Survei BPS dan Naik Turunnya Indeks Kepuasan Jamaah Haji

Oleh: Eko Oesman*

Butuh delapan tahun bagi Kementerian Agama melalui Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh (PHU) untuk meraih indeks kepuasan jamaah tertinggi, yaitu 84,85 persen. Bayangkan lama waktu dan ragam upaya yang telah dilakukan.

Salah satu aspek yang paling penting adalah, Kemenag mempercayakan survei penilaian kepuasan ini kepada BPS. Sesuai undang-undang yang dimiliki BPS diperbolehkan membantu kementerian lembaga dalam hal melakukan konsultasi, bimbingan dan kerja sama terkait penyediaan data.

Muncul pertanyaan, mengapa butuh waktu lama? Pertama, jika saja BPS melaksanakan survei sesuai pesanan, maka cukup satu dua tahun saja angka indeks 85 persen yang selalu jadi target Indikator Kinerja Utama (IKU) Dirjen PHU akan sangat mudah tercapai.

Kebetulan saya terlibat dalam pengawalan tim survei ini selama kurun waktu delapan tahun itu. Dan kebetulan ke dua adalah sesuai izin dan rezeki dari Allah saya dua kali menjadi petugas survei haji. Sebagian teman menjuluki saya Haji Muhidin seorang tokoh dalam sinetron yang berkali-kali naik haji. Lainnya menggelari saya Haji Abidin Mansur Kosasih yang berarti Haji Atas Biaya Dinas Melaksanakan Survei Ongkos Dikasih. Alhamdulillah.

Selama kurun waktu delapan tahun itu saya mengamati langsung upaya dan program perbaikan yang dilakukan PHU. Satu catatan menarik, tidak ada upaya terstruktur mulai dari level Dirjen hingga petugas di lapangan yang mencoba memengaruhi independensi petugas survei. Saya masih ingat persis ketika kami melaporkan hasil survei kepada bapak Anggito Abimayu selaku Dirjen PHU tahun 2011 lalu, dia berujar “silakan saja BPS mengumumkan hasil survei ini secara transparan, apa adanya, merah atau biru itulah rapor kami”.

Waktu itu angka indeks naik dari 81.45 ke 83.31 persen. Setahun kemudian angka terjun bebas ke 81.32 persen. Penurunan tajam 1.99 poin itu perlu perhatian khusus. Pertaruhan yang mahal untuk kursi Dirjen PHU.

Waktu terus berjalan, Dirjen PHU berganti, Prof Abdul Jamil mantan Kepala Balitbang Kementerian Agama, seorang profesor yang sangat paham pentingnya statistik menggantikan Pak Anggito Abimayu. Kasus korupsi yang membelit Kemenag sedikit menimbulkan riak politik bangsa kita. Tahun 2014 saya kembali mendapat rezeki menjadi petugas survei. Yang mengejutkan adalah angka indeks 2014 kembali turun dari 82.69 ke 81.52 persen.

Sang profesor menyambut angka ini dengan takzim. Tidak ada intervensi apapun. Beliau menerima hasil pengamatan kami di lapangan dengan lapang dada. Instruksinya jelas, lakukan perbaikan, inovasi dan terobosan berdasarkan data yang dihasilkan BPS. Sangat menyenangkan bekerja di bawah kepercayaan penuh dari mitra kerja.

Kemarin (1/11/2017), ketika Kepala BPS yang di dampingi Menteri Agama menyampaikan hasil rilis angka survei saya tidak terkaget lagi. Semua sumringah, kerja keras selama ini mendapat respons baik dari jemaah. Walaupun begitu kita tetap perlu pemahaman mendalam melihat angka ini.

Masih ada sekitar lima belas persen lagi jemaah yang merasa belum puas dengan pelayanan peyelenggara haji. Wajar, hanya Allah sang pemilik kesempurnaan. Jadi mari kita berikan masukan terus menerus kepada Kemenag dan jajarannya, lalu biarkan BPS memotret dengan kameranya.

