Mekah – Pemerintah Indonesia melalui Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) tidak memfasilitasi jemaah haji untuk melaksanakan tarwiyah sebelum ke Arafah. Menag Lukman Hakim Saifuddin mengatakan pemerintah bukannya tidak mau memfasilitasi, tapi terkendala masalah teknis operasional di Arab Saudi.
Tarwiyah adalah melakukan napak tilas perjalanan yang pernah dilakukan Nabi Muhammad SAW. Jemaah tarwiyah akan melakukan perjalanan dari Mekah ke Mina sejauh 14 kilometer menjelang tanggal 8 Zulhijah. Lalu, setelah itu perjalanan berlanjut keesokan harinya dari Mina ke Arafah untuk bergabung dengan jemaah lainnya yang berangkat dari Mekah, langsung ke Arafah untuk menjalani wukuf pada 9 Zulhijah.
Ada jemaah haji yang menempuh perjalanan tarwiyah dari Mekah-Mina itu dengan jalan kaki. Ada pula yang naik bus.
Lukman mengatakan praktik tarwiyah tersebut tidak memungkinkan untuk dijembatani naqabah atau otoritas yang membawahi seluruh bus di Arab Saudi. Jumlah jemaah haji Indonesia 221 ribu, terlalu besar untuk dibawa melakukan perjalanan ke Mina sebelum ke Arafah.
“Tidak memungkinkan bagi naqabah membawa seluruh jemaah haji Indonesia dengan rute seperti tadi itu. Dari Mekah ke Mina, baru ke Arafah,” ujar Lukman di kantor Daker Mekah, Senin (13/8/2018).
Kerajaan Arab Saudi juga sudah menetapkan tahapan keberangkatan untuk pelaksanaan puncak haji. Dalam jadwal dari pemerintah Arab Saudi itu, tidak ada tahapan untuk melaksanakan tarwiyah lebih dulu.
“Yang diberlakukan naqabah adalah membawa 221 ribu jemaah kita dari hotel di Mekah, lalu kemudian langsung ke Arafah. Itu pun dilakukan dalam tiga fase pada tanggal 8 Zulhijah,” tutur Lukman.
Tiga fase itu diawali fase pertama, yakni rombongan jemaah diberangkatkan pukul 8 pagi, lalu siang hari, kemudian sore hari.
“Jadi bukan pemerintah tidak mau memfasilitasi jemaah kita yang melaksanakan tarwiyah, tapi karena keterbatasan teknis operasionalisasi dari pergerakan jemaah kita. Sebagaimana ketentuan tarwiyah itu. Bagaimanapun, kita harus tunduk kepada pemerintah Saudi Arabia karena ini kan bukan kewenangan kita, tergantung dengan mobilitas jemaah haji kita,” jelas Lukman.
Namun, Lukman menggarisbawahi, pemerintah tidak melarang jemaah melakukan tarwiyah. Jemaah yang mau melaksanakan tarwiyah diwajibkan melapor agar bisa didata.
“Syaratnya, mereka harus melapor kepada ketua regu masing-masing, ketua rombongan, ketua kloter, dan kepala sektornya, agar dicatat. Siapa saja yang tarwiyah dengan konsekuensi mereka bertanggung jawab terhadap transportasi, konsumsi selama jemaah berada di Mina pada malam dan pagi. Dan tentu keselamatannya,” tutur Lukman.
“Karena itu, KBIH (Kelompok Bimbingan Ibadah Haji) harus betul-betul beertanggung jawab kalau ingin menempuh tarwiyah ini. Karena pemerintah tidak memfasilitasi. Bukan karena tidak mau, tapi karena tidak memungkinkan melayani 200 ribu jemaah kita dengan pola tarwiyah. Karena naqabah perusahaan bus tidak memungkinkan untuk itu,” sambungnya.
(fjp/idh)