Manfaatnya Mengalir untuk Jemaah Aceh, Ini Aset Wakaf Habib Bugak

Mekah – Manfaat dari tanah wakaf Habib Bugak Al Asyi dan kawan-kawan 200 tahun silam di Mekah dirasakan oleh jemaah haji asal Aceh sampai sekarang. Aset dari wakaf itu kini menjelma menjadi 5 bangunan yang berada titik-titik strategis di Mekah.

Ikrar wakaf dilakukan Habib Bugak di depan mahkamah syariah pada tahun 1800-an. Habib Bugak — yang namanya diajukan sebagai penanggung jawab wakaf — mewakili ratusan tokoh yang ikut mengumpulkan dana tersebut.

Dalam ikrarnya di depan mahkamah, Habib Bugak menyatakan tanah wakaf dan manfaatnya hanya ditujukan kepada jemaah haji asal Aceh atau warga Arab Saudi keturunan Aceh atau warga Aceh yang menjadi mukimin di Arab Saudi.

Oleh nazdir (pengelola) wakaf Arab Saudi, tanah wakaf yang lokasinya di samping Masjidil Haram tersebut dikelola. Awalnya di atas tanah itu didirikan bangunan untuk menampung jemaah haji asal Aceh. Lalu ketika ada proyek perluasan Masjidil Haram, tanah tersebut dialihkan menjadi aset-aset yang kini berbentuk bangunan hotel.

“Jadi nadzir melakukan pengelolaan investasi di lima titik,” ujar koordinator Wakaf Baitul Asyi Jamaluddin Affan di Mekah, Selasa (7/8/2018).

1. Hotel Ramada Ajyad

Jamal mengatakan hotel ini dibangun oleh investor dari Arab Saudi yang bekerja sama dengan pengelola wakaf. Hotel bintang lima ini berada sangat dekat dengan Masjidil Haram.

Namun karena lokasinya yang berdekatan itu, hotel dengan 1.800 kamar ini masuk dalam zona yang terkena penggusuran perluasan terbaru Masjidil Haram. Sudah 4 tahun hotel ini tak aktif.

“Dan sampai sekarang belum dilakukan pembayaran dikarenakan ada sedikit kendala,” ujar Jamal.

2. Hotel Elaf Al Mashaer

Hotel ini juga terletak di kawasan Ajyad, Mekah namun tak masuk dalam zona perluasan Masjidil Haram. Hotel ini berada di ujung terminal Ajyad yang dilewati oleh bus Shalawat.

“Hotel Elaf Mashaer ini dikelola investor dengan jangka waktu 22 tahun. Selama kurun waktu itu hak mutlak kepada investor, cuma 10 persen yang dikembalikan ke wakaf. Setelah 22 tahun akan dikembalikan sepenuhnya ke wakaf,” ujar Jamal.

3. Hotel di Aziziyah

Hotel di kawasan Aziziyah ini dibangun pada tahun 2006. Ada 200 kamar dalam gedung ini.

Hotel ini dibangun langsung oleh pengelola wakaf tanpa bekerja sama dengan investor. Jaraknya dengan Masjidil Haram 3,5 Km.

“Hotel Wakaf Habib Bugak Asyi selama ini disewakan ke jemaah dari Pakistan. Luas tanahnya 750 meter,” ujar Jamal.

4. Hunian di Saukiyah

Jamal mengatakan aset keempat ini dibeli seharga 6 juta SAR pada tahun lalu. Gedung ini tidak digunakan untuk memutar uang namun murni untuk memberi akomodasi kepada warga Saudi keturunan Aceh atau mukimin dari Aceh di Mekah.

“Seperti mukimin seperti saya ini ditempatkan di sana,” ujar Jamal.

5. Kantor di Aziziyah

Sama seperti dengan gedung pemondokan di Saukiyah, gedung di Aziziyah ini dibangun bukan untuk pemutaran uang.

“Yang di Aziziyah sebagai kantor dan rumah yang ditempati orang-orang Aceh yang jadi warga Saudi atau mukimin. Tapi yang di sini kebanyakan warga Saudi,” kata Jamal.

