Hukum Berbohong Demi Kebaikan

Dalam kondisi tertentu, terkadang kita perlu berbohong kepada orang lain demi kebaikan bersama dan untuk menghindari bahaya dan keburukan yang lebih besar. Misalnya, kita berbohong kepada istri demi terciptanya kerukunan dan kedamaian rumah tangga, atau kita berbohong kepada anak kecil agar dia berhenti menangis dan lainnya. Sebenarnya, bagaimana hukum berbohong demi kebaikan dalam Islam, apakah boleh?

Pada dasarnya, dalam Islam berbohong merupakan perbuatan tercela dan dihukumi haram. Kita tidak boleh berbohong kepada orang lain, sebaliknya kita harus berkata jujur. Hal ini karena selain merugikan orang lain, berbohong juga bisa membawa pelakunya pada keburukan lainnya, seperti tidak dipercaya orang lain dan sebagainya.

Namun demikian, meski pada dasarnya berbohong hukumnya haram, namun dalam kondisi tertentu berbohong justru diperbolehkan, bahkan terkadang menjadi wajib. Menurut Imam Al-Nawawi, berbohong boleh dilakukan jika hal itu dilakukan demi kebaikan yang tidak mungkin diperoleh kecuali dengan berbohong.

Ini sebagaimana disebutkan dalam kitab Taudhihul Ahkam Min Bulughil Maram berikut;

قال النواوي: اعلم أن الكذب وإن كان أصله محرما فيجوز في بعض الأحوال فكل مقصود محمود يمكن تحصيله بغير الكذب يحرم الكذب فيه، وإن لم يمكن تحصيله إلا بالكذب جاز الكذب، ثم إن كان تحصيل ذلك المقصود مباحا كان الكذب مباحا، وإن كان واجبا كان الكذب واجبا

Imam Al-Nawawi berkata: Ketahuilah bahwa berbohong, meski pada dasarnya hukumnya haram, namun ia boleh dilakukan dalam kondisi-kondisi tertentu. Setiap tujuan yang baik jika masih memungkinkan diperoleh tanpa berbohong, maka berbohong dalam kondisi seperti ini hukumnya haram. Namun jika tujuan yang baik itu tidak mungkin diperoleh kecuali dengan berbohong, maka hukumnya boleh berbohong. Jika tujuan yang baik itu bersifat mubah, maka berbohong hukumnya mubah, dan jika tujuan yang baik itu bersifat wajib, maka berbohong hukumnya wajib.

Dalil yang dijadikan dasar oleh Imam Al-Nawawi mengenai kebolehan berbohong demi kebaikan adalah hadis riwayat Imam Al-Bukhari dan Imam Muslim dari Ummu Kultsum binti Uqbah, beliau mendengar Nabi Saw bersabda;

ليس الكذاب الذي يصلح بين الناس فينمي خيرا أو يقول خيرا

Bukan seorang pendusta, orang yang berbohong untuk mendamaikan antar sesama manusia. Dia menumbuhkan kebaikan atau mengatakan kebaikan.

BINCANG SYARIAH

3 Batasan Berbohong Demi Kebaikan dalam Islam

PADA prinsipnya berbohong atau berkata dusta atau berperilaku tidak jujur dilarang dalam Islam. Alquran dan al hadits secara tegas mencela mereka yang suka berbohong. Alquran menganggap berbohong adalah perilaku orang yang tidak beriman.

“Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah pembohong.” (QS An Nahl: 105)

Rasulullah menegaskan haramnya berdusta dan menjadi salah satu tanda orang munafik, “Tanda orang munafik ada tiga: berkata bohong, ingkar janji, mengkhianati amanah.” (HR Bukhari & Muslim).

Ada saat dan kondisi tertentu di mana berbohong itu dibolehkan. Yaitu, di saat terpaksa dan dalam situasi darurat.

“Barang siapa kafir kepada Allah setelah dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan mereka akan mendapat azab yang besar.” (QS An Nahl: 106)

Imam Ghazali dalam kitab Ihya Ulumiddin jilid IV/284 mengutip sebuah hadis Nabi yang membolehkan seseorang berdusta dalam 3 (tiga) perkara:

“Rasulullah tidak mentolerir suatu kebohongan kecuali dalam tiga perkaran: (a) untuk kebaikan; (b) dalam keadaan perang; (c) suami membohongi istri dan istri membohongi suami (demi menyenangkan pasangannya).”

