-galanya. Secara umum, pemeliharaan Allah meliputi seluruh jenis pepohonan, binatang, hingga orang-orang yang zalim seperti yang di Israel.

“Demikian itulah Allah, Tuhan Pemelihara kamu, tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Dia. Pencipta segala sesuatu, maka sembahlah Dia. Dan Dia adalah Pemelihara segala sesuatu.” (QS. al-Anm [6]: 102).Dan,“Sesungguhnya engkau hanyalah seorang pemberi peringatan dan Allah Pemelihara segala sesuatu.” (QS. Hd [11]: 12)

Seperti saat menulis atau membaca tulisan ini, diam-diam kita terus diurus Allah. Sedangkan kita jangankan mengurus diri sendiri, karena mandi saja kita jarang. Sekali mandi juga tidak bersih, atau kerepotan untuk mencuci seluruh tubuh. Kita paling bisanya hanya cuci mata. Sama dengan orang yang di Israel itu juga diurus oleh Allah. Mereka tidak mengerti bagaimana mengurus tubuhnya sendiri. Kita sama-sama makhluk-Nya.

Rumput, nyamuk, kambing, maupun kita yang jarang ingat kepada Allah dan mereka yang zalim, tetap dicukupi oleh Allah. Memang begitu kecukupan yang umum dari Allah. Tidak perlu lagi repot memikirkan rezeki atau jodoh datang dari mana misalnya. Hanya membuat pusing kalau semuanya dipikirkan. Kita pun tidak pernah tahu dan tidak mampu memikirkan, apa saja kebutuhan kita selama ini yang sudah dicukupi oleh Allah.

Yang harus kita kejar adalah kecukupan atau pemeliharaan yang khusus dari Allah. Yaitu kecukupan batin. Tidak sekadar lahiriah, tapi pemeliharaan atas hati, akal, amal, ibadah, hidup dan mati kita. Jaminan ketenangan dan pertolongan-Nya. Karena itulah kita harus terus-menerus berupaya agar benar-benar yakin kepada al-Wakiil.

Cukuplah Allah Pelindung kita. Contohnya terhadap orang-orang yang berkata sepenuhnya taat,“Tetapi apabila mereka telah keluar dari sisimu, sebagian dari mereka mengatur siasat di malam hari, berbeda dengan yang telah mereka katakan tadi. Allah mencatat siasat yang mereka atur di malam hari itu, maka berpalinglah dari mereka dan bertawakalah kepada Allah. Cukuplah Allah menjadi Penjaga, Pelindung, dan Pemelihara.” (QS. an-Nis[4]: 81)

Ayo, saudaraku! Kita cukupkan Allah sebagai Wakiil. Agar hidup kita dilindungi Allah, seperti dengan dimudahkan taat, dijauhkan dari maksiat, serta dibuat selalu ingat dan terus-menerus bersandar hanya kepada-Nya. Apa pun yang diberikan Allah, kita tidak boleh sok tahu di hadapan Yang Maha Mengetahui. Pasrahkan saja semua kepada pertolongan-Nya. Mari kita berupaya menjadi ahli tawakal! [*]

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2271422/cukuplah-allah-sebagai-al-wakiil#sthash.VR8Qszgd.dpuf

Dua Kalimat Pamungkas Agar Doa Lekas Diijabah

Sebagai seorang Muslim sudah seharusnya kita menyandarkan dan mengadukan setiap permasalah yang kita hadapi kepada Allah azza wa jalla. Bahkan dalam urusan sandal putus sekalipun Nabi Muhammad sahallallahu alaihi wa sallam mengajarkan kita untuk mengadukannya kepada Allah. Berdoa kepada Allah.

Lalu bagaimana jika kita ingin agar doa kita segera diijabah oleh Allah? Dalam kajian tadabbur bulanan yang rutin diadakan di masjid Baitul Ihsan, komplek Bank Indonesia setiap minggu ketiga pada Sabtu (15/03), ustadz Bachtiar Nasir memberikan dua kalimat pamungkas agar doa diijabah oleh Alloh.

