Benarkah Hukum Bekerja di Perusahaan Rokok Haram, Seperti Kata Ustadz Khalid Basalamah?

Ceramah Ustadz Khalid Basalamah kembali viral di media sosial. Yang terbaru, Ustadz Khalid Basalamah menyebutkan bahwa hukum bekerja di perusahaan rokok adalah haram.

Lewat video yang diupload di akun Youtube Lentera Islam, pada 12 Juli 2016, Ustadz Khalid ditanya tentang hukum kerja di perusahaan rokok. Simak kutipan ceramahnya;

Hukum kerja di perusahaan rokok? Siapa yang jawab nih. Haram hukumnya, semua pemerintah, semua dokter, semua ulama mengharamkan rokok. Bagaimana caranya kita bilang halal. Enggak bisa. Dari sisi mana halalnya coba? ” begitu ujar ustadz Khalid Basalamah, dikutip dari Lentera Islam.

Lantas benarkah klaim dan fatwa hukum  terkait haram bekerja di pabrik rokok tersebut?

Membantah Argumen Ustadz Khalid Basalamah

Menurut sebagian kalangan, bekerja di pabrik adalah haram hukumnya, sebab ada kebatilan di sana. Jika demikian, maka jalan tol juga haram Li ghairi dzatihi (haram karena faktor eksternal, bukan materinya atau dzatnya yang haram).

Sebab dana yang dipakai untuk pembanguna tol itu sedikit banyak berasal dari pajaknya rokok, maka jika hukum kerja di pabrik rokok adalah haram, maka ini juga akan berimbas pada status kehalalannya uang yang di dapat darinya.

Yang bekerja di sana pun amat sangat banyak, maka jika difatwakan demikian, niscaya akan terjadi fenomena pengangguran massal.

Mungkin mereka yang berpandangan demikian, berasal dari hukum merokok itu sendiri, yang mana mereka menghukuminya haram, sehingga berimbas pada hukum bekerja di tempat ini. Maka dari itu, mari kita runtut dari awal hukumnya.

Perlu diketahui, bahwasanya hukum rokok itu masih diperselisihkan para ulama. Ada yang berpendapat makruh, mubah, haram dan bahkan sunnah. Semua hukum tersebut bergantung pada poros illatnya. Hukum merokok diperinci oleh para ulama’ sebagaimana redaksi berikut:

(قوله ولا بيع لا منفعة فيه) قيل منه الدخان المعروف لانه لا منفعة فيه بل يحرم استعماله لان فيه ضررا كبيرا وهذا ضعيف وكذا القول بانه مباح والمعتمد انه مكروه بل قد يعتريه الوجوب كما اذا كان يعلم الضرر بتركه وحينئذ فبيعه صحيح وقد تعتريه الحرمة كما اذا كان يشتريه بما يحتاجه لنفقة عياله او تيقن ضرره.

“Dan tidak sah jual beli yang tidak ada manfaatnya, maka ada yang berpendapat bahwa rokok itu termasuk komoditas yang tidak sah jual belinya, karena termasuk barang yang tidak ada manfaatnya.

Bahkan haram mengkonsumsinya, karena adanya dampak negatif yang didapat darinya, namun ini adalah pendapat yang lemah (dlo’if), sebegitu juga pendapat yang menyatakan bahwa rokok itu halal, pendapat ini juga dianggap dloif.

Menurut pendapat yang mu’tamad (yang bisa dibuat pegangan) yaitu makruh, bahkan bisa menjadi wajib, jika tahu kalau meninggalkan rokok bisa berdampak negatif pada dirinya (semisal mengurangi tingkat fokus dalam pekerjaan atau lainnya), maka jika demikian, niscaya jual beli rokok tadi hukumnya sah.

Hanya saja, terkadang hukumnya rokok tadi bisa menjadi haram, contohnya seperti membeli rokok dengan uang yang seharusnya untuk menafkahi keluarganya atau ada keyakinan jika merokok akan langsung berdampak negatif pada dirinya”. (Syekh Ibrahim Al-Baijuri, Hasyiyah Al-Bajuri I/343 cetakan Al-Hidayah Surabaya)

Memandang hukum rokok yang beragam, maka tidak bisa serta merta dijustifikasi bahwa bekerja di pabrik rokok itu haram. Syekh Ahmad Mamduh (Salah satu anggota Dar Al-Ifta’ Al-Misriyyah) mengatakan bahwa hukum bekerja di pabrik rokok itu boleh, sebab DIM menganut pada pendapat ulama’ yang mengatakan bahwa hukum rokok itu makruh.

Karena hukum rokok itu beragam, maka kita bisa mengikutinya sesuai kondisi yang kita alami. Yang pada akhirnya ini juga berimbas pada hukum bekerja di pabrik rokok. Namun ada satu kaedah penting yang baiknya kita mengetahuinya, Syaikh Al-Azhar Imam Al-Baijuri mengatakan:

من ابتلى بشيء مختلف فيه, فليقلد من أجاز

“Barang siapa yang diuji (dihadapkan) dengan perkara yang hukumnya masih diperselisihkan, maka seyogyanya ia mengikuti ulama’ yang memperbolehkannya”.

Maka sudah jelaslah mengenai hukum bekerja di perusahaan rokok, karena suatu hal yang masih diperselisihkan hukumnya itu tidak boleh diingkari, niscaya silahkan saja mengikuti pendapat yang sesuai dengan kondisinya.  Al-Aqil thabib nafsihi wa amiri nafsihi, orang yang berakal itu adalah dokter bagi dirinya sendiri, serta pemegang kendali bagi segala urusannya. Wallahu A’lam bi Al-Shawab.

BINCANG SYARIAH