[Khutbah Jumat] Waspadai Empat Penjajahan setelah Kemerdekaan

Hari Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia di bulan Agustus penanda bangsa kita sudah merdeka, tapi apakah benar kita sudah terbebas dari penjajahan?

Oleh: Ali Akbar bin Muhammad bin Aqil

Khutbah Jumat Pertama

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللهُمّ صَلّ وَسَلّمْ عَلى سيدنا مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن

عِبَادَ اللهِ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ قَالَ اللهُ تَعَالَى: يَاأَيّهَا النَاسُ اتّقُوْا رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَاءً وَاتّقُوا اللهَ الَذِي تَسَاءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَام َ إِنّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah

Tujuh puluh tujuh tahun silam, bulan ini untuk pertama kalinya menjadi bulan yang spesial yang dikenang dalam sejarah perjuangan kemerdekaan. Hari Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terjadi di bulan Agustus menjadi penanda bangsa kita terbebas dari penjajahan.

Seiring bergulirnya waktu, makna kemerdekaan mengalami perluasan. Tidak sebatas merdeka dari sistem kolonial. Namun yang lebih luas lagi kemerdekaan dapat kita artikan sebagai sikap untuk menjadi pribadi yang merdeka dari kebiasaan-kebiasaan yang buruk, tidak disiplin, menunda pekerjaan, menghindar dari tanggung jawab, tidak produktif, dan masih banyak lainnya.

Oleh karena perluasan makna kemerdekaan inilah, kita ingin menyampaikan sejumlah hal yang di dalamnya masih banyak di antara kita, belum merdeka sepenuhnya.

Pertama, merdeka dari kebodohan

Berapa banyak dari saudara kita umat Islam yang belum bisa baca Al-Quran apalagi memahami kandungannya, lebih-lebih mengamalkan isinya. Berapa banyak dari umat Islam yang masih sangat awam tentang syariat Islam.

Tidak hanya awam, tapi sebagian ada yang menuding syariat Islam adalah ajaran yang melanggar hak asasi manusia.  Kenyataan demikian menandakan bahwa kita belum merdeka, masih melangami ‘penjajahan’ dari kebodohan tentang agama yang kita anut sendiri.

Sehingga jika kita ingin merdeka, kita harus memerdekakan diri dari kebodohan dan ‘penjajahan’ ini. Masihkah kita ingat bahwa ayat pertama yang turun adalah Iqra’ yang artinya bacalah.

اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ، خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ، اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ، الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ، عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ

“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah, Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al-A’laq : 01-05).

Apa yang kita baca? Ayat-ayat Allahﷻ yang tersurat maupun tersirat. Pesan moralnya adalah Allahﷻ memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya agar menjauhi kebodohan dan ‘penjajahan’ yang dapat mengantarkan kepada kemiskinan, dan kemiskinan bisa menyebabkan kekufuran. Selama kebodohan masih menyelimuti diri kita, berarti kita belum merdeka sepenuhnya.

Kaum Muslimin yang berbahagia

Kedua, kita belum merdeka dari kemiskinan. Allahﷻ menegaskan dalam firman-Nya agar kita jangan sampai meninggalkan generasi yang lemah. Lemah dalam banyak aspek. Lemah dalam ekonomi, ilmu pengetahuan, fisik, mental, dan sebagainya.

Kebodohan yang berkolaborasi dengan kemiskinan mampu merusak keimanan. Allahﷻ berfirman :

وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا

“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” (QS. An-Nisaa’ : 09).

Karenanya, jangan sampai belenggu kemiskinan kita biarkan begitu saja. Orang-orang yang kaya, bebaskanlah saudara-saudara kalian yang miskin dengan harta yang kalian miliki.

Kita tingkatkan taraf perekonomian umat dan bangsa sehingga menjadi generasi yang kuat dalam berbagai bidang kehidupan. Jangan kita biarkan kemiskinan terus terjadi secara turun temurun, menjadi penjajahan yang membelenggu.

Hal ketiga yang tidak kalah mengkhawatirkan adalah kita belum merdeka dari ketidakadilan hukum.

Sudah tujuh puluh tujuh tahun bangsa ini diberi rahmat oleh Allahﷻ berupa kemerdekaan. Namun, kita masih sering korban ‘penjajahan’ dengan model penegakan hukum yang berat sebelah, timpang, dan jauh dari rasa keadilan.

Coba lihatlah, bagaimana hukum ditegakkan seperti pisau, yang tajam ke bawah tapi tumpul ke atas. Penghinaan kepada kepala negara bisa langsung ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara, sementara yang melakukan penistaan agama, menghina Al-Quran, atau menyebarkan berita hoak, ada yang tidak diproses meski sudah dilaporkan berkali-kali. Padahal kepala negara saja disumpah dan dilantik dengan Al-Quran.

Contoh lainnya si pencuri ayam atau kayu yang tidak seberapa, terkadang dihukum sangat tegas dan berat daripada koruptor maling uang