Gerhana Matahari, Allahu Akbar Jadi Trending Topic

Allah Akbar jadi  trending topic atau topik paling tren di Twitter. Tak sedikit para netizen menggunakan kata itu untuk mengungkapkan kebesaran Allah menyusul gerhana matahari yang terjadi di Indonesia.

“Allahu Akbar, Maha Besar Engkau yang Allah atas segala kuasa-Mu untuk alam semesta dan hambamu yang kecil ini,” kicau aku @narrayudha dari Bandung yang juga mengunggah gambar gerhana matahari.

Akun @tausiyahku juga menuliskan cicitan “Allah Akbar” dan mengunggah hadist tentang gerhana matahari. “Jika kalian melihat peristiwa gerhana perbanyak berdoa’a kepada Allah, perbanyak takbir, kerjakan salat, dan perbanyak sedekah.” Hadits Riwayat Bukhari dan Muslim.

Sementara akun @bobbytonggos mengatakan, “the eclipse is so beautiful Allahu Akbar.”

 

sumber: Republika Online

Umat Islam Bisa Lakukan Ini Saat Gerhana Matahari Total

Kementerian Agama mengimbau umat Islam untuk melaksanakan Salat Sunah Gerhana Matahari atau Salat Kusuf saat terjadinya fenomena alam langka gerhana matahari total yang diperkirakan akan terjadi pada Rabu 9 Maret 2016.

Sekretaris Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama Muhammadiyah Amin dalam siaran pers yang diterima VIVA.co.id, Jum’at 4 Maret 2016, mengatakan, Salat Kusuf atau Salat Gerhana Matahari dilakukan dua rakaat dengan rangkaian sebagai berikut:

1. Berniat di dalam hati.

2. Takbiratul ihram seperti salat biasa.

3. Membaca do’a iftitah dan berta’awudz, kemudian membaca surat Al-Fatihah dan membaca surat yang panjang dengan tidakdikeraskan suaranya

4.  Kemudian ruku sambil memanjangkannya.

5. Bangkit dari ruku’ (i’tidal) sambil mengucapkan Sami’allahu Liman Hamidah, Rabbana Wa Lakal Hamd.

6. Setelah I’tidal ini tidak langsung sujud, namun dilanjutkan dengan membaca surat Al-Fatihah dan surat yang panjang (berdiri yang kedua lebih singkat dari pertama).

7. Ruku’ kembali (ruku’ kedua) yang panjangnya lebih pendek dari ruku’ sebelumnya;

8. Bangkit dari ruku’ (i’tidal);

9.  Sujud yang panjangnya sebagaimana ruku’, lalu duduk di antara dua sujud kemudian sujud kembali;

10. Bangkit dari sujud lalu mengerjakan raka’at kedua sebagaimana raka’at pertama (bacaan dan gerakan-gerakannya lebih singkat dari sebelumnya);

11. Tasyahud; dan

12. Salam.

“Setelah salat, Imam lalu menyampaikan khutbah kepada para jama’ah yang berisi anjuran untuk berdzikir, berdo’a, beristighfar, sedekah, dan hal baik lainnya,” ujar Muhammadiyah Amin.

Pelaksanaan salat gerhana, lajut dia, menyesuaikan waktu gerhana matahari di wilayah masing-masing, yaitu:

Pertama, untuk Waktu Indonesia Barat (WIB): Aceh (07:22 –  08:27), Sumatera Utara (07:21 – 08:27), Sumatera Barat (07:20 – 08:27), Riau (06:22 – 08:30), Bengkulu (06:20 – 08:28), Jambi (06:21 – 08:29), Kepulauan Riau (06:22 – 08:33), Sumatera Selatan (06:19 – 08:29), Lampung (06:20 – 08:31), Bangka Belitung (06:21 – 08:35), Banten (06:19 – 08:31), DKI Jakarta (06:20 – 08:32), Jawa Barat (06:20 – 08:32), Jawa Tengah (06:20 – 08:35), D.I. Yogyakarta (06:20 – 08:35), Jawa Timur (06:21 – 08:39), Kalimantan Barat (06:23 – 08:42), dan Kalimantan Tengah (06:22 – 08:47).

