“Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam itu makan dengan menggunakan tiga jari dan menjilati jari-jari tersebut sebelum dibersihkan.” (HR Muslim No 2032 dan lainnya)
Sebagai manusia, Rasulullah SAW juga memiliki kebutuhan untuk makan dan minum. Bedanya, Nabi SAW punya cara makan yang berlandaskan tuntunan dari Allah SWT. Gaya hidup Rasulullah ini lazim diikuti kaum Muslimin dari masa sahabat hingga kini. “Wahai para rasul, makanlah dari (makanan) yang baik-baik dan kerjakanlah kebajikan. Sungguh, Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS al-Mukminun: 51).
Nabi tidak pernah mencela makanan. Ditukil dari Syarah Shahih al-Bukhari yang ditulis Syekh Muhammad bin Shalih al-Utsmaini, Rasulullah akan menyantap makanan jika dia berselera. Jika tidak suka, dia meninggalkannya. Nabi pun kerap memuliakan makanan. Pada satu hadis lainnya yang diriwayatkan Imam Muslim, Nabi membandingkan beberapa macam buah dengan membaca Alquran.
Perumpamaan seorang mukmin yang membaca Alquran adalah seperti buah turujjah yang aromanya wangi dan rasanya enak. Perumpamaan seorang mukmin yang tidak membaca Alquran adalah seperti buah kurma yang tak beraroma dan rasanya manis. Perumpamaan seorang munafik yang membaca Alquran adalah seperti bunga raihanah yang aromanya wangi dan rasanya pahit. Sementara, perumpamaan seorang munafik yang tidak membaca Alquran adalah seperti buah hanzhalah yang aromanya busuk dan rasanya pahit.
Nabi mengajarkan kepada kita untuk membaca basmalah dan menggunakan tangan kanan. Tak hanya itu, Nabi mencontohkan agar memakan makanan yang paling dekat saat makan bersama dengan nampan. Ini sesuai dengan apa yang diajarkan kepada Umar bin Abu Salamah. “Semasa kecil aku diasuh oleh Rasulullah SAW (pada saat makan bersama) tanganku bergerak ke sana kemari di atas nampan. Maka, beliau bersabda kepadaku, “Wahai anakku, bacalah basmalah, makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah apa yang dekat darimu.”
Saat makan bersama dalam nampan, Anas bin Malik seperti ditukil dalam HR Muslim mengatakan, Nabi SAW mencari-cari labu di sekeliling nampan. Imam Bukhari memaknai hadis ini, yakni seseorang bisa mencari makanan yang disukainya saat makan bersama di nampan jika tidak membuat temannya marah. Selain itu, menurut al-Bukhari, makanan tersebut jenisnya bermacam-macam.
Ketika makan daging, Nabi SAW memotong daging bagian punggung kambing yang dipegang dengan pisau. Syekh Utsmaini menjelaskan, Nabi SAW menggunakan pisau untuk memotong daging karena daging itu terlalu keras. Dia tak bisa langsung menggigit. Hadis ini kadang terlihat kontradiktif dengan hadis larangan memotong daging dengan pisau untuk makan.
Syekh Utsmani pun mengungkapkan, hal tersebut bergantung pada tujuan saat makan. Jika hendak bermewah-mewahan atau merasa jijik tangannya tersentuh daging, penggunaan pisau itu tidak boleh dan dilarang. Adapun jika pisau itu dibutuhkan untuk memotong daging yang keras maka dibolehkan karena Nabi SAW pun melakukannya. Jika tidak butuh pisau, lebih baik jika mengambil dengan tangan, menggigitnya dan menggerogoti gigi sendiri.
Hadis yang bersumber dari Ibnu Abbas RA menjelaskan, “Rasulullah SAW menggerogoti daging yang ada di tulang punggung, kemudian setelah itu beliau bangkit dan shalat tanpa berwudhu lagi.”
Nabi SAW pun mengajarkan kepada kita untuk tak berlebihan saat makan. Rasulullah menganalogikan hal ini dengan ungkapan jika orang mukmin makan dalam satu usus sementara orang kafir dalam tujuh usus. Ulama berbeda pendapat dengan hadis yang juga diriwayatkan Imam Muslim ini.
Syekh Utsmani menjelaskan, setidaknya ada tiga pendapat berbeda mengenai masalah ini. Pertama, hadis ini bermakna metaforik. Nabi hendak menunjuk karakter mukmin sejati yang tidak rakus harta dunia. Seorang mukmin hanya sedikit mengambil harta dunia digambarkan memakan hanya dalam upaya memenuhi satu usus. Sementara, orang kafir yang serakah digambarkan akan memenuhi tujuh ususnya.
Pendapat kedua, orang mukmin memakan makanan halal, sedangkan orang kafir memakan makanan haram. Makanan halal sangat sedikit jika dibanding dengan makanan haram. Sementara, pendapat ketiga menjelaskan, hadis itu lebih pada upaya penyadaran dan dorongan untuk orang mukmin agar sedikit makan, mengingat banyak makan adalah karakter orang kafir. “Dan orang-orang kafir menikmati kesenangan (dunia) dan mereka makan seperti hewan makan.” (QS Muhammad: 12).
Nabi SAW pun melarang kita untuk makan dengan piring-piring emas dan perak. Menurut Hudzaifah RA, Rasulullah SAW mengatakan jika piring-piring itu untuk mereka (orang kafir) di dunia dan untuk umat Islam di akhirat. Dalam hadis lain, Nabi SAW pun mengancam orang-orang yang meminum dengan bejana perak seakan api neraka jahanam dituangkan di dalam perutnya. Syekh Utsmani menjelaskan, hikmah dari hadis tersebut adalah makan dan minum dengan bejana emas dan perak dapat menjadikan hati manusia sombong dan congkak. Jika mereka terjangkit penyakit ini, dia diharamkan masuk ke dalam surga.
Setelah selesai makan, Nabi SAW mengajarkan kepada kita untuk menjilati tangan hingga bersih. Dari Ka’ab bin Malik dari bapaknya beliau mengatakan, “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam itu makan dengan menggunakan tiga jari dan menjilati jari-jari tersebut sebelum dibersihkan.” (HR Muslim No 2032 dan lainnya)
Lantas, Nabi SAW berdoa,”Segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak, indah dan penuh berkah seraya tidak merasa cukup dengan selain-Mu, tidak pula mengingkari nikmat-nikmat Mu dan tidak juga merasa tidak butuh dengan karunia Mu, wahai Rabb-ku.” Wallahu a’lam.
REPUBLIKA