“Wa Ilaahukum ilaahum Waahidum laa ilaaha illaa huwar rahmaanurrahiim,” kata ustadz yang akrab disapa UBN. “Dalam kalimat pamungkas pertama tersebut terdapat kata Arrahmaan yang bermakna maha pengasih dan Arrahim yang bermakna Maha Penyayang.”

UBN pun sempat meminta para jamaah untuk menghafal kalimat pertama tersebut dengan waktu lima menit, karena kalimat tersebut beliau nilai akan sangat membantu para jamaah menghadapi kesulitan hidup. Para jamaah yang hampir memenuhi masjid Baitul Ihsan pun tak sungkan mengikuti perintah UBN untuk menghafal kalimat pertama tersebut.

Setelah para jamaah sudah hafal dengan kalimat pertama tersebut, UBN pun melanjutkan dengan kalimat pamungkas terakhir sebagai pengawal doa.

“Alif laam miim, allaahu laa ilaaha illaa huwal hayyul qayyum,” ungkap ustadz yang juga menjabat sebagai ketua  Forum Indonesia Peduli Syam (FIPS) tersebut.

Dalam acara yang bertemakan ‘Merasakan Kasih Sayang Allah (Tadabbur Arrahman-Arrahim) dia menjelaskan kalimat kedua tersebut merupakan awalan Surat Ali Imran. Di akhir kajian, UBN meminta para jamaah untuk yakin atas pertolongan Allah dalam membaca dua kalimat pengawal doa tersebut.

“Karena intinya kita berdoa adalah yakin bahwa Allah itu mendengar dan akan mengabulkan doa kita. Sebelum kita berdoa kepada Allah, harus kita awali dengan dua kalimat tersebut,” tutupnya. (TOM/UL/bumisyam)

 

sumber: BumiSyam.com

Pentingnya Menerapkan Al-Muhaimin di Kehidupan Sehari-hari

Pimpinan Arrahman Qur’anic Learning Center (AQL) Ustadz Bachtiar Nasir pada kajian Tadabbur Asmaul Husna Sabtu (20/09) pagi tadi di masjid Baitul Ihsan, kompleks Bank Indonesia menyatakan pentingnya menerapkan Al-Muhaimin di kehidupan sehari-hari.

Dalam kajian rutin tadabbur Asma ul-Husna yang dilaksanakan minggu ketiga setiap bulannya tersebut, kali ini bertemakan “Tadabbur Asma Al-Muhaimin”.

“Banyak orang yang ingin usahanya lancar, mereka lebih memilih menggunakan tata cara yang musyrik dan sangat jauh dari ajaran Islam, seperti melempar beras dan lainnya,” ucap ustadz yang juga merupakan Sekjen Majelis Intelek dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI).

Ustadz yang akrab disapa UBN tersebut menambahkan, “Padahal ada cara yang sesuai dengan syariat agama Islam seperti doa Masya Allah, la quwwata illa billah, yang terdapat di surat Al-Kahf ayat 39.”

Secara garis besar, kata UBN, ada empat poin yang harus diperhatikan umat manusia dalam menerapkan Al Muhaimin di keseharian, yaitu:

  1. Dalam kehidupan sehari-hari kita akan merasa dalam penguasaan, pengawasan, penjagaan dan pemeliharaan Allah.Tid
  2. Selalu percaya kepada Allah dan menyerahkan segala urusan kepada-Nya, sehingga tidak ada perasaan takut kepada apapun dan siapapun, kecuali kepada-Nya.
  3. Memberikan kekuatan kepada jiwa seseorang mukmin, untuk dapat menghadapi segala cobaan dan tantangan hidup.
  4. Meningkatkan rasa mendekatkan diri dan rasa malu terhadap Allah SWT dalam diri seorang mukmin, karena mengetahui Allah maha mengetahui dan mengawasi. (TOM/UL/bumisyam)

 

sumber: BumiSyam.com

Buah Manis bagi Sesiapa yang Beriman kepada Al ‘Aziz

Orang-orang yang beriman kepada Allah Al ‘Aziz akan selalu mendapatkan kemenangan. Meski demikian, ukuran kemenangan bagi orang yang beriman tidaklah mesti di dunia.