Tidak usah memperdebatkan metodologi atau cara BPS melaksanakan surveinya. Pahami dulu, pelajari proses, tahapan, dan lakukan analis terhadap data yang dihasilkan. Dengan cara seperti itulah baru kita bisa mengkritisi dan berfikir bagaimana melakukan perbaikan pelayanan ke depan.

Sangat disayangkan kalau pengalaman yang dirasakan satu atau beberapa orang lalu menjadi pendapat secara umum. Jika ada kejadian yang tidak mengenakkan yang anda alami ya wajar saja. Mungkin anda termasuk diantara lima belas persen jemaah yang belum puas itu. Tapi untuk menghukum penyelenggara haji dengan kritik yang tidak membangun hanya akan mendatangkan kemudaratan bagi bangsa ini. Barakallah.

*Eko Oesman, Peneliti dan mantan petugas survei Kepuasan Haji BPS tahun 2011.

 

IHRAM

Sebanyak 1,018 Juta Wanita Berhaji di Tahun 2017

Sebanyak 1.334.080 pria dan 1.018.042 wanita telah melakukan haji tahun ini. Daya ini mengacu pada laporan statistik terakhir oleh General Authority for Statistics (GaStat).

Dikatakan jumlah itu juga tercacat pexiarah haji yang datang dari luar Arab Saudi sebanyak 1.752.014 dan jamaah haji domestik yang berusia 600.108.

Seperti dilansir Saudigaztte.com, Laporan tersebut mengatakan bahwa peziarah dari negara-negara Asia non-Arab adalah 1.042.335 yang merupakan sekitar 59,49 persen dari jumlah total peziarah. Sedangkan sebanyak186.873 berasal dari negara-negara Afrika non-Arab dengan rasio 10,67 persen.

Menurut laporan tersebut, ada 84.894 jamaah haji yang berasal dari sejumlah negara Eropa dan 22.268 orang dari Amerika Utara dan Selatan, di samping Australia.

Laporan tersebut mengatakan bahwa peziarah yang berasal dari negara-negara Arab adalah 383.044 orang yang berasal dari negara-negara timur terngah mencapai  32.600 orang.

Dikatakan 229.308 jamaah haji berasal dari berbagai wilayah Kerajaan sementara 370.800 datang dari Makkah dan terdiri dari orang Saudi dan ekspatriat.

Para peziarah yang datang dari Makah terdiri dari 79.116 orang Saudi dan 291.684 orang non-Saudi. Menurut GaStat, 1.648.332 peziarah luar tiba di udara, 14.827 dengan laut dan 88.855 oleh darat.

Laporan tersebut mengatakan bahwa tenaga kerja, yang bertanggung jawab untuk memberikan layanan kepada para peziarah, adalah sebanyak 157.538 orang yang terdiri dari 30.870 pekerja yang menyediakan layanan kesehatan dan ambulans, sebanyak 86.987 orang yang bertanggung jawab atas distribusi listrik dan air, dan 35.938 orang bekerja di sektor transportasi dan logistik lainnya.

Selain itu  selain lebih dari 300.000 personil militer dan sipil yang memberikan keamanan kepada para tamu Allah itu.

 

REPUBLIKA

Hari Ini Seluruh Jamaah Haji Telah Tinggalkan Arab Saudi

Musim haji 2017 atau 1438 H benar-benar telah berakhir pada hari Ahad (8/10). Hal ini ditandai dengan pemberangkatakan sebanyak 200 orang jamaah haji asal Pakistan dari Bandara Jeddah Arab Saudi.

“Musim operasi haji berjalan lancar karena kerja sama antara berbagai departemen pemerintah yang secara gigih bekerja untuk melayani para peziarah,” begitu pernyataan pejabat berwenang di Bandara Jeddah seperti dilansir Saudigazette.com.

Menurut data dari pihak terkait, setelah musim haji peziarah yang pulang ke tanah airnya melalui bandara Jeddah mencapai 846.400 orang dengan jumlah penerbangan mencapai 3.670 penerbangan.