Dalam hadis lain yang serupa dikatakan, “Setiap kebohongan itu terlarang bagi anak cucu Adam kecuali (a) dalam peperangan. Karena peperangan adalah tipu daya. (b) menjadi juru damai di antara dua orang yang sedang bertikai; (c) suami berbohong untuk menyenangkan istri.”

Imam Nawawi dalam Syarah Muslim menjelaskan maksud hadis ini, “Adapun bohongnya suami pada istri dan bohongnya istri pada suami maka yang dimaksud adalah dalam menampakkan rasa sayang, dan berjanji yang tidak wajib, dan yang semacam itu. Adapun berbohong suami karena tidak bisa memenuhi kewajibannya atau bohongnya istri karena meninggalkan kewajibannya atau mengambil hak yang bukan milik suami atau istri maka itu haram menurut kesepakatan ulama (ijmak).”

Memiliki dan menumbuhkan sifat jujur wajib bagi setiap muslim karena jujur merupakan sifat yang membedakan antara mukmin dan munafik. Dan hukum berbohong adalah:
1. Haram yaitu melakukan kebohongan yang tidak berguna
2. Makruh, untuk mendamaikan dua orang yang berselisih.
3. Mubah, dalam hal cumbu rayu suami istri.
4. Sunah, dalam peperangan antara muslim dan kafir.
5. Wajib,untuk menyelamatkan jiwa seseorang.

Allah maha teliti hitungannya dan tidak zalim kepada hambanya, jadi kalau seseorang melakukan dosa kecil maka Allah akan mencatatnya sebagai dosa kecil dan bila melakukan dosa besar akan dicatat sebagai dosa besar, yang harus di garis bawahi ‘Tumpukan dosa kecil akhirnya bisa bergulir seperti bola salju dan menjadi tumpukan dosa besar’.

Oleh karena itu jangan pernah meremehkan dusta/ dosa, sekecil apapun sebaiknya dihindari dan selalu waspada agar tidak terjatuh pada kondisi yang memberatkan diri kita. Wallahu a’lam. [Ustadzah Nurdiana]

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2337910/3-batasan-berbohong-demi-kebaikan-dalam-islam#sthash.gP685Ux1.dpuf

Ketika Orang Tua Tak Sadar Ajari Anak ‘Berbohong Demi Kebaikan’

White lies, satu istilah yang merujuk pada kebohongan yang dilakukan demi kebaikan. Hal ini sepertinya lumrah dilakukan orang dewasa. Tapi pada anak, apakah white lies juga bisa dilakukan?

“Sebetulnya bohong tetap bohong. Ketika anak berbohong, dia kan menyembunyikan fakta atau tidak mengungkapkan fakta, atau dia mencari fakta baru yang tidak sesuai dengan kejadian. Itu kan sesuatu yang perlu diklarifikasi,” tegas psikolog anak dan remaja dari RaQQi – Human Development & Learning Centre, Ratih Zulhaqqi.

Dalam perbincangan dengan detikHealth, Ratih kurang setuju dengan adanya anggapan bahwa anak bisa diajak berbohong, meski bentuk kebohongan itu adalah ‘white lies’. Sebab, nantinya anak bisa bingung.

Jika sebelumnya anak selalu diwanti-wanti untuk jujur, tapi suatu hari ia diminta berbohong, maka anak akan bingung karena sebelumnya ia dilarang bohong tapi mengapa kemudian ia diminta melakukan sesuatu yang dilarang tersebut.

Atau, bisa juga anak langsung mengambil nilai bahwa memang berbohong boleh dia lakukan. Sebab, kata Ratih pada dasarnya children see, children do atau dengan kata lain, anak akan melakukan apa yang dia lihat.

Contohnya saja, ketika ibu membeli tas baru bersama sang anak tanpa sepengetahuan si ayah. Lalu, si ibu meminta sang anak untuk mengatakan pada ayahnya bahwa tas ibu merupakan pemberian teman, bukan dibeli.

“Kalau begitu artinya ada negosiasi soal bohong dengan anak. Akhirnya anak mengambil suatu nilai bahwa dia boleh melakukan ini. Akan lebih baik kalau langsung saja bilang ini dikasih, jadi nggak perlu mengungkapkan fakta,” kata pemilik akun twitter @ratihyepe ini.

Atau, bisa juga jelaskan kepada anak mengapa sang ibu harus menyembunyikan fakta bahwa memang tas itu dibeli. Meski begitu, Ratih menegaskan sebisa mungkin ajari anak untuk tidak berbohong, salah satunya dengan memberi contoh pada mereka.

 

sumber: Detik.com