Pertanyaan:
Apa pendapat Anda tentang puasa enam hari setelah bulan Ramadan di bulan Syawal? Di dalam kitab Muwaththa’ Imam Malik rahimahullah, beliau berkata tentang puasa enam hari setelah Idulfitri, “Bahwa tidak ada seorang pun dari ulama dan ahli fikih yang menganjurkan untuk berpuasa pada saat itu. Tidak juga riwayat dari (ulama) salaf sampai kepadaku. Para ulama memakruhkan hal itu. Mereka bahkan khawatir ini termasuk bid’ah, dan termasuk menyambung puasa Ramadan dengan puasa lain yang bukan darinya.” Pernyataan beliau ada di dalam Al-Muwaththa’ no. 228, juz yang pertama.[1]
Jawaban:
Telah sahih dari Abu Ayyuub radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallalllahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
من صام رمضان ثم أتبعه ستًا من شوال فذاك صيام الدهر
“Barangsiapa yang berpuasa Ramadan, lalu mengikutinya dengan enam hari puasa di Syawal, maka (seakan-akan) itu puasa satu tahun (setahun).” (HR. Ahmad, Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi)[2]
Hadis sahih ini menunjukkan bahwa puasa enam hari di bulan Syawal adalah sunah. Imam Asy-Syafi’i, Imam Ahmad, dan jama’ah (banyak) para imam dari ulama telah mengamalkan hadis ini. Tidaklah benar untuk mempertentangkan hadis ini dengan apa yang menjadi pendapat sebagian ulama, yaitu makruh untuk berpuasa dikarenakan takut dianggap oleh orang yang jahil bahwa ini termasuk dari Ramadan, atau khawatir anggapan wajibnya hal tersebut, atau bahwa tidak sampai (riwayat) kepadanya seorang pun dari ahli ilmu yang mendahuluinya berpuasa. Sesungguhnya itu termasuk dari zhan (prasangka) dan tidak bisa melangkahi As-Sunnah yang sahih.
Dan orang yang memiliki ilmu, menjadi hujjah bagi yang tidak memiliki ilmu.
Sumber: http://iswy.co/e1394t
Penulis: Muhammad Fadhli, S.T.
Artikel: www.muslim.or.id
[1]Dalam kitab Al-Muwaththa’, Bab Jami’ Ash-Shiyam, hal. 330. Diriwayatkan dari Abu Mush’ab Az-Zuhri,
857 – وقال مَالِك: فِي صِيَامِ سِتَّةِ أَيَّامٍ بَعْدَ الْفِطْرِ مِنْ رَمَضَانَ: إِنَّهُ لَمْ يَرَ أَحَدًا مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ وَالْفِقْهِ يَصُومُهَا، وَلَمْ يَبْلُغْه ذَلِكَ عَنْ أَحَدٍ مِنَ السَّلَفِ، وَإِنَّ أَهْلَ الْعِلْمِ يَكْرَهُونَ ذَلِكَ، وَيَخَافُونَ بِدْعَتَهُ، وَأَنْ يُلْحِقَ بِرَمَضَانَ أهل الْجَفَاءِ وَأَهْلُ الْجَهَالَةِ، مَا لَيْسَ فيهُ لَوْ رَأَوْا فِي ذَلِكَ رُخْصَةً من أَهْلِ الْعِلْمِ، وَرَأَوْهُمْ يَعْمَلُونَ ذَلِكَ.
Imam Malik Rahimahullah berkata, “Mengenai puasa enam hari setelah berbuka dari bulan Ramadan, maka sesungguhnya tidak ada seorang pun dari kalangan Ahli Ilmu dan Ahli Fikih yang berpandangan untuk berpuasa (enam hari tersebut) dan tidak juga sampai (riwayat puasa syawal) dari seorang salaf pun. Para ulama memakruhkan hal tersebut dan khawatir akan status bid’ah-nya, akan (anggapan) tersambungnya (termasuk) Ramadan, oleh ahlul jafa’ (orang yang meremehkan) dan orang-orang bodoh, dengan sesuatu yang tidak ada, seandainya ada dari ulama yang berpendapat di dalamnya ada rukhshah (keringanan), dan mereka melihat para ulama mengerjakan ibadah puasa tersebut.”
[2]Dalam kitab Shahih Wa Dha’if Sunan At-Tirmidzi karya Syekh Al-Albani. Syekh Al-Albani menilai hadis ini hasan sahih.
Sumber: https://muslim.or.id/75189-fatwa-ulama-benarkah-puasa-syawal-hukumnya-makruh.html