Hal ini disampaikan oleh Ustadz Bachtiar Nasir dalam kajian Tadabbur Al Quran Asma Al ‘Aziz “Allah Maha Perkasa Tak Terkalahkan” di Masjid Baitul Ihsan, Jakarta, Sabtu (18/10).

“Seperti kisah orang-orang beriman yang oleh Ashabul Ukhdud dibakar di dalam parit demi mempertahankan keimanan mereka kepada Allah Al ‘Aziz,” kata UBN di hadapan jamaah yang memadati ruang utama Masjid Baitul Ihsan.

Kisah tersebut Allah abadikan dalam Al Quran Surat Al Buruuj ayat 9 yang artinya:

“Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit, yang berapi (dinyalakan dengan) kayu bakar, ketika mereka duduk di sekitarnya, sedang mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang yang beriman. dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji.”

UBN, demikian sapaan akrabnya, menjelaskan ada empat makna Al ‘Aziz secara bahasa, yaitu yang pertama berarti tidak mempunyai tandingan, tidak ada yang menyerupai-Nya. Kedua, Al ‘Aziz berarti yang selalu menang tidak akan pernah dikalahkan. Dan, Allah adalah Dzat yang Maha menang dan tidak terkalahkan sebagaimana dalam firman Allah dalam Al Quran Surat Yusuf ayat 21 yang artinya:

“Dan Allah berkuasa terhadap urusan-Nya, tetapi kebanyakan manusia tiada mengetahuinya.”

Kemudian makna yang ketiga, Al ‘Aziz berarti yang maha kuat. Makna ini ditunjukkan dalam firman Allah dalam Al Quran Surat Yaasin ayat 14, yang artinya:

“(yaitu ketika Kami mengutus kepada mereka dua orang utusan, lalu mereka mendustakan keduanya; kemudian Kami kuatkan dengan (utusan) yang ketiga, maka ketiga utusan itu berkata: “Sesungguhnya kami adalah orang-orang di utus kepadamu.””

Sedangkan yang keempat Al ‘Aziz dalam artian Al Mu’iz yang artinya Yang Maha memuliakan dan menguatkan. Dengan makna ini, Al ‘Aziz adalah nama Allah Subhanallahu ta’alau yang menunjukkan nama perbuatan. Dalam Al Quran Surat Ali Imran ayat 26 Allah berfirman yang artinya:

“Katakanlah: wahai Tuhan Yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

Buah Keimanan Kepada Al ‘Aziz

UBN mengatakan, jika seorang hamba mengenal dan meyakini Allah sebagai Al ‘Aziz, Yang Maha Perkasa dan Tidak Terkalahkan, maka dia tidak akan pernah mengagungkan selain Allah Subhanallahu ta’ala. Orang yang beriman kepada Al ‘Aziz akan memiliki ‘izzah yang berarti kekuatan diri di dunia.

“Orang yang punya ‘izzah di dunia adalah orang yang dimuliakan Allah Subhanallahu ta’ala,” kata UBN. Dia melanjutkan, hal ini berkaitan dengan hadits Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, yaitu:

Dari Ibnu Umar, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Aku diutus dengan pedang menjelang hari kiamat hingga hanya Allah Ta’ala semata yang disembah dan tidak dipersekutukan dengan-Nya sesuatupun, dan telah dijadikan rizkiku di bawah bayangan tombakku, dan dijadikan kehinaan dan kerendahan bagi siapa saja yang menyelisihi perkaraku. Dan barang siapa menyerupai suatu kaum maka dia termasuk bagian dari mereka.” (Hadits Riwayat Ahmad, Thabrani dan Baihaqi).