Pihak pemerintah Arab Saudi pun sudah melakukan pengawasan yang ketat untuk mengantisipasi jamaah haji yang mencoba tetap tinggal di Arab Saudi ketika musim haji telah usai. Pihak imigrasi negara itu menyatakan melarang keras para peziarah yang datang untuk haji memperpanjang masa tinggal mereka setelah visa hajinya berakhir.

Departemen akan mulai memberlakukan denda sampai 50.000 Real pada mereka yang gagal berangkat tepat waktu. Pelanggaran tersebut juga menghadapi hukuman enam bulan penjara dan deportasi.

Menurut peraturan tersebut, orang-orang yang membawa peziarah melewati masa waktu visa mereka, atau orang-orang yang menemukan bahwa mereka menyediakan pekerjaan dan transportasi juga dikenai hukuman denda hingga 100.000 Real, enam bulan penjara, dan kemungkinan deportasi jika mereka bukan orang Saudi.

Sedangkan kepada perusahaan pengirim jamaah haji yang kedapatan tidak memberi tahu bahwa ada jamaah hajinya yang tidak meninggalkan Arab Saudi, maka akan dikenai hukuman denda hingga 100.000 Real untuk setiap jamaah haji.

 

IHRAM

454 Kloter Jamaah Haji Indonesia Sudah Pulang, Selasa Ini Dijadwalkan 19 Kloter

Fase pemulangan jamaah haji Indonesia gelombang kedua tinggal empat hari terhitung sejak kemarin. Kloter terakhir dijadwalkan terbang ke Tanah Air pada 5 Oktober mendatang.

Selasa (03/10/2017) ini, 19 kloter dengan 7.817 jamaah dijadwalkan akan kembali diberangkatkan ke Tanah Air dari Bandara AMAA Madinah.

Rilis Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) Daker Bandara mencatat, sampai dengan Senin (02/10/2017), total 203 kloter dengan 80.128 jamaah dan 1.003 petugas kloter sudah diterbangkan ke Indonesia melalui Bandara Amir Muhammad bin Abdul Aziz (AMAA) Madinah, Arab Saudi.

Sebelumnya, 251 kloter dengan 100.621 jamaah dan 1.255 petugas sudah lebih dulu pulang ke Indonesia. Mereka adalah jamaah gelombang pertama yang diberangkatkan dari Bandara Internasional King Abdul Aziz Jeddah dari 6 – 21 September 2017.

Jadi, sampai kemarin, todal sudah 454 kloter jamaah haji Indonesia yang sudah kembali ke Tanah Air. Total ada 187.007 orang, terdiri dari 180.749 jamaah dan 2.258 petugas.

Total jamaah haji Indonesia tahun ini terbagi dalam 512 kloter. Artinya, masih ada 58 kloter yang akan diberangkatkan secara bertahap dalam 11 hari ke depan, lansir laman resmi Kemenag.*

 

HIDAYATULLAH

55 Persen Jamaah Haji 2017 Perempuan

Kabid Data dan Informasi Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi Hasan Afandi menjelaskan total ada 203.065 jamaah haji Indonesia yang tiba di Arab Saudi. Sebanyak 98,47 persen atau 199.961 orang adalah jamaah yang belum pernah berangkat haji.

“Lebih dari 55 persen jamaah haji Indonesia adalah perempuan,” ujar Hasan di Madinah, Kamis (14/9).

Berdasarkan pendidikan, jamaah haji Indonesia didominasi mereka yang hanya pernah belajar di SD/MI sebanyak 67.617 orang. Mayoritas jamaah sebanyak 56.990 orang berprofesi sebagai ibu rumah tangga. Profesi kedua didominasi pekerja swasta.

“Kalau dari sisi usia, 34,78 persen dalam rentang usia 51 sampai 60 tahun. Sebanyak 23,38 persen berusia 61-75 tahun. Sedangkan 4,37 persen atau 8.883 jamaah masuk kategori lansia karena berusia di atas 75 tahun,” ujarnya.

