Menunda Bayar Hutang Padahal Sudah Mampu, Apakah Termasuk Dosa?

Kehidupan zaman sekarang semakin hari semakin keras dan kejam saja. Agar bertahan hidup saja orang-orang harus saling sikut-sikutan tanpa pandang bulu baik kawan maupun lawan. Hanya karena melihat orang yang berhutang mendapat rezeki, hutang yang belum jatuh tempo pun sudah ditagih oleh pihak yang memberi hutang. Di sisi lain, ada juga orang yang mengutang menyepelekan membayar hutang. Ia berani menunda bayar hutang padahal sudah mampu. Dilihat dari sudut pandang hukum Islam, bagaimana hukum menunda bayar hutang padahal sudah mampu? Bagaimana juga hukum menagih hutang sebelum jatuh tempo?

Dalam pembahasan fikih muamalah, akad yang mengatur utang-piutang disebut dengan akad qardh, yang dalam akad ini pihak pemberi hutang disebut dengan muqridh, dan pihak yang berhutang disebut  dengan muqtaridh. Hukum asal dari memberi hutang adalah sunnah karena merupakan salah satu bentuk  menolong orang lain dari kesulitan, sebagaimana disebutkan dalam hadits Nabi:

مَنْ فَرَّجَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُنْيَا، فَرَّجَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ القِيَامَةِ، وَاللهُ فِيْ عَوْنِ العَبْدِ مَا دَامَ العَبْدُ فِيْ عَوْنِ أَخِيْهِ. رواه مسلم

Orang yang melepaskan seorang muslim dari kesulitannya di dunia, Allah akan melepaskan kesulitannya di hari kiamat; Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama ia (suka) menolong saudaranya” (HR. Muslim)

Dalam akad qardh sendiri menurut mayoritas ulama tidak disyaratkan adanya jangka waktu tertentu untuk pelunasan. Bila syarat tersebut disebutkan saat akad berlangsung, maka syarat tersebut otomatis gugur. Oleh sebab itu, pihak pemberi hutang boleh-boleh saja menagih hutang sebelum jatuh tempo. Hal ini sebagaimana diutarakan dalam kitab al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-Kuwaitiyyah (33/128):

اشْتِرَاطُ الأَجَلِ. اخْتَلَفَ الفُقَهَاءُ فِي صِحَّةِ اشْتِرَاطِ الأجَلِ وَلُزُوْمِهِ فِي القَرْضِ عَلَى قَوْلَيْنِ أَخَدُهُمَا لِجُمْهُوْرِ الفُقَهَاءِ مِنَ الحَنَفِيَّةِ وَالشَّافِعِيَّةِ وَالحَنَابِلَةِ وَالْأَوْزَاعِيِّ وَابْنِ الـمُنْذِرِ وَغَيْرِهِمْ وَهُوَ أَنَّهُ لَا يَلْزَمُ تَـأْجِيْلُ القَرْضِ وَإِنِ اشْتَرَطَ فِيْ العَقْدِ وَلِلْـمُقْرِضِ أَنْ يَسْتَرِدَّهُ قَبْلَ حُلُوْلِ الأَجَلِ.

“Syarat Tempo Hutang. Ulama berbeda pendapat dalam hal sahnya syarat jangka waktu dalam akad hutang piutang. Terdapat dua pendapat salah satunya pendapat mayoritas ulama dari mazhab Hanafi, Syafi’i, Hanbali, serta pendapat dari Imam al-Awza’i, Imam Ibn al-Mundzir dan ulama lainnya bahwa dalam utang piutang tidak diwajibkan adanya penentuan tempo pelunasan meskipun sudah disyaratkan dalam akad. Oleh karena itu, pihak yang memberi hutang boleh menagih sebelum jatuh tempo”

Meskipun boleh menagih hutang sebelum jatuh tempo, hanya saja sebaiknya ditangguhkan terlebih dahulu sesuai dengan kesepakatan, sebagaimana dsebutkan dalam kitab Tanwir al-Qulub (halaman 274):

وَلَوْ شَرَطَ أَجَلًا فَالشَّرْطُ لَغْوٌ وَلِلْمُقْرِضِ مُطَالَبَتُهُ قَبْلَ حُلُوْلِهِ وَيُسَنُّ لَهُ الوَفَاءُ بِالتَّأْجِيْلِ

“Seandainya disyaratkan adanya tempo pelunasan, maka syarat tersebut menjadi sia-sia. Pihak pemberi hutang boleh menagih utangnya sebelum jatuh tempo, namun sunnah baginya menagihnya sesuai dengan  waktu yang disepakati”

Sebagai catatan tambahan, pihak pengutang yang tidak melunasi hutangnya sebelum jatuh tempo padahal sudah mampu, ia tidak tergolong sebagai penunda-nunda pelunasan hutang yang mendapat dosa. Sebab yang masuk kategori ini adalah orang yang mampu membayar namun menunda bayar hutang sampai setelah tempo waktu yang ditentukan, sebagaimana disebutkan dalam kitab al-Muntaqa Syarh al-Muwaththa’ (5/67):

 (ش قَوْلُهُ “مَطْلُ الغَنِيِّ ظُلْمٌ” الـمَطْلُ هُوَ مَنْعُ قَضَاءِ مَا اسْتُحِقَّ عَلَيْهِ قَضَاؤُهُ. فَلَا يَكُوْنُ مَا لَمْ يَحِلَّ أَجَلُهُ مِنَ الدُّيُوْنِ مَطْلًا. وَإِنَّمَا يَكُوْنُ مَطْلًا بَعْدَ حُلُوْلِ أَجَلِهِ.

“(Penjelasan) hadits Nabi ‘Penundaan bayaran yang dilakukan oleh orang mampu adalah suatu kezaliman.’ Penundaan yang dimaksud dalam hadits ini adalah mencegah untuk membayar hutang yang seharusnya ia lunasi. Oleh karena itu, bila masih belum jatuh tempo maka tidak dikategorikan sebagai upaya penundaan pelunasan hutang. Dikatakan sebagai perbuatan menunda-nunda bila dilakukan sesudah jatuh tempo”

Wallahu a’lam.

BINCANG SYARIAH