Terkait masalah ‘izzah, lanjut UBN, Al Quran menjelaskan bahwa seluruh kekuatan kepunyaan Allah dan tiada guna manusia mencari kekuatan di sisi orang-orang yang kafir, seperti dalam An Nisa ayat 139 yang artinya:

“(yaitu) orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah.”

Buah keimanan kepada nama Allah Al ‘Aziz adalah menjadi sebab ditinggikan dan dimuliakannya seseorang oleh Allah Subhanallahu ta’ala dengan sifat pemaaf dan rendah hati, sesuai hadits riwayat Muslim yaitu:

Abu Hurairah meriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sedekah tidaklah akan mengurangi harta sedikitpun, dan tidaklah seorang hamba memberi maaf, melainkan Allah akan menambahkan baginya kemuliaan dan kehormataan, dan tidaklah seseorang itu merendahkan diri di hadapan Allah kecuali Allah akan mengangkat derajatnya.” (Hadits Riwayat Muslim).

Dengan nama Allah Al ‘Aziz pun kita bisa berdoa memohon perlindungan saat sedang dirundung kegelisahan, ketakutan, sakit bahkan ketika susah tidur, yaitu:

Dari Anas, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika kau merasakan sakit maka taruhlah tanganmu di bagian tubuh yang terasa sakit dan ucapkan, “bismillaahi a’uudzu bi’izzatillaahi wa qudratihi min syarri maa ajidu min waja’iy hadzaa (Dengan nama Allah, aku berlindung dengan keperkasaan Allah dan kekuasaan-Nya dari keburukan sakit yang aku derita ini), kemudian angkat kedua tanganmu lalu ulangi lagi seperti itu dengan bilangan ganjil.” (Hadits Riwayat Tirmidzi).

Maka, kelemahan, kehinaan dan keterbelakangan yang menimpa umat Islam sekarang ini adalah akibat maksiat dan dosa yang dilakukan oleh umat Islam itu sendiri dan akibat mereka jauh dari agama Allah Subhanallahu ta’ala. Wallahu a’lam bish shawab. (UL/bs)

 

sumber: Bumi Syam

Asmaul Husna dan Keuangan Keluarga

“Fadzkuruunii adzkurkum…Maka ingatlah kepadaKu maka Aku pun akan ingat kepadamu…” (Al-Baqarah (2): 152)

Begitulah salah satu seruan Allah supaya kita senantiasa ingat kepadaNya. Ayat ini dibahas panjang lebar di dalam kitab tafsir Ibnu Katsir. Beliau menyebutkan bahwa Imam Ahmad meriwayatkan dari Anas bin Malik, katanya, Rasulullah bersabda: “Allah SWT telah berfirman, ‘Hai anak Adam, jika kamu mengingat-Ku dalam dirimu, niscaya Aku akan mengingatmu dalam diri-Ku.

Dan jika kamu mengingat-Ku di tengah kumpulan (manusia), niscaya Aku akan mengingatmu di tengah kumpulan para malaikat (di tengah kumpulan yang lebih baik). Jika kamu mendekat kepada-Ku satu jengkal, niscaya Aku akan mendekat kepadamu satu hasta. Dan jika kamu mendekat kepada-Ku satu hasta, maka Aku akan mendekat kepadamu satu depa. Dan jika kamu mendatangi-Ku dengan berjalan kaki, niscaya Aku akan mendatangimu dengan berlari.’” (HR Bukhari).

Ekonomi Indonesia, Ekonomi Keluarga Kita
Dengan segala permasalahan ekonomi yang kita hadapi sekarang seperti inflasi barang dan jasa yang sangat kerap kita hadapi, kerugian ekonomi pascabencana atau kerusakan bumi seperti kasus asap baru-baru ini menjadikan sebagian dari kita putus asa dengan segala ikhtiar yang telah ditempuh.

Baca saja berita CNN tentang kerugian akibat kebakaran hutan yang menurut KADIN Riau mencapai Rp 20 triliun atau menurut versiCenter for International Forestry Research (CIFOR) kemungkinan bisa hingga Rp 200 triliun setelah ditambah dengan kerugian yang dialami oleh Malaysia dan Singapura, belum lagi jika ditambah kerugiaan dariFilipina yang kabarnya asap sudah tiba di sana.