DETIK

 

 

Alhamdulillah, aplikasi cek porsi haji sudah aktif kembali. Cek informasi akomodasi haji tahun ini. Install dari HP Android Anda. Download dan Instal!

 

Cek Pajak Motor dan Mobil Anda.Sangat membantu, ada alamat, nama pemilik nosin, noka,thn pembuatan jenis kendaraan, rincian total yg harus di bayar.Silakan gunakan aplikasi Android ini. Download dan Instal!

Nazhir Wakaf Habib Buja` Bagikan Uang Sewa Rumah Ke Jamaah BTJ

Sebanyak 4.282 orang jamaah asal Embarkasi Banda Aceh (BTJ) mendapatkan pembayaran uang pengganti sewa rumah dari Nazhir (Badan Pengelola) Wakaf Habib Bugak Asyi (Baitul Asyi Makkah). Pembayaran uang itu sebesar 337 dolar AS dalam bentuk cek dan tafsir Al-Usyr Al-Akhir Qur`an Al Karim.

Pemberian uang itu merupakan pembagian keuntungan dari pengelolaan Wakaf yang didapatkan dari seorang dermawan asal Aceh, Habib Buja` (Bugak) Al-Asyi. Uang tersebut khusus diberikan kepada jamaah haji asal Aceh. Ini merupakan wasiat Habib Buja. Dia itu mewariskan wakaf tersebut untuk kemaslahatan jamaah asal Aceh di Makkah.

“Tahun ini, jumlah yang kami bagikan bagi jamaah dari Embarkasi Aceh sebesar 5,5 juta riyal Saudi. Bentuknya cek. Diharapkan, uang itu digunakan untuk meningkatkan usaha dan perekonomian rakyat Aceh melalui jamaah haji asal Aceh,“ kata Muneer Abdul-Gani Asyi, Ketua Nazhir Wakaf Habib Buja` Asyi usai membagikan penggantian uang sewa kepada salah satu kloter dari Embarkasi Aceh, di Kawasan Jumaizah, Makkah, Arab Saudi, Kamis (06/12).

 

Menurutnya, pembagian uang penggantian sewa rumah itu diberikan mulai tahun lalu atau 1427 hijriah. Saat itu, uang yang dibagikan sebesar 6,5 juta riyal Saudi.

Pada saat pembagian pertama, nilai uang yang dibagikan itu berdasarkan besaran uang sewa untuk pemondokan jamaah asal Embarkasi Aceh. Ketentuan itu didasarkan pada kesepakatan pemerintah Indonesia dengan Kerajaan Arab Saudi.

Di tahun ini, pembagian itu dihitung berdasarkan nilai  keuntungan dari pengelolaan Wakaf dengan jumlah jamaah asal Embarkasi Aceh. Maka, dengan nilai yang dibagikan kepada jamaah sebesar 337 dolar AS.

 

Keuntungan pengelolaan wakaf itu memang ditujukan untuk jamaah haji asal Embarkasi Aceh. Habib Buja yang datang ke Makkah tahun 1223 hijriah itu membeli tanah sekitar daerah Qusyasyiah yang sekarang berada di sekitar Bab Al Fath. Saat itu, masa Kerajaan Ustmaniah.

 

 

Sekitar 25-30 tahun yang lalu, ada pengembangan Masjidil Haram di masa Raja Malik Sa`ud bin Abdul Aziz. Rumah Habib Buja terkena proyek itu. Karenanya, rumah ini pun kena gusur dan Kerajaan Arab Saudi memberi ganti rugi.

 

Oleh Nazhir, uang penggantian itu digunakan untuk membeli dua lokasi lahan di daerah Ajyad, 500 dan 700 meter dari Masjidil Haram. “Tanah itulah yang kemudian menjadi aset wakaf sekrang ini. Hanya, kita saat itu belum memiliki keuntungan untuk dibagikan. Setelah ada investor yang mau membangun hotel di lahan itu, barulah kita mendapatkan keuntungan dari uang sewa lahannya,“ kata Muneer lagi.

Lahan pertama dengan jarak 500 meter dari Masjidil Haram dibangun hotel bintang lima dengan kamar sekitar 350-an unit. Rencananya, tahun depan selesai dan akan dikelola managemen hotel ternama selama 17 tahun.

 

 

Di lahan kedua dengan jarak 700 meter dari Haram, dibangun hotel bintang lima dengan kamar sekitar 1.000 unit. Pengelolaan hotel ini juga dilakukan oleh satu manajemen untuk 20 tahun.

 

“Setelah masa kontrak selama 17 dan 20 tahun itu, maka hotel ini diserahkan kepada Nazhir untuk dikelola,” sambung Muneer yang juga keturunan Nazhir pertama ini.

 

Dari keuntungan lainnya, tambahnya, Nazhir membeli dua areal lahan seluas 1.600 meter persegi dan 850 meter persegi di Kawasan Aziziah. Tahun ini, kedua lahan ini akan dibangun pemondokan khusus untuk jamaah asal Embarkasi Aceh. “Insya Allah di tahun depan, jamaah bisa menempati pondokan itu sehingga kami tak membagikan uang sewa rumah lagi.“

 

Soal Wakaf Buja

Pada 18 Rabi`ul Akhir tahun 1224 hijriah, Habib Buja` datang ke hadapan Hamim Mahkamah Syar`iyah untuk mewakafkan tanah tersebut. Di atas lahan itu itu ada

sebuah rumah dua tingkat untuk tempat tinggal jamaah haji asal Aceh yang datang ke Makkah untuk menunaikan haji. Rumah itu juga untuk tempat tinggal orang asal Aceh yang menetap di Makkah. Bila tidak ada lagi orang Aceh yang datang ke Makkah, maka rumah itu diperuntukan bagi mahasiswa atau santri dari Jawi (wilayah Asia Tenggara).

 

Kalau tidak ada mahasiswa atau santri itu, maka rumah wakaf itu digunakan untuk tempat tinggal mahasiswa Makkah yang belajar di Masjidil Haram. Sekiranya mereka pun tidak ada, maka wakaf ini diserahkan ke Imam Masjid Haram untuk kebutuhan Masjid Haram.

 

Maklumat ini pun kemudian disampaikan oleh Syekh Abdul Ghani Mahmud Asyi, Nazhir Wakaf Habib Buja di tahun 2002 kepada Gubernur Aceh saat itu, Abdullah Puteh. Nazhir itu merupakan badan yang dipercaya Habib Buja untuk merawat, memelihara, dan mengelola wakafnya. Nazhir itu umumnya merupakan orang asal Aceh yang sudah menetap di Makkah. Nazhir pertama adalah Syeikh Muhammad Shalih bin Abdussalam Asyi.

 

Di tahun 1980-an, pelaksanaan haji masih menggunakan sistem Syeikh, rumah wakaf di dua lokasi ini selalu ditempati oleh sebagian besar jamaah haji asal Aceh. Nazhir sendiri berperan sebagai Syekh. Dalam system ini, rumah disediakan oleh syekh dan pemerintah  Indonesia membayar sewa rumah kepada Syekh.

 

Ketika sistem penyelenggaraan haji diubah menjadi sistem maktab (muassasah), maka jamaah Aceh tak leluasa lagi memasuki rumah tersebut. Pemerintah Indonesia menyewa rumah dan menyerahkannya kepada maktab bersama dengan jamaah. Semua itu diurus oleh maktab.

 

“Pemerintah Saudi tak memberi peluang keterlibatan pihak swasta dan masalah internal Nazhir sendiri,“ kata Jamaluddin, salah satu pengurus dalam Nazhir ini.

 

Nazhir kemudian malakukan pembicaraan dengan pemerintah Aceh. Lalu, pembahasan pun dilakukan antara Menteri Agama Indonesia dengan Menteri Wakaf Arab Saudi, dan Kedutaan Besar RI di Riyadh. Setelah ada kunjungan ke kedua negara dari dua utusan, maka kedua pihak setuju atas rencana upaya penampungan jamaah haji Indonesia di Makkah.

 

Upaya penampungan itu dilakukan dengan membangun rumah di Makkah. Kalau belum selesai bangunan itu, maka Nazhir akan memberikan pengganti uang sewa kepada jamaah haji asal Aceh. (dewi)

 

sumber:Portal Kemenag