Prof Didin Yakin Masih Banyak Anak Indonesia Seperti Musa

Cendekiawan Muslim Prof Didin Hafidhuddin ikut bangga atas prestasi yang ditorehkan oleh Musa La Ode Abu Hanafi, hafiz cilik asal Indonesia yang berhasil menjadi juara tiga di ajang Musabaqah Hifzil Quran (MHQ) Internasional di Sharm El-Sheikh Mesir pada 10-14 April 2016.

Menurut Didin, prestasi Musa menjadi bukti bahwa generasi muda yang disentuh dengan pendidikan Alquran juga bisa mempersembahkan yang terbaik. “Saya yakin anak seperti Musa ini ada banyak namun kita belum mampu menggali,” kata Didin kepada Republika.co.id, Ahad (17/4).

 

Baca juga:

 

Didin berharap ini menjadi dorongan bagi orang tua untuk mendidik anak dengan pendidikan Alquran agar anak mereka menjadi generasi yang baik yang dapat memimpin Indonesia. Karena, Didin menjelaskan, di dalam hadis Nabi disebutkan bahwa sebaik-baiknya orang adalah yang belajar dan mengajarkan Alquran.

“Jadi orang yang hafal Alquran itu adalah orang terbaik,” kata Didin.

Pada zaman Nabi, ungkap Didin, generasi sahabat dijuluki sebagai generasi Quran dan terbukti mereka adalah generasi terbaik. Maka, untuk menjadi generasi terbaik anak-anak Indonesia harus mengerti Alquran. “Apabila para hafiz ini dipelihara dan dijaga dengan baik maka niscaya bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang unggul,” kata Didin.

Dia juga menyambut baik fenomena banyaknya perguruan tinggi yang memberikan kuota khusus bagi calon mahasiswa penghafal Alquran. Menurut Didin, orang yang sudah bisa menghafal Alquran maka akan lebih mudah menerima ilmu pengetahuan yang lain. Sehingga, mereka bisa diarahkan menjadi ulama yang mumpuni diberbagai macam ilmu syariah atau juga ulama yang ahli dalam bidang eksakta.

Untuk itu, Didin mendorong semua perguruan tinggi memberikan kesempatan seluas luasnya bagi para pemghafal alquran. Untuk mendukung lahirnya para hafiz, pemerintah khususnya Kementerian Agama harus memaksimalkan perhatiannya memberikan peluang kepada para hafiz Alquran untuk menerusakan kuliahnya dan memantau perkembangan pendidikan mereka.

 

sumber: Republika Online

Hafiz Musa Dilahirkan Saat Sang Ibu Pulang dari Majelis Taklim

Ayah Musa, La Ode Abu Hanafi, mengatakan istrinya sangat berperan besara dalam membentuk Musa sebagai penghafal Alquran. Sang istri tak pernah lelah mendidik anak pertama mereka itu.

Peran ibu ternyata sangat besar dalam membentuk Musa sebagai penghafal Alquran dan Hadis. Sang ibu sangat bersemangat untuk menjadikan bocah berumur enam tahun itu sebagai hafiz, mendampingi suaminya, La Ode Abu Hanafi.

“Sejauh mana peran istri, ini yang saya bilang keutamaan istri solehah. Istri di rumah ngajar Musa, Musa belajar dari istri saya hafalan hadis,” kata ayah Musa, Hanafi, di Jakarta, Sabtu kemarin.

Menurut Hanafi, setiap hari sang istri tak pernah melewatkan waktu untuk mengajar Musa. Padahal, pekerjaan rumah tangga lainnya yang juga berat tetap dijalani sang bunda.

“Bagaimana dengan pekerjaan rumah, dia sekarang nuggu anak keempat. Itu suah hamil besar nyetrika baju, pergi ke majelis taklim tidak pernah luput,” ujar dia.

Hanafi mengakui peran istrinya sangatlah besar dalam membentuk Musa sebagai penghafal Alquran. Tak hanya saat ini saja, sang istri sudah mengajar Musa dengan ilmu agama semenjak anak pertamanya itu masih berada di dalam kandungan.

“Istri saya mengajar Musa tidak pernah luput. Bahkan lahirnya Musa itu sepulang dari majelis taklim. Itu saking semangatnya istri saya mengajar Musa,” ujar Hanafi.

Musa adalah salah satu hafiz yang mampu menghafal Alquran dalam usia yang masih kecil. Bocah Bangka Besar, Bangka Belitung, ini sudah hafal 30 juz saat berusia lima tahun sebelas bulan.

Prestasi ini menarik perhatian Kementerian Agama dan Kedutaan Besar Arab Saudi. Sehingga Musa diikutkan dalam lomba hafiz cilik tingkat internasional di Jeddah. Sebagai peserta paling muda, Musa menempati peringkat 12 dari 25 peserta dari berbagai negara.

 

sumber: Dream

Hafiz Cilik Musa Harumkan Nama Indonesia pada MHQ Internasional Sharm El-Sheikh

Dalam rangka memenuhi undangan Kementerian Wakaf Mesir, Pemerintah RI melalui Kemenag mengutus Musa La Ode Abu Hanafi (7 tahun 10 bulan) didampingi oleh orang tuanya, La Ode Abu Hanafi untuk mengikuti Musabaqah Hifzil Quran (MHQ) Internasional di Sharm El-Sheikh Mesir pada 10-14 April 2016. Jumlah peserta MHQ Internasional Sharm El-Sheikh untuk semua cabang mencapai 80 orang yang terdiri dari 60 negara antara lain Mesir, Sudan, Arab Saudi, Kuwait, Maroko, Chad, Aljazair, Mauritania, Yaman, Bahrain, Nigeria, Malaysia, Brunei Darussalam, Filipina, Thailand, Australia, Ukraina, dan Indonesia serta negara-negara lainnya. Dalam hal ini, Musa merupakan utusan Indonesia satu-satunya yang berpartisipasi pada perlombaan tersebut.

Baca juga:  Syekh Rasyid, Bocah Penghafal Alquran Tanpa Guru

Musa mengikuti lomba cabang Hifz al-Quran 30 juz untuk golongan anak-anak, dan merupakan peserta paling kecil di antara seluruh peserta lomba, karena peserta lainnya berusia di atas sepuluh tahun. Hal itu menjadi daya tarik tersendiri bagi peserta Indonesia yang mendorong jurnalis Kantor Berita MENA mewawancarai Musa dan orang tuanya pada hari pertama kedatangan mereka, sebelum bertanding. Pada keesokan harinya hasil wawancara tersebut sudah dimuat di sejumlah media Mesir dengan judul: Indonesia Berpartisipasi pada MTQ Internasional Sharm El-Sheikh dengan Peserta Paling Kecil.

 

Seperti peserta lomba cabang Hifzil Quran golongan anak-anak lainnya, Musa diminta untuk menuntaskan 6 soal, yang berhasil dilalui Musa dengan tenang, tanpa ada salah maupun lupa. Hal itu berbeda dengan para peserta lomba lainnya yang rata-rata mengalami lupa, bahkan diingatkan dan dibetulkan oleh dewan juri. Lancarnya bacaan dan ketenangan Musa dalam membawakan ayat-ayat Al-Quran yang ditanyakan membuat Ketua Dewan Juri Sheikh Helmy Gamal, Wakil Ketua Persatuan Quraa Mesir dan sejumlah hadirin meneteskan air mata.

 

Decak kagum terhadap penampilan Hafiz Cilik Indonesia tidak hanya ditunjukkan oleh dewan juri dan para hadirin. Para peserta yang menjadi saingan Musa pun menunjukkan decak kagum kepada utusan Indonesia tersebut. Setelah tampil, Musa langsung diserbu oleh oleh para hadirin untuk berfoto dan mencium kepalanya sebagai bentuk takzim sesuai budaya masyarakat Arab. Tak mau ketinggalan, Dewan Juri dan panitia dari Kementerian Wakaf Mesir ikut pula meminta Musa untuk berfoto dengan mereka. Hal itu tidak mereka lakukan terhadap peserta MTQ lainnya. Meskipun karena usianya yang masih kecil dan lidahnya yang masih cadel dan belum bisa mengucapkan hurup “R” Musa dinilai telah menjadi juara di hati dewan juri dan para hadirin, meskipun secara tertulis dia hanya memperoleh juara tiga. Hal itu karena menurut Syeikh Helmy Gamal bacaan Al-Quran diatur dengan kaedah dan hukum yang jelas dan tidak bisa dikesampingkan antara lain terkait makharijul huruf.

Pada acara penutupan, Menteri Wakaf Mesir Prof. Dr. Mohamed Mochtar Gomaa memanggil Musa dan Abu Hanafi secara khusus. Pada kesempatan tersebut Menteri Gomaa atas nama Pemerintah Mesir mengundang Musa dan Hanafi pada peringatan Malam Lailatul Qadar yang diadakan pada Ramadan mendatang. Disebutkan bahwa Presiden Mesir akan memberikan penghargaan secara langsung kepada Musa. Pemerintah Mesir akan menanggung biaya tiket dan akomodasi selama mereka berada di Mesir. Menteri Gomaa menyampaikan takjubnya kepada Musa yang berusia paling kecil dan tidak bisa berbahasa Arab, tapi menghapal Al-Quran dengan sempurna.

 

Lauti Nia Sutedja, Kordinator Fungsi Pensosbud KBRI Cairo menuturkan, “Delegasi cilik Indonesia, Musa, telah berhasil meningkatkan kecintaan bangsa lain terhadap Indonesia. Banyak peserta yang menyebutnya sebagai mukjizat. Alhamdulillah, staf kami telah berhasil merekam penampilan Musa secara utuh. Dalam waktu dekat akan kita turunkan pada laman resmi KBRI di situs jejaring Facebook dan Youtube agar dapat disaksikan oleh masyarakat di tanah air.”

 

Sementara Meri Binsar Simorangkir, KUAI KBRI Cairo menyatakan bangga bahwa Musa yang masih kecil telah berhasil mengharumkan nama Indonesia melalui Al-Quran. Menurutnya, KBRI Cairo dalam hal ini sangat mendukung upaya Musa dalam meraih prestasinya, karena ia membawa nama Indonesia.​

 

sumber: Kemlu RI