Penyelenggaran ibadah haji 1438 H/2017 M hampir usai. Fase pemulangan jamaah haji Indonesia sudah berlangsung sembilan hari dan akan terus berjalan sampai akhir penerbangan ke Tanah Air dari Madinah pada 5 Oktober mendatang. Sedangkan jamaah haji gelombang dua masih berada di Madinah untuk melaksanakan shalat arbain selama delapan hingga sembilan hari.

IHRAM

Neneng Pulang dari Haji Bersama Kenangan Suami Tercinta

Perempuan paruh baya itu memasuki Gedung Serba Guna 2 (SG2) Asrama Haji Pondok Gede, Jakarta Timur, Jumat (15/9), dengan tatapan sendu.

Sesekali ia menunduk menatap kosong dua tas paspor warna oranye yang tergantung di lehernya, sambil tangan kanan dan kirinya membawa dua tas jinjing warna serupa memasuki ruangan penerimaan jamaah haji.

Satu pasang tas paspor dan jinjing oranye itu miliknya. Satu pasang lagi, milik suaminya.

Perempuan itu, Neneng Hasanah (52 tahun), tak pernah membayangkan sebelumnya bahwa ia akan kembali ke ruangan ini hanya bersama sepasang tas milik suaminya. Masih lekat di benaknya, ketika pertama kali memasuki ruangan ini berdua dengan sang suami, Ahmad Dumyati (52) menjelang keberangkatan mereka ke Tanah Suci akhir Juli 2017 lalu.

Sepasang suami istri ini amat bersyukur memiliki kesempatan menjadi tamu Allah pada musim haji 1438 H ini. Mereka tergabung dalam kelompok terbang JKG 04, dari Embarkasi Jakarta Pondok Gede.

Beribadah ke Tanah Suci bersama pasangan, tentunya menjadi harapan banyak orang. Begitu pula Neneng Hasanah dan Ahmad Dumyati. Perjalanan suci itu dimulai dari ruangan ini, saat mereka memperoleh pemeriksaan kesehatan hingga menggunakan gelang penanda jamaah haji Indonesia. Semua proses pemberangkatan dilakukan bersama, berdua.

Namun, kini Neneng ada di ruangan itu untuk melakukan proses pemulangan tanpa sang suami, sendiri. Hanya kenangan tentang suami tercinta yang menemani. Tas paspor milik sang suami tampak terus di dekapannya, jadi penanda kebersamaan yang terakhir kali dengan pria yang ia cintai.

“Bapak Ahmad Dumyati wafat di Tanah Suci karena stroke ringan,” ujar Muhamad Amir Khoiri, Ketua Rombongan Bus 9 kloter JKG 04 kepada Humas PPIH Jakarta Pondok Gede, Sabtu (9/9).

Menurut Khoiri, almarhum sebelumnya memang memiliki riwayat sakit, namun ketika berangkat dalam keadaan sehat dan layak diberangkatkan. “Sakitnya gula, tapi pas mau berangkat gak ada keluhan apa-apa,” kata Neneng lirih.

Takdir berkata lain. Almarhum yang beberapa tahun sebelumnya gagal berangkat karena faktor kesehatan, mengalami serangan stroke ringan di Tanah Suci. Akibatnya, Dumyati sempat mendapat perawatan di Kantor Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) Makkah selama satu pekan sebelum akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya.

Ahmad Dumyati berdasarkan catatan Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat), wafat pada tanggal 22 Agustus 2017 akibat gangguan sirkulasi darah. “Saat mau persiapan safari wukuf, di situ kejadiannya,” ujar Neneng dengan mata berkaca-kaca.

Menurut Khoiri yang juga turut mendampingi almarhum selama perawatan, sebelum meninggal dunia almarhum sempat melaksanakan umrah wajib serta satu kali umrah sunah. “Saat ingin umroh kedua, almarhum sudah merasakan badannya tidak enak, jadi beliau kembali ke hotel,” kata Khoiri.

