Jika Pandemi dan Resesi Membuat Dakwahmu Berhenti

Jika pandemi dan resesi membuat dakwahmu berhenti. Tak lagi merekrut, tidak pula membina. “Bagaimana aku bergerak, bahkan ekonomi saja sulitnya seperti ini,” barangkali demikian alasannya.

Maka, lihatlah pemuda tampan itu. Sorot matanya teduh meski bajunya lusuh. Wajahnya cerah meski hidupnya tak lagi mewah. Setiap hari ia bergerak dari rumah ke rumah. Dari kampung ke kampung hingga meluas ke seluruh Madinah.

Dulu ia pemuda paling kaya. Sekelas sultan, istilah millenial sekarang. Pewaris harta Khunas. Apa pun bisa dibelinya.

Dulu pakaiannya paling mewah. Impor, bukan buatan Makkah atau Madinah. Sandalnya dari Hadrami. Parfumnya paling wangi. Tak ada duanya di Tanah Suci. Bahkan beberapa lama setelah ia berlalu, orang tahu kalau Mush’ab tadi lewat situ.

Dulu ia paling dimanja. Berbagai fasilitas di tangannya. Kuda paling mahal dikoleksinya. Kalau saja saat itu sudah ada gadgetsmartphone tercanggih pasti ia punya. Tak pernah ia didera lapar. Kuliner paling lezat selalu terhidang. Bahkan saat ia tidur, di kamarnya terhidang susu dan anggur. “Agar ketika Mush’ab terjaga dan merasa lapar, ia bisa langsung menyantapnya,” kata sang ibunda.

Namun kini, bahkan baju baru saja Mush’ab tidak punya. Hanya yang melekat di tubuhnya dan selembar baju ganti yang kondisinya sama. Usang, dengan beberapa tambalan. Bahkan kelak saat ia syahid di medan Uhud, ia tak punya kafan. Hanya ada kain yang jika ditutupkan ke kepalanya, kakinya kelihatan. Jika ditutupkan ke kakinya, kepalanya kelihatan.

Mush’ab tidak menolak saat Rasulullah mengutusnya ke Madinah. Ia tidak beralasan, “Wahai Rasulullah, bagaimana mungkin aku bisa berdakwah sementara aku mengalami krisis ekonomi. Biarkan saat ini aku bekerja. Nanti kalau sudah kaya, aku siap berdakwah ke mana saja.”

Mush’ab tetap berangkat. Karena bekalnya adalah iman, ilmu dan ketaqwaan. Keterbatasan ekonomi tidak menjadi penghalang. Atribut duniawi tak pernah menjadi hambatan.  

Kekuatan iman yang terpancar dari setiap ucapan Mush’ab pada akhirnya membuat orang-orang Yatsrib berbondong-bondong mengikrarkan syahadat. Bahkan para pemimpin Aus dan Khazraj mendapat hidayah melalui Mush’ab. Sejarah mencatat, tokoh seperti Usaid bin Hudhair dan Sa’ad bin Muadz pun tidak memperhatikan baju usang Mush’ab, tetapi fokus pada dakwahnya.

Maka Yatsrib berubah menjadi negeri Islam. Siap menjadi Madinatun Nabi. Peradaban gemilang pun bermula dari sini. [Muchlisin BK/BersamaDakwah]

BERSAMA DAKWAH