Kedua,  untuk Waktu Indonesia Tengah (WITA): Kalimantan Selatan (07:23 – 09:48), Kalimantan Timur (07:26 – 09:54), Bali (07:22 – 09:42), Nusa Tenggara Barat (07:23 – 09:45), Nusa Tenggara Timur (07:27 – 09:51), Sulawesi Barat (07:26 – 09:57), Sulawesi Selatan (07:26 – 09:54), Sulawesi Tengah (07:29 – 10:04), Sulawesi Tenggara (07:28 – 10:01), Gorontalo (07:31 – 10:09), dan Sulawesi Utara (07:34 – 10:15).

Ketiga, untuk Waktu Indonesia Timur (WIT): Maluku Utara (08:35 – 11:21), Maluku (08:35 – 11:17), Papua Barat (08:40 – 11:30), dan Papua (08:49 – 11:40).

Seperti diketahui, berdasarkan data astronomis bahwa pada hari Rabu tanggal 9 Maret 2016 betepatan tanggal 29 Jumadil Ula 1437 H, di sebagian wilayah Indonesia akan terjadi gerhana matahari total (GMT). Beberapa wilayah dimaksud antara lain: Sumatera Barat, Bengkulu, Jambi, Sumatera Selatan, Kepulauan Bangka Belitung, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah dan Maluku Utara.

 

sumber: Viva.co.id

Shalat Gerhana di Siang Hari, Apa Dikeraskan Bacaan?

Kita tahu bahwa shalat di siang hari biasa dengan bacaan yang sirr, tidak dikeraskan. Bagaimana jika terjadi gerhana matahari (di siang hari), apakah bacaannya tetap dikeraskan?

Coba perhatikan hadits berikut dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata,

أَنَّ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- جَهَرَ فِى صَلاَةِ الْخُسُوفِ بِقِرَاءَتِهِ فَصَلَّى أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ فِى رَكْعَتَيْنِ وَأَرْبَعَ سَجَدَاتٍ

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengeraskan (menjaherkan) bacaannya dalam shalat kusuf (shalat gerhana). Beliau melakukan empat kali ruku’ dan empat kali sujud dalam dua raka’at.” (HR. Bukhari, no. 1065; Muslim, no. 901)

Di antara faedah yang bisa diambil dari hadits di atas:

Disyari’atkan mengeraskan bacaan (menjaherkan) ketika pelaksanaan shalat gerhana baik ketika di siang hari (gerhana matahari) maupun di malam hari (gerhana bulan). Karena shalat gerhana termasuk shalat sunnah yang diperintahkan berjama’ah. Dalam shalat jama’ah seperti ini diperintahkan untuk dijaherkan, sama halnya seperti shalat istisqa’ (minta hujan), shalat ‘ied dan shalat tarawih.

Hadits yang disebutkan di atas dimaksudkan untuk gerhana matahari, gerhana bulan pun sama.

Juga dari hadits, bisa disimpulkan bahwa shalat gerhana itu dua raka’at. Dalam dua raka’at tersebut terdapat empat kali ruku’ dan empat kali sujud.

Adapun Panduan Shalat Gerhana secara lengkap, bisa dipelajari di sini: https://rumaysho.com/753-panduan-shalat-gerhana.html.

 

Semoga bermanfaat. Wallahu waliyyut taufiq.

 

Referensi:

Minhah Al-‘Allam fi Syarh Bulugh Al-Maram. 4: 157-158. Cetakan ketiga, tahun 1432 H. Syaikh ‘Abdullah bin Shalih Al-Fauzan. Penerbit Dar Ibnul Jauzi.

Subul As-Salam Al-Muwshilah ila Bulugh Al-Maram. 3: 205-207. Cetakan kedua, tahun 1432 H. Muhammad bin Isma’il Al-Amir Ash-Shan’ani. Penerbit Dar Ibnul Jauzi.

@ Darush Sholihin, Panggang, Gunungkidul, 21 Jumadal Ula 1437 H

Oleh Al-Faqir Ila Maghfirati Rabbihi: Muhammad Abduh Tuasikal

Sumber: Rumaysho.Com

Memahami Gerhana dengan Al-Quran

Segala puji hanya untuk Allah Ta’ala, shalawat dan salam semoga Allah curahkan kepada Rasulullah Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya dan para pengikutnya. Amiin.

Matahari dan bulan adalah makhluk (ciptaan) Allah SWT, sampai detik ini kedua makhluk tersebut taat (tunduk/sujud) dengan perintah Allah untuk bergerak pada porosnya dan berkeliling pada garis edarnya. Dalam Al Quran ada 10 ayat lebih yang menerangkan tentang matahari dan bulan (QS. 13:2, 14:33, 16:12, 21:33, 29:61, 31:29 dst.), berikut ini salah satunya :

وَسَخَّرَ لَكُمُ ٱلشَّمْسَ وَٱلْقَمَرَ دَآئِبَيْنِ ۖ وَسَخَّرَ لَكُمُ ٱلَّيْلَ وَٱلنَّهَارَ (٣٣)

“Dan Dia (Allah) telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya); dan telah menundukkan bagimu malam dan siang.” (QS. Ibrahim 14:33)

Hanya Allah Ta’ala saja yang bisa berkomunikasi dengan keduanya, gerhana adalah fenomena yang hanya dialami oleh matahari dan bulan, sebagai tanda keduanya tetap tunduk/sujud dengan apa yang Allah amanatkan. Fenomena inilah yang hanya bisa dilihat oleh manusia, baik dengan mata telanjang maupun dengan bantuan alat seperti teleskop, dimana keduanya masih beredar pada garis edarnya sesuai dengan perintah Allah Ta’ala yang disampaikan dalam Al Quran. Selanjutnya dalam ayat diatas Allah menunjukan tanda sujudnya bumi, dengan adanya pergantian siang dan malam. Bumi hingga kini masih berputar dan tetap taat kepada Allah untuk bersujud.

Maka selaku manusia yang taat kepada Allah Ta’ala, ketika melihat makhluk lain bersujud kepada-Nya, Apakah kita akan menentang untuk tidak bersujud ketika mendengar berita atau mengalami terjadinya gerhana? Tentu tidak, manusia yang taat akan ikut bersujud ketika ditampakkan tanda-tanda kekuasaan Allah atas ciptaan-Nya yang bersujud kepada-Nya.

Dalam surat dan ayat lain Allah berfirman,

وَمِنْ ءَايَٰتِهِ ٱلَّيْلُ وَٱلنَّهَارُ وَٱلشَّمْسُ وَٱلْقَمَرُ ۚ لَا تَسْجُدُوا۟ لِلشَّمْسِ وَلَا لِلْقَمَرِ وَٱسْجُدُوا۟ لِلَّهِ ٱلَّذِى خَلَقَهُنَّ إِن كُنتُمْ إِيَّاهُ تَعْبُدُونَ (٣٧)

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah malam, siang, matahari dan bulan. Janganlah sembah matahari maupun bulan, tapi sembahlah Allah Yang menciptakannya, Jika Ialah yang kamu hendak sembah.” (QS. Al Fushilat 41:37)

Betapa sayangnya Allah terhadap manusia, hingga menurunkan ayat diatas. Fenomena siang dan malam adalah cara bersujudnya bumi, maka manusia pun ikut bersujud saat itu dengan cara shalat subuh, dzuhur dan ashar, serta menjelang malam dilanjutkan dengan shalat magrib dan isya, serta qiyamul lail. Kemudian Allah mengingatkan manusia dengan kalimat “Laa yasjuduu lisy-syamsi wa laa lilqomari”. Jangan bersujud kepada matahari dan tidak juga (sujud) kepada bulan, dilanjutkan dengan “wasjuduu lillahi kholaqohunna” tapi bersujudlah kepada Allah yang menciptakannya. “inkuntum iyyaahu ta’buduun” begitulah hendaknya kamu beribadah/mengabdi.

Matahari dan bulan dengan fenomena gerhana ditunjukan oleh Allah kepada manusia bahwa keduanya tetap tunduk. Kenapa Allah tunjukan/tampakan ketundukan bulan dan matahari? Jawabannya ada di dalam Al Quran, agar manusia dapat menyaksikan kekuasaan Allah dengan modal yang diberikan-Nya kepada tiap-tiap manusia. Modal apa yang sebenarnya Allah berikan kepada tiap manusia? Berikut ayatnya,

قُلْ هُوَ ٱلَّذِىٓ أَنشَأَكُمْ وَجَعَلَ لَكُمُ ٱلسَّمْعَ وَٱلْأَبْصَٰرَ وَٱلْأَفْـِٔدَةَ ۖ قَلِيلًا مَّا تَشْكُرُونَ (٢٣)

“Katakanlah: “Dialah Yang menciptakan kamu (manusia) dan menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati”. (Tetapi) amat sedikit kamu bersyukur.” (QS.67:23).

Modal yang diberikan Allah kepada manusia ada 3, yaitu: pendengaran, penglihatan dan hati. Maka Allah Ta’ala perlihatkan gerhana agar manusia dapat melihat dengan mata-nya, mendengar berita tentang gerhana dengan telinga-nya, kalau matahari dan bulan tetap bersujud (tunduk) kepada Allah, tapi amat sedikit dari manusia yg bersyukur (memahami dengan hati-nya/ikut bersujud kepada Allah).

Rasulullah SAW sebagai suri tauladan manusia, memberikan contoh agar kita shalat ketika terjadi gerhana, maka dalam shahih bukhari ditemukan banyak hadits berhubungan dengan hal tersebut. Salah satunya terjemahan hadits-hadits tersebut sebagai berikut,

Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Muhammad berkata, telah menceritakan kepada kami Hisyam telah mengabarkan kepada kami Ma’mar dari Az Zuhri dan Hisyam bin ‘Urwah dari ‘Urwah dari ‘Aisyah berkata, “Pernah terjadi gerhana matahari pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka beliau berdiri melaksanakan shalat bersama orang banyak, beliau memanjangkan bacaan, lalu rukuk dengan memanjangkan rukuk, kemudian mengangkat kepalanya, lalu membaca lagi dengan memanjangkan bacaannya namun tidak sebagaimana panjang bacaan yang pertama. Kemudian beliau rukuk lagi dengan memanjangkan rukuk, namun tidak sepanjang rukuk yang pertama, lalu mengangkat kepalanya kemudian sujud dua kali. Beliau kemudian berdiri kembali dan mengerjakan seperti pada rakaat pertama. Setelah itu beliau bangkit dan bersabda: “Sesungguhnya matahari dan bulan tidak akan mengalami gerhana disebabkan karena mati atau hidupnya seseorang, akan tetapi keduanya adalah dua tanda dari tanda-tanda kebesaran Allah, yang Dia perlihatkan kepada hamba-hambaNya. Jika kalian melihat gerhana keduanya, maka segeralah mendirikan shalat.” Shahih Bukhari No. 998.

Dengan fenomena gerhana yang baru saja terjadi, mari kita perbaharui segala sikap hidup ini dengan tiga modal yang diberikan Allah. Melalui membaca, mendengar Al Quran dan As Sunnah dengan terjemahannya, agar dapat diresapi oleh hati. Sehingga kita dapat menjadi muslim yang selalu tunduk/sujud kepada Allah, tidak seperti iblis sebagaimana Allah Ta’ala informasikan dalam Al Quran.

قَالَ مَا مَنَعَكَ أَلَّا تَسْجُدَ إِذْ أَمَرْتُكَ ۖ قَالَ أَنَا۠ خَيْرٌ مِّنْهُ خَلَقْتَنِى مِن نَّارٍ وَخَلَقْتَهُۥ مِن طِينٍ (٢١)

Allah berfirman: “Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku menyuruhmu?” Menjawab iblis “Saya lebih baik daripadanya; Engkau ciptakan saya dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah”. (QS. Al Araaf 7:12)

Andaikata ada yang kurang paham dalam memahami terjemahan dari Al Quran dan As Sunnah, maka jangan segan-segan untuk bertanya kepada orang yang berilmu (ulama). Definisi ulama menurut Al Quran sangat luas berikut informasi tersebut

وَمِنَ النَّاسِ وَالدَّوَابِّ وَالْأَنْعَامِ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ كَذَٰلِكَ ۗ إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ ۗ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ (٢٨)

Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama (orang berilmu). Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (QS. Faatir 35:28)

Sebagai sesama manusia yang lemah kita saling mengingatkan, dan kita serahkan segala urusan kepada Allah Ta’ala, Dia-lah (Allah) yang ahad yang mengurus semua makhluk-Nya, tanpa tidur dan tak kenal lelah. Maka andaikata ada kesalahan, semoga Allah menurukan rahmat dan ampunan-Nya kepada kita semua. Amin Ya Rabbal ‘Alamin, semoga Islam bisa menjadi rahmatan lil ‘alamin. Amiin, Allahuma amiin.

 

sumber: Kiblat.Net

Begini Cara Aman Menyaksikan Gerhana Matahari Total

Fenomena alam yang langka, Gerhana Matahari Total (GMT) akan melintasi sekitar 10 provinsi di Indonesia pada Rabu (9/3). Berbagai persiapan telah dilakukan khususnya di wilayah-wilayah yang GMT bisa disaksikan dengan cukup nyata. Bahkan sejumlah daerah gencar melakukan promosi dengan target mendatangkan wisatawan baik nusantara maupun mancanegara ke daerahnya untuk menyaksikan GMT.

Tapi sebetulnya, amankan menyaksikan GMT apalagi tanpa perlengkapan teleskop yang memadai? Dokter ahli mata Fitra Nalvira mengatakan, melihat langsung matahari, tanpa ada gerhana bisa merusak mata. Apalagi saat gerhana matahari total terjdi.

 

Dia menyarankan, baik saat gerhana atau pun tidak, warga sebaiknya mengindari kontak mata langsung ke arah matahari. Akan tetapi, jika warga tetap penasaran ingin melihat fenomena langka tersebut, Fitra menyarankan agar warga melihat GMT melalui refleksi pantulan.

Refleksi pantulan ini dapat dilihat melalui cermin hingga air. Meski melihat pantulan, Fitra menyarankan agar warga tetap menggunakansunglasses atau kacamata hitam untuk melindungi mata dari pantulan langsung sinar matahari. “Saat orang memakai teleskop pun, ada derajat tertentu yang menghindari mata kontak langsung (ke sinar matahari),” kata Fitra.

 

sumber: Republika Online

Kemenag Minta Umat Islam Shalat Gerhana pada 9 Maret

Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Palu, Sulawesi Tengah, Kiflin Pajala mengimbau seluruh umat Islam dan pengurus masjid menggelar shalat sunat saat terjadi gerhana matahari total (GMT) pada 9 Maret 2016.

“Pada prinsipnya, kami sudah menurunkan surat kepada empat KUA di Kota Palu agar melakukan mediasi dengan pemerintah untuk melaksanakan shalat gerhana,” katanya di Palu, Rabu (24/2).

Imbauan itu merupakan tindak lanjut dri surat imbauan Dirjen Bimais Islam beserta lampiran mengenai tata cara pelaksanaannya. Kiflin juga mengajak masyarakat untuk menyaksikan fenomena alam yang akan menghiasi langit Kota Palu nanti.

“GMT 9 Maret adalah hal yang langka sehingga harus kita saksikan bersama,” ujar Kiflin.

Sumber : Antara /Republika Online

Penjelasan Tata Cara Shalat Gerhana

Pimpinan Pondok Pesantren Madinatul Ilmi Dolo Ali Bin Hasan Aljufri menuturkan, peristiwa gerhana pernah terjadi di zaman Nabi Muhammad saw. Peristiwa alam itu bahkan terjadi bertepatan dengan wafatnya putra Rasulullah saw bernama Ibrahim.

Saat itu, para sahabat mengira gerhana tersebut ada kaitannya dengan meninggalnya sang putra, namun Rasulullah saw mengatakan, peristiwa tersebut merupakan tanda-tanda kebesaran Allah swt. Kemudian Rasulullah saw memerintahkan untuk melaksanakan shalat sunat dua rakaat.

Shalat itu menurut Ali yang disebut dengan shalat kusyuf sebagai kesyukuran. “Shalat ini berbeda dengan shalat sunat yang lain,” kata dia, Rabu (24/2). Ali menjelaskan, pada saat gerhana matahari total pada 9 Maret 2016 mendatang, shalat sunat berjamaah akan dilaksanakan di Masjid Pondok Pesantren Madinatul Ilmi.

Wakil Rektor III Unisa itu menambahkan, perbedaan shalat sunat Kusyuf dengan lainnya adalah saat ruku yang disunatkan lama sambil membaca tasbih yang panjang. “Pada saat membaca Surat Alfatihah tidak dengan suara yang keras,” ujar dia menjelaskan.

Setelah ruku pertama, kembali lagi i’tidal dan membaca surat Alfatihah. “Tetapi saat sujud tidak disunahkan untuk lama,” tambah Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Sigi itu.

Setelah itu kata dia, dilanjutkan dengan membaca khutbah, yang berkaitan dengan pesan-pesan untuk mengingat kebesaran Allah. Peristiwa GMT ini akan melintasi Indonesia dan berakhir di Samudra Pasifik. Terakhir kali Indonesia mengalami GMT pada tahun 1995, dan lintasan totalnya di Sangihe.

 

Sumber : Antara/Republika Online

Profesor Ini Ungkap Gerhana Matahari Total Sebagai Sunnatullah

Pakar Pemikiran Islam Modern Prof. Dr. H. Zainal Abidin, M.Ag menyebut fenomena alam Gerhana Matahari Total (GMT) 9 Maret 2016 merupakan suatu sunnatullah. Dia menjelaskan, jika GMT benar terjadi, maka fenomena itu merupakan salah satu bentuk kekuasaan Allah yang ditunjukkan kepada manusia di muka bumi untuk mengakuinya.

“Terjadinya gerhana di bumi, tidak lain sebagai intervensi sang pencipta untuk menyatakan kekuasaannya kepada manusia di bumi,” ungkap Prof. Zainal Abidin, saat memaparkan materi tentang GMT 9 Maret dalam tinjauan Islam pada seminar GMT di Auditorium IAIN Palu, Kamis (3/3).

Ia menjelaskan GMT sebagai bentuk kekuasaan Tuhan sejalan dengan Hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Bukhari Muslim, yang berbunyi “Sesungguhnya matahari dan bulan keduanya merupakan tanda-tanda kebesaran Allah, keduanya tidak gerhana karena kematian seseorang atau karena kehidupannya, akan tetapi Allah hendak membuat gentar para hambaNya.”

Rektor IAIN Palu itu mengatakan terdapat suatu riwayat yang menceritakan bahwa telah tejadi gerhana matahari pada zaman Rasulullah SAW yaitu pada wafatnya Ibrahim (Putra Nabi).

Mengutip  riwayat Bukhori-Muslim, dia menjelaskan, kaum Muslimin di masa itu kemudian berkata bahwa terjadinya gerhana matahari karena wafatnya Ibrahim atau putra Nabi Muhammad SAW. Atas adanya anggapan tersebut, maka kemudian Rasulullah SAW Bersabda ‘Sesungguhnya matahari dan bulan itu tidak gerhana karena wafatnya seseorang dan tidak karena hidupnya seseorang. Maka apabila kalian melihat (kejadian gerhana) maka shalatlah dan berdoalah kepada Allah’.

“Dari dua Hadis di atas jelas memberikan penekanan kepada kita umat Islam bahwa gerhana yang terjadi sebagai fenomena alam, merupakan suatu Sunnatullah sebagai salah satu bagian kekuasaan Allah,” ujarnya.

Dengan demikian, sebut dia, jika tidak mengalami perubahan atau atas kehendak sang kuasa GMT 9 Maret terjadi, maka dianjurkan kepada Umat Islam untuk melaksanakan shalat gerhana dan memanjatkan doa sebanyak-banyaknya kepada Allah.

Selain sebagai bentuk pengakuan umat Islam atas kekuasaan Allah, juga sebagai bentuk untuk memohon kepada Allah agar terhindar dari hal-hal negatif yang terjadi dikarenakan adanya gerhana matahari.

“Berdasarkan Alquran bulan dan matahari telah memiliki koridornya atau peredarannya, olehnya jika terjadi gerhana, itu artinya keduanya atau salah satunya tidak sedang berada pada koridornya atau peredarannya. Untuk itu, perlu ada Shalat untuk memanjatkan doa kepada Allah,” ujarnya.