Menghadapi kenyataan bahwa sang suami telah dipanggil oleh Yang Maha Kuasa, ibu empat orang anak ini mengaku ikhlas. Menurutnya, itu memang sudah kehendak Allah, dan itu merupakan yang terbaik. “Dia cuma kepengen pulang aja,” ujar Neneng tercekat saat ditanya pesan terakhir almarhum sambil mendekap tas paspor milik sang suami.

Rasa kehilangan yang amat dalam sempat membuat diri Neneng terguncang. “Alhamdulillah ada teman-teman, dan ketua rombongan yang menguatkan,” ujarnya.

Dukungan jamaah lain selama pelaksanaan ibadah haji membantu warga Cilincing Jakarta Utara ini lebih tegar dalam menghadapi masa dukanya.

Ucapan bela sungkawa pun datang dari seluruh Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Jakarta Pondok Gede. “Ini adalah takdir kehidupan yang tidak bisa dihilangkan. Jadi bagaimanapun Bu Neneng harus meneruskan cita-cita almarhum. Insya Allah, almarhum khusnul khotimah,” tutur Saiful Mujab, Wakil Ketua II PPIH Jakarta Pondok Gede, membesarkan hati Neneng.

Neneng pun mengangguk, berjanji untuk tetap meneruskan cita-cita almarhum.

 

IHRAM

Menag: Haji Tahun Ini Lancar, Tapi Dengan Catatan…

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menilai haji tahun ini berjalan dengan lancar. Penilaian ini disampaikan Menag usai memimpin rapat evaluasi delegasi Amirul Hajj dengan Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi di Kantor Urusan Haji (KUH) Jeddah.

Hadir juga dalam kesempatan ini, Dubes RI untuk Saudi Agus Maftuh Abegebriel, serta perwakilan KJRI Jeddah. “Alhamdulillah, kita syukuri sampai dengan hari ini penyelenggaraan haji terhitung aman, lancar, relatif tertib, dan tidak ada hal hal yang secara prinsipil menjadi sesuatu yang menyulitkan,” terang Lukman, Sabtu (9/9).

“Jadi secara keseluruhan, sebagaimana yang disampaikan Pemerintah Saudi, bahwa haji tahun ini berlangsung dengan lancar,” sambungnya.

Meski demikian, Lukman menghimpun sejumlah catatan evaluasi. Antara lain terkait jamaah haji Indonesia yang berdesakan di tenda Mina serta kurangnya fasilitas toilet. Akan hal ini, dia menjelaskan, kalau setidaknya ada dua hal yang perlu dilakukan ke depan, yaitu: pertama, lobby Pemerintah Saudi agar infrastruktur Mina bisa ditingkatkan.

“Saya berharap Pak Dubes bisa meyakinkan Saudi agar Mina bisa menjadi contoh dunia bahwa umat Islam bisa melaksanakan ibadahnya dengan baik,” ujarnya.

Kedua, strategi penempatan jamaah di Mina perlu diubah. Ke depan, di setiap maktab, perlu ada dua atau tiga kloter yang hotelnya berada di sekitar Jamarat. “Ini agar mereka bisa kembali ke hotel sehingga tenda bisa ditempati kloter lain,” tuturnya.

Catatan evaluasi lainnya, terkait dengan  sistem sewa hotel di Madinah. Menurut Menag, tahun depan akan dilakukan kajian dan pendalaman untuk kemungkinan dilakukannya  perubahan sistem  sewa dari blocking time menjadi sewa satu musim.

Catatan berikutnya terkait perlunya penambahan kuota petugas. Hal ini juga memerlukan proses lobby yang harus dilakukan. “Kuota yang hanya 3.500 belum mampu mengimbangi banyaknya jamaah haji kita,” tandasnya.

Penyelenggaraan ibadah haji 1438H saat ini memasuki fase pemulangan. Jamaah haji gelombang pertama sudah mulai diberangkatkan dari Jeddah menuju Tanah Air sejak 6 – 20 September 2017.

Sementara jamaah haji gelombang kedua akan mulai diberangkatkan dari Makkah ke Madinah pada 12 September 2017. Mereka nantinya akan pulang ke Tanah Air melalui Madinah setelah menjalani Arbain di Masjid Nabawi.

