Teladan Kasih Sayang Rasulullah (2) : Sangat Menyayangi Anak, Cucu serta Anak Yatim

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS: Al Ahzab: 21).

Role model insan yang sempurna adalah Rasulullah. Beliau menjadi teladan dalam hidup. Perkataan, pandangan, perilaku dan sikapnya adalah cermin pribadi yang sempurna yang tidak lain adalah pancaran wahyu dari ilahi. Rasulullah, benar, manusia biasa. Tetapi, kesempurnaanya karena ia selalu dibimbing cahaya wahyu dari Allah. Meneladani Nabi adalah jalan mengikuti petunjuk ilahi.

Setelah melihat betapa indah dan lembutnya, sikap Rasulullah di dalam rumah tangga bersama istri-istrinya, kali ini kita akan belajar, memahami dan meneladani sikap serupa terhadap anak cucu dan anak-anak kecil lainnya.

Kasih sayang Nabi Muhammad SAW terhadap anak-anak dan cucunya adalah salah satu sisi terindah dari karakternya yang luhur. Dalam banyak hadis dan kisah yang disampaikan oleh para sahabatnya, kita dapat melihat betapa Nabi Muhammad SAW memperlakukan anak-anak dengan penuh kasih sayang, perhatian, dan kelembutan.

Karena itulah, Sahabat Anas bin Malik begitu kagum dan bersaksi melalui ucapannya “Tidak pernah saya melihat seorang yang lebih cinta kepada keluarganya lebih dari Rasulullah.” (HR Muslim, Ahmad, Ibnu Hibban, Abu Ya’la, dan Baihaqi). Sikap nabi terhadap keluarga istri, anak dan cucunya merupakan teladan sikap yang harus diteladani oleh umatnya.

Nabi adalah penerima wahyu ilahi, tetapi beliau juga manusia yang dianugerahi oleh Allah dengan hati, perasaan dan emosi. Kerinduan terhadap bagian dari dirinya adalah manusiawi. Masih dari Sahabat Anas, dia menyaksikan :  Saya tidak pernah melihat orang yang lebih berbelas kasih terhadap anak-anak selain Rasulullah SAW. Putranya, Ibrahim, sedang dirawat seorang suster di perbukitan sekitar Madinah. Dia akan pergi ke sana dan kami akan pergi bersamanya dan dia akan memasuki rumah, menjemput putranya, dan menciumnya, lalu kembali.” (HR Muslim).

Bahkan, ketika Ibrahim meninggal dunai dalam usia yang masih anak-anak, Rasulullah terlihat begitu sedih dan menangis. Beliau berkata: “Sesungguhnya mata ini menitikkan air mata dan hati ini bersedih, tetapi kami tidak mengatakan sesuatu yang tidak diridhai Tuhan kami. Sesungguhnya kami bersedih dengan kepergian engkau, wahai Ibrahim,” ucap Rasul SAW, seperti disebutkan dalam hadits sahih riwayat Bukhari.

Dari Riwayat inilah lahir hukum kebolehan berduka cita, sedih dan menangis ketika ditinggal orang yang dicintai. Namun, sebagaimana sabda Nabi kesedihan dan tangisan yang tidak berlebihan. Bukan tangisan yang keras dan meronta-ronta.

Nabi memperlakukan anak-anaknya dengan lembut dan mendidik. Dalam hadist Ibnu Hibban, ketika anaknya, Fatimah, datang beliau akan berdiri dan menyambutnya, menciumnya dan memeluknya. Nabu memegang tangannya dan mendudukkannya di sampingnya.

Kecintaan Nabi terhadap Fatimah sebagaimana dinukil dari perkataan beliau “Sesungguhnay Fatimah adalah bagian dariku, akan menyakiti aku apa yang menyakitinya.” (HR Muslim).

Kisah teladan yang tidak kalah menariknya adalah terhadap cucu-cucunya. Nabi selalu mencium pipi cucunya. Adalah Aqra seorang sahabat yang menegornya : “Sungguh saya memiliki sepuluh orang anak, tidak ada seorang pun yang pernah saya ciumi di antara mereka.” Rasulullah memandangnya kemudian bersabda: “Siapa yang tidak menyayangi, dia tidak akan disayangi.” (HR Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ahmad).

Nabi sering mengajak cucunya Hasan dan Husain ke masjid. Ini pelajaran penting agar mengajak anak untuk membiasakan diri ke tempat ibadah. Tingkah anak-anak memang susah diprediksi. Karena keriangannya tidak seperti yang diinginkan orang dewasa. Nabi membiarkan cucunya ketika beliau shalat menaiki punggung beliau. Bahkan dalam suatu Riwayat beliau sengaja memperlama sujud karena tidak ingin menyebabkan keduanya terjatuh.

Suatu saat keduanya pernah datang ke masjid dengan jalan tertatih-tatih saat beliau menyampaikan khutbah. Melihat keduanya Nabi menghentikan sejenak ceramahnya, menghampiri keduanya dan mendudukkannya di samping beliau.

Umamah cucu Nabi dari Zainab juga sering digendong Nabi ketika shalat. Ketika hendak sujud, beliau meletakkan Umamah, ketika berdiri beliau mengambilnya kembali. (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ahmad, Malik, dan Ad-Darimi).

Begitulah sikap lembut Nabi yang layak ditiru para bapak-bapak masa kini. Jangan karena alasan ibadah lalu terkadang kita membentak anak-anak agar tidak menggangu. Berikan pelajaran terbaik dengan mendidik dengan lembut.

Rasulullah tidak hanya sayang anak-anak dan cucunya. Beliau begitu sayang terhadap anak-anak kecil, apalagi anak yatim. Dari Anas bin Malik Rasulullah pernah mempercepat shalat karena mendengar tangisan anak yang menangis. Rasulullah tahu perasaan sedih ibunya.

Dalam beberapa kisah yang diriwayatkan Nabi adalah begitu peyanyang terhadap anak-anak. Setiap ketemu anak kecil nabi selalu mengusap kepala dan pipinya. Adalah Jabir bin Sumarah yang pernah merasakannya. Ketika diusap Rasulullah, ia merasakan tangannya dingin dan berbau harum seakan-akan keharuman tersebut keluar dari tas penjual minyak wangi.” (Shahih Muslim, hal VII/81).

Aisyah juga meriwayatkan bagaimana interaksi Rasulullah dengan anak-anak kecil. Ketika mendatangani anak-anak, cerita Aisyah, Rasulullah jongkok di hadapan mereka lalu memberikan pengertian dan mendoakan mereka.

Nabi Muhammad SAW juga menunjukkan kasih sayang kepada anak-anak yatim. Beliau mengajarkan pentingnya merawat dan menyantuni anak-anak yang kehilangan orang tua. Hadis yang menyebutkan bahwa orang yang merawat anak yatim akan bersama-sama dengan Nabi di surga adalah bukti nyata betapa besar perhatian beliau terhadap mereka.

Selain itu, beliau juga memberikan nasihat dan bimbingan yang bijak kepada anak-anak dan cucunya dalam hal agama dan etika. Kasih sayangnya tidak hanya dalam bentuk fisik, tetapi juga dalam bentuk pedoman dan bimbingan moral yang membantu mereka tumbuh menjadi individu yang baik dan bermanfaat bagi masyarakat. Termasuk meyayangi anak adalah dengan memberikan nama yang baik sebagaimana dianjurkan oleh Rasulullah.

Penting bagi umat Islam untuk meneladani sikap kasih sayang Nabi ini. Ini bukan hanya relevan dalam hubungan dengan anak-anak biologis, tetapi juga dalam interaksi dengan semua anak-anak dalam masyarakat, terlebih anak-anak yatim.

Kita harus memberikan perhatian dan kasih sayang kepada anak-anak, mendengarkan mereka, memberikan pedoman yang baik, dan memberikan contoh moral yang benar. Kelak anak-anak itu akan menelani kasih sayang yang kita berikan kepada mereka.

ISLAMKAFFAH