Kerugian yang timbul adalah mulai dari pembatalan pesawat, kurangnya sinar matahari untuk pertanian, turunnya omset penjualan barang dan penyedian jasa karena kurangnya mobilitas, dan lain sebagainya. Sudah tentu semua ini menganggu pemasukan pendapatan sebagian keluarga. Lantas bagaimana solusinya?

 

Solusi Keuangan
Dalam mengelola keadaan defisit di saat keadaan seperti ini salah satunya adalah jika dapat mengencangkan ikat pinggang dengan mengurangi pengeluaran kebutuhan sekunder, mencari bahan subtitusi lebih murah untuk menutupi kebutuhan primer dan mengurangi makan di luar atau jalan-jalan keluarga.

Tahap keduanya adalah mencari solusi pendapatan baru dan yakin bahwa Allah yang menetapkan rezeki bagi setiap mahluk jadi jangan pernah putus asa.

Tentu saja di sisi lain ada sebagian keluarga yang menikmati pendapatan yang lebih baik dari keadaan ekonomi yang disebut di atas, seperti penjual oksigen dalam tabung dan obat-obatan, masker penutup hidung dan air bersih, namun tetaplah hidup prihatin serta senantiasa berbagi dengan sesama.

Apapun keadaannya, semuanya tidak kekal, maka dari itu baik dalam keadaan senang maupun susah, jangan pernah berhenti bersyukur dan berdoa supaya Allah Ya Akhir memberikan akhir hidup kita dalam keadaan terbaik dan akan masuk ke Surga Firdaus.

Dahsyatnya Doa
Banyak di antara kita melupakan dasyatnya dampak doa yang kita panjatkan kepada Allahuntuk merubah nasib dan keadaan yang kita hadapi. Termasuk “Gerakan Nasional Revolusi Mental” yang sedang dicanangkan oleh pemerintah saat ini, harusnya juga menyentuh “bagaimana merevolusi cara kita berdoa”. “Percuma membangunFisik tanpa membangun pola pikir  masyarakat” kata Ir. H. Joko Widodo, Presiden RI.

Ikhtiar pembangunan fisik termasuk juga ikhtiar membangun keluarga dan mengelola keuangannya yang baik seharusnya didampangi dengan doa, dan doa yang baik adalah doa yang mengikuti syarat kabul dan adabnya. Barulah kemudian kita berharap bahwa doa kita akan diijabah, tanpa penghalang.

Saya tergelitik menyampaikan tulisan ini karena sering mendengar sebagian kita yang mengeluh “kenapa ya masalah asap ini tidak segera usai?”, “kenapa ya ekonomi Indonesia tidak bisa lebih cepat tumbuhnya?”, “kapan Indonesia akan bebas dari hutang?”, “kapan ya masyarakat kita bersih korupsi?” dan akhirnya “kenapa ya uang yang kubawa ke rumah selalunya tidak pernah cukup?”, atau “bagaimana supaya Allah membukakan lagi pintu-pintu rezeki bagi keluarga kita?”.

 

Namun sayangnya, kita lupa dahsyatnya doa, juga syarat dan adab berdoa sering tidak kita perhatikan seperti misalnya memastikan setiap yang dimakan dan diminum adalah halal, menghadap kiblat, tidak tergesa-gesa serta memuji Allah dengan nama-namaNya yang terbaik (asmaul husna).

Menggunakan beberapa nama-nama Allah yang disesuaikan dengan keinginan berdoa terkesan sederhana namun hal ini dapat memberikan dampak yang luar biasa. Seperti dalam Al-‘Araf (7): 180 dimana Allah menganjurkan kita untuk menggunakan Asma’ul Husna dalam doa: “Hanya milik Allah asmaul husna maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaul husna itu…”

Disamping itu ada sebuah hadith Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Daud adalah sebagai berikut: “Apabila kalian berdoa, hendaknya dia mulai dengan memuji dan mengagungkanAllah, kemudian bershalawat kepada Nabi shallallahu alaihi wassalaam. Kemudian berdoalah sesuai kehendaknya.”