 

REPUBLIKA

Kisah Haru Dua Sejoli yang Wafat di Tanah Suci

Pesan singkat yang masuk ke telepon Siti Nur Hayati, menggetarkan hatinya. Seketika tubuhnya kaku, air matanya mengalir membaca pesan itu.

Pesan singkat itu berisi kabar duka yang ditulis kerabat orang tuanya di Tanah Suci Makkah. “Saya dapat WA, dikabari ibu meninggal,” Kata Nur mengisahkan kepergian orang tuanya pada Republika.co.id, Kamis (7/9) sore .

Ia pun meneruskan kabar duka itu pada saudara-saudaranya. Tak berapa lama, Nur bisa berkomunikasi dengan ayahnya yang juga berada di Makkah. Percakapan singkat itu diwarnai tangis, kepergian Hajah Sumiyati (72 tahun), atau akrab disapa mbah putri, membuat keluarga besar Nur berkabung hari itu.

Dari yang diceritakan ayahnya, Haji Soedarso, saat berkomunikasi ditelepon, mbah putri meninggal setelah melaksanakan ibadah lempar jumrah di Mina pada Sabtu (2/9) siang waktu Arab Saudi. Ia meninggal di tenda sesaat setelah berbincang dengan suaminya.

“Habis lempar jumrah itu Mbah Putri bilang pengen istirahat, lalu di temani Mbah Kakung ke tenda. Mbah Kakung pergi ke belakang sebentar, saat pulang ke tenda lagi dia bangunkan Mbah Putri, tapi Mbah Putri sudah meninggal,” terangnya.

Masih basah tangis duka keluarga besar Nur di kampung Gonilan, Kartasura, Sukoharjo, kabar duka kembali datang. Sehari setelah kepergian ibunya, kali ini, telepon dari sahabat dekat ayahnya di Tanah Suci mengabarkan kondisi Haji Soedarso yang terus menurun. Jamaah haji yang berusia 82 tahun itu harus mendapat perawatan khusus. Ayah Nur diinfus di pemondokan jamaah haji.

Selang beberapa jam, Haji Soedarso dikabarkan meninggal dunia. “Mbah Kakung pulang dari masjid habis Subuh lalu lemas badannya, sampai pemondokan diinfus. Jam sembilan pagi saya dikabari lagi, Mbah Kakung sudah tidak ada,” terang Nur.

Kepergian dua sejoli itu pun membuat duka seluruh rombongan jamaah haji Indonesia, khususnya teman-teman serombongan mbah kakung dan mbah putri dari Kelompok Terbang ke-36 asal Kota Solo. Jamaah kehilangan sosok sepasang suami istri yang selalu mengajarkan nilai-nilai kesabaran, keikhlasan dan memberikan motivasi satu sama lainnya untuk kuat dalam menjalankan ibadah haji.

Kepala Penyelenggara Haji dan Umroh Kementerian Agama Kota Solo, Rosyid Ali Safitri menuturkan sejak awal keberangkatan kloter 36, dua sejoli itu menyita perhatian banyak orang. Rosyid menyaksikan betapa ikhlas dan sabarnya Soedarso mendampingi istrinya yang menggunakan kursi roda saat berangkat ke Tanah Suci.

Kabar yang diterimanya dari Makkah, suami istri yang tergolong jamaah berisiko tinggi (risti) itu sedikit pun tak melewatkan waktu untuk beribadah. Keduanya khusuk menjalani wukuf di Arafah, Mabid di Musdhalifah dan bermalam di Mina. Sudaraso dan Sumyati juga tak menyerah dengan kondisi panas di Tanah Suci yang menantang semangat setiap jamaah haji.

Rosyid mengungkapkan meski petugas pendamping haji membantu segala kebutuhan dan kepeluan jamaah, terlebih bagi Sumyati, namun Sudarso tetap turut mengurus segala keperluan istrinya yang duduk di kursi roda selama pelaksanaan ibadah haji. Mulai dari menyuapi saat makan, memandikan, hingga mengganti pakaian. Keduanya pun menjadi tauladan bagi jamaah lainnya.  “Ini jadi pelajaran bagi kita semua, kesetiaan mbah kakung terhadap istrinya,” kata Rosyid.

