IMAM Al Bahuti mengatakan:
Imam Ahmad berkata bahwa semua bentuk amal saleh dapat sampai kepada mayit baik berupa doa, sedekah, dan amal saleh lainnya, karena adanya riwayat tentang itu.
Imam Ibnu Taimiyah Rahimahullah mengatakan:
“Segala puji bagi Allah. Tidak ada dalam ayat, dan tidak pula dalam hadis, yang mengatakan bahwa Tidak Bermanfaat doa seorang hamba bagi mayit, dan juga amal perbuatan yang diperuntukkannya berupa amal kebaikan, bahkan para imam Islam sepakat hal itu bermanfaat bagi mayit, hal ini sudah ketahui secara pasti dalam agama Islam, hal itu telah ditunjukkan oleh Alquran, As Sunnah, dan ijma. Barang siapa yang menyelesihinya, maka dia adalah ahli bidah.”
Beliau juga berkata:
“Para imam telah sepakat bahwa sedekah akan sampai kepada mayit, demikian juga ibadah maaliyah (harta), seperti membebaskan budak.”
Dan, qurban termasuk ibadah maaliyah. Imam Ibnu Qudamah Rahimahullah mengatakan:
“Amal apa pun demi mendekatkan diri kepada Allah yang dilakukan oleh manusia dan menjadikan pahalanya untuk mayit seorang muslim, maka hal itu membawa manfaat bagi mayit itu, Insya Allah, seperti: doa, istighfar, sedekah, dan berbagai kewajiban yang bisa diwakilkan.”
Kelompok yang membolehkan berdalil:
1. Diqiyaskan dengan amalan orang hidup yang sampai kepada orang yang sudah wafat, seperti doa, sedekah, dan haji.
2. Ibadah maaliyah (harta) bisa diniatkan untuk orang yang sudah wafat seperti sedekah, dan berqurban jelas-jelas ibadah maaliyah.
3. Hadis Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam mengisyaratkan bahwa qurban untuk orang yang sudah wafat adalah boleh dan pahalanya sampai, Insya Allah.
Dari Aisyah Radhiallahu Anha:
Nabi mengucapkan: “Bismillahi Allahumma taqabbal min Muhammadin wa min ummati Muhamamdin (Dengan Nama Allah, Ya Allah terimalah Kurban dari Muhammad dan umat Muhammad),” lalu beliau pun menyembelih.”
Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam mendoakan agar qurban dari Beliau, dan umatnya diterima Allah Taala. Hadis ini menyebut “umat Muhammad” secara umum, tidak dikhususkan untuk yang masih hidup saja. Sebab, “umat Muhammad” ada yang masih hidup dan yang sudah wafat.
Sebenarnya, telah terjadi perbedaan pandangan para ulama tentang berqurban untuk orang yang sudah wafat. Berikut ini rinciannya:
Jika seseorang berwasiat untuk berkurban atau berwaqaf untuk itu, maka dibolehkan berkurban baginya menurut kesepakatan ulama. Jika dia memiliki kewajiban karena nazar atau selainnya, maka ahli warisnya wajib melaksanakannya.
Ada pun jika dia tidak berwasiat, dan ahli waris dan selainnya nya hendak berkurban untuknya dari hartanya sendiri, maka menurut Hanafiyah, Malikiyah, dan Hanabilah, membolehkan berkurban untuknya, hanya saja Malikiyah membolehkan dengan kemakruhan. Mereka membolehkan karena kematian tidaklah membuat mayit terhalang mendekatkan diri kepada Allah Taala sebagaimana sedekah dan haji.
Telah sahih bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam berkurban dengan dua kambing kibas, satu untuk dirinya dan satu untuk umatnya yang belum berkurban. Atas dasar ini, seandainya tujuh orang berpartisipasi dalam kurban Unta, lalu salah seorang ada yang wafat sebelum penyembelihan. Lalu ahli warisnya mengatakan dan mereka sudah baligh- : sembelihlah untuknya, maka itu boleh. Sedangkan kalangan Syafiiyah berpendapat tidak boleh berkurban untuk mayit tanpa diwasiatkan dan waqaf.
Wallahu a’lam. [Ustadz Farid Hasan Nu’man]
– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2323116/bolehkah-berkurban-untuk-orang-yang-sudah-wafat#sthash.BFOsmV8P.dpuf