Semoga anjuran dari Alquran an hadith ini akan memberikan semangat bagi kita untuk mengenal Allah (ma’rifatullah) melalui nama-namanya yang berjumlah 99 ini.

Contoh Doa dengan Asmaul Husna
Banyak dari kita yang paham, sering mendengar kajian atau hafal asmaul husna, tapi malas menggunakannya dalam doa. Padahal doa kita terdengar sangat sejuk ketika menggunakannya seperti: Ya Allah Ya Qaadir, hentikanlah bencana kebakaran hutan di Riau dan hutan-hutan lainnya.

Ya Allah Ya A’liyy, Ya Syakuur, Ya Hamiid naikkanlah martabatIndonesia, jadikan bangsa ini bangsa yang banyak bersyukur lagi terpuji, Ya Allah Ya Haadi, tunjukanlah kami jalan yang Engkau ridhoi, Ya Allah Ya Razzaq, bukakanlah pintu-pintu rezeki bagi keluarga kami, Ya Allah Ya Mujiib, kabulkan doa kami.

 

Tips memahami dan menghafal 99 asmaul husna

Walau kita sibuk dengan bisnis, pekerjaan atau studi, sempatkanlah membaca buku-buku tentang asmaul husna, membaca ayat-ayat Alquran beserta artinya yang menggunakan asma-asma di dalamnya. Sangat bagus jika dapat meluangkan waktu untuk mendengar kajianAsmaul Husna di majlis atau online seperti yang sudah diselenggarakan oleh pengajian di Glasgow dan Pengajian Derby-Leicestershire-Nottingham di Inggris dan tentunya ada juga di kota–kota lainnya.

Bagi yang di Jakarta dan sekitarnya, dapat datang ke kajian rutin mengenai asmaul husna seperti yang sudah didedikasikan oleh Andalusia Islamic Centre, Sentul City, Bogor, pada hari Ahad kedua setiap bulan dimulai jam 7:30 pagi.

Informasi yang didapati dari Imam Besar Masjid Andalusia bahwa jamaah yang hadir rata-rata bisa sebanyak seribu orang dewasa dan anak-anak termasuk mahasiswa dan mahasiswi STEI Tazkia atau bisa hingga 3.000 orang jika dipadukan acara-acara khusus seperti perayaan 1 Muharram, Maulid Nabi, dan lain sebagainya.

Kajian yang diberi nama “Sukses, Kaya, Bahagia dengan Asma’ul Husna dan Teladan Rasulullah SAW” ini dibawakan oleh Dr. Muhammad Syafii Antonio, M.Ec, pimpinan Tazkia Group yang kerap didampingi oleh pembicara internal Tazkia, pembicara tamu baik pakar atau ulama asal Indonesia maupun mancanegara.

Kajian yang sudah berlangsung lebih dari 4 tahun ini bulan depan, Ahad, 8 November 2015 akan membahas asma yang ke-56 yaitu “Al-Hamiid” yang artinya “Yang Maha Terpuji” yang dapat dijumpai diantaranya di dalam  QS Huud (11):73, QS Al-Hajj (22):24, QS Luqmaan (31):12 dan QS Faathir (35):15.

Adapun tehnik menghafal cepat asmaul husna dapat dipelajari melalui kursus sehari dengan tehnik menggunakan otak kanan yang banyak disediakan oleh majlis-majlis kajian di Indonesia. Jika berhasil menghafal, tentunya akan mempermudah kita dengan cepat menggunakan asma-asma yang terkait dengan doa yang kita panjatkan. Wallahu’alam.

Masih mengeluh? Masih malas berdoa? Tentu saja tidak lagi, bukan?

 

Oleh: Dr. Murniati Mukhlisin, M.Acc
(Penulis dan Konsultan Sakinah Finance di Colchester, Inggris)

sumber: Republika Online