Seratusan pengunjung tampak memadati area parkir di luar kompleks Asrama Haji Pondok Gede Jakarta, akhir pekan lalu. Mereka berasal dari berbagai daerah di Jakarta dan Banten. Tujuan mereka ke sana cuma satu, yakni ingin melepas anggota keluarga yang hendak berangkat haji ke Makkah tahun ini.
Salah satu calon haji (calhaj), Saraijo (60 tahun) mengungkapkan, ia telah mendaftar haji sejak 2010. Ia pun tidak mengira bakal diberangkatkan ke Tanah Suci pada tahun ini. Sebab, menurut data Kementerian Agama (Kemenag) RI, ia awalnya tercatat sebagai calhaj 2018. Namun, keberangkatannya bisa dipercepat karena adanya kebijakan penambahan kuota haji Indonesia dari pemerintah Arab Saudi, beberapa waktu lalu.
“Alhamdulillah, doa saya diijabah sama Allah, bisa berangkat ke Makkah sebelum tutup usia,” ucap lelaki itu.
Saraijo tinggal di Kalideres Jakarta Barat. Sampai hari ini, ia masih tercatat sebagai karyawan tetap di salah satu pabrik produsen peralatan dapur yang berada di daerah Pesing. Ia mengaku selalu menyisihkan penghasilannya setiap tahun agar bisa berangkat haji.
Sebelumnya, Raja Arab Saudi Salman bin Abdul Aziz al-Saud memutuskan untuk mengembalikan kuota haji Indonesia ke tingkat normal seperti pada 2012, yakni sebanyak 211 ribu orang per tahun. Angka tersebut bertambah sebanyak 52.200 orang jika dibandingkan dengan tahun 2016 yang hanya berjumlah 168.800 orang.
Khusus untuk 2017, Raja Salman juga memberikan kuota tambahan lagi untuk calhaj Indonesia sebanyak 10 ribu orang. Dengan begitu, total calhaj Indonesia yang diberangkatkan ke Tanah Suci tahun ini menjadi 221 ribu orang.
Saraijo sendiri terdaftar sebagai calon jamaah haji (calhaj) kelompok terbang (Kloter) 51 DKI Jakarta yang dijadwalkan berangkat ke Tanah Suci pada Senin (21/8). Pria berusia kepala enam itu mengaku bahagia namanya dimasukkan ke dalam kuota tambahan tersebut. Sebab, tidak semua calhaj 2018 yang memperoleh keberuntungan sepertinya. “Masih ada 200 ribu lebih calhaj lainnya yang saat ini masih menunggu antrean untuk diberangkatkan tahun depan,” katanya.
Jamaah haji asal Payakumbuh Sumatra Barat, Syuaibah (63), mengatakan, ibadah haji pada prinsipnya bukan semata-mata berbicara soal kemampuan materi dan fisik saja. Tetapi juga menyangkut kesiapan mental. Ia sendiri mengaku membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk memantapkan hati berangkat haji.
“Kalau dari segi kemampuan materi, saya sebenarnya sudah punya tabungan yang cukup untuk pergi ke Tanah Suci sejak 2001 silam. Akan tetapi, ketika itu saya masih bimbang untuk berhaji karena anak-anak masih sekolah dan saya pikir mereka butuh uang untuk pendidikannya. Padahal, kalaupun uangnya saya pakai untuk membiayai sekolah mereka, tabungan saya tidak akan habis,” kata Syuaibah.
Pada satu kesempatan, kata dia, anaknya yang bungsu mengingatkan Syuaibah bahwa hukum berhaji adalah wajib bagi setiap Muslim yang mampu. Karenanya, tidak ada alasan bagi seseorang yang memiliki kecukupan harta untuk tidak berhaji.
“Anak saya bilang, ada hadis yang menyebutkan bahwa orang yang mempunyai kemampuan secara materi tapi tidak mau berhaji, tinggal pilih saja matinya mau dalam keadaan Yahudi, Nasrani, atau Majusi? Kata-kata itu kemudian membuat saya tersadar, sehingga akhirnya mantap berangkat haji,” kata ibu empat anak itu.