 

Secuil Perjuangan Haji Dua Sejoli

Sumyati dikenal warga sebagai sosok nenek yang enerjik. Meski sudah sepuh, ia masih mampu mengikuti senam yang diselenggarakan warga setiap akhir pekan. Ia juga menjadi penggerak warga kampung Gonilan untuk bahu membahu membangun taman kanak-kanak Aisiyah.

Sedangkan Soedarso adalah pensiunan pegawai negeri sipil. Ia juga salah satu tokoh yang disegani warga, Sudarso kerap memberikan wejangan-wejangan menyejukan saat berkumpul bersama warga sekitar.

Sudah lama, keduanya mendambakan bisa pergi melaksanakan rukun iman kelima, pergi haji ke Baitullah. Niat itu pun disampaikan pada putra-putrinya. Dengan secuil tabungannya, Soedarso meminta anak-anaknya agar membantu mewujudkan mimpi terbesarnya.

Pada 2011, keduanya pun mendaftarkan diri sebagai calon jamaah haji dari Kota Solo. Namun pada 2016, panggilan berangkat hanya ditujukan pada Soedarso. Ia pun menolak, dan memilih kesempatan berhaji tahun itu diberikan pada jamaah lainnya. Sebab Soedarso ingin ibadah hajinya dilakukan bersama-sama dengan istri tercintanya.

Do’a pasusi itu terkabul, ia kembali mendapat panggilan berangkat haji bersama istrinya di tahun berikutnya. Keduanya pun mempersiapkan segala sesuatunya. Penuh semangat Sumyati dan Soerdaso menjalani rentetan prosesi persiapan ibadah haji termasuk latihan manasik haji.

Namun sepekan jelang keberangkatan, Sumyati mendadak drop, tubuhnya lemah lunglai. Ia kemudian dilarikan ke rumah sakit. Meski sempat pesimistis, namun suaminya menguatkan. “Waktu di Rumah sakit Mbah Kakung terus yakinin Mbah Putri bisa berangkat haji. Dia bilang, ayo ta enteni, mangkat bareng mulih bareng, ndang mari. (Saya tunggu, berangkat bareng, pulang bareng, cepat sembuh),” tutur Putut Edi Surtosno, putra Soedarso dan Sumyati.

Kondisi Sumyati pun perlahan membaik, meski sejak saat itu ia harus duduk di kursi roda. Namun tak menyurutkan semangatnya untuk melaksanakan ibadah haji. Keduanya pun akhirnya bisa berangkat ke Makkah pada 7 Agustus lalu.

Dari Tanah Suci, keduanya pun sering mengirim kabar pada anak-anaknya. Sampai pada percakapan sebelum keduanya wafat, Soedarso dan Sumyati meminta putra putrinya itu agar membersihkan rumah, menyiapkan makanan dan minuman, seraya memberi pesan agar menyambut baik setiap tamu yang datang kerumahnya saat keduanya telah selesai melaksanakan ibadah haji.

Tak lupa, anak-anaknya juga diminta untuk menjaga tali silaturahmi, rukun, dan saling mendoakan. “Setelah Mbah Putri wafat, Mbah Kakung kabarnya banyak diam. Jamaah banyak yang mengingatkan untuk bersabar dan iklas, tapi Mbah Kakung bilang, kula sampun ikhlas namung langkung sae menawi kula nderek mbah putri (Saya ini sudah iklas, tapi akan lebih bagus saya ikut istri saya),” katanya.

Almarhum Sumyati dan Sudarso di shalatkan di Masjidil Haram dan dimakamkan di Sarayya, Makkah. Selamat jalan Mbah.

REPUBLIKA

Salut! Letkol Ridwan Gendong Nenek 96 Tahun Saat Berhaji

Jakarta – Letkol Inf Ridwan Khoerul Anwar menunjukkan aksi heroik dengan menggendong nenek tua berusia 96 tahun yang sedang menunaikan ibadah haji. Ridwan juga tengah melaksanakan ibadah haji.

Aksi Ridwan ini diunggah ke akun instagram @puspentni. Dalam foto tersebut Ridwan yang berpakaian ihram tengah menggendong sang nenek. Di foto terlihat juga beberapa jemaah wanita berjalan bersama.

“Letkol Inf Ridwan Khoerul Anwar (Dosen Muda Seskoad/1993) sedang melaksanakan ibadah haji, menggendong seorang nenek Jemaah Haji Indonesia asal Bandung (Nenek Cucum Umur 96 Tahun). Pengabdian prajurit tanpa batas tanpa pamrih, luar biasa,” tulis akun Twitter @puspentni seperti dilihat detikcom, Sabtu (2/9/2017).

Beberapa pengguna instagram memuji aksi Ridwan tersebut. Ada yang menyebut aksi Ridwan sebagai pengabdian kepada masyarakat.

“Pengabdian tak mengenal tempat dan waktu, semoga sehat selalu pak,” ujar pemilik akun @julfahmisalim.

Dari mereka juga ada yang memberi hormat kepada Ridwan. “Salam hormat dari saya Pak, sehat selalu untuk semua,” tulis pemilik akun @wihanddd.
(nvl/fdn)

Info Haji 2017: Dua Juta Jamaah Haji Mulai Wukuf di Arafah meski Panas Menyengat

Sekitar dua jamaah hari ini, 9 Dzulhijjah atau 31 Agustus 2017 mulai memadati Padang Arafah untuk menjalankan puncak ibadah haji, yakni ibadah wukuf di Arafah. Demikian keterangan pers yang didapat Tempo.co dari Kementerian Agama, 31 Agustus 2017. Meski dalam kondisi yang panasnya mencapai suhu 50 derajat, jamaah haji tetap bersemangat

Ibadah wukuf di Arafah adalah berdiam diri di Padang Arafah dari selepas shalat Dzuhur hingga waktu Magrib. Di sana jamaah dari seluruh penjuru dunia akan berdiam di tenda-tenda darurat untuk memperbanyak dzikir dan doa. Tidak ada ibadah khusus atau ritual khusus.

Inilah yang dilakukan Nabi Muhammad SAW. Para jamaah hanya mengenakan pakaian ihram (bagi laki-laki hanya dua lembar kain tanpa jahitan). Tujuannya mengingatkan manusia kelak mereka akan dikumpulkan di Padang Mahsyar seperti halnya wukuf di Arafah ini.

Beberapa ulama Indonesia seperti pengasuh pesantren Daarul Qur’an Yusuf Mansur menggelar khutbah Arafah sehabis Dzuhur. Hal serupa juga dilakukan oleh KH Abdullah Gymnastiar atau Aa Gym. Dia akan mengadakan khutbah Arafah yang disiarkan live di akun Facebook Daarut Tauhid.

Ada banyak pendapat tentang berapa lama waktu wukuf Arafah. Pakar ilmu Alquran, Prof Quraish Shihab dalam bukunya Haji dan Umrah mengatakan, wukuf adalah keberadaan di Arafah. Waktunya mulai matahari tergelincir atau waktu Zhuhur, sampai terbenam.

Namun, ada beberapa pendapat lainnya. Imam Hambali berpendapat waktunya mulai dari terbit fajar atau subuh pada 9 Dzulhijah. Sedangkan Imam Syafi’i berpendapat, wukuf dinilai sah apabila jamaah haji sudah mencapai Arafah, walau pun hanya sesaat.

Wukuf di Arafah merupakan salah satu rukun haji. Bila ini tak dikerjakan maka haji seseorang tidak sah. Bagi jamaah haji Indonesia, meski kewajiban berada di Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah, faktanya para jamaah sudah berada di sana sejak 8 Dzulhijjah karena ramainya antrian keluar masuk rombongan bus.

AL ARABIYA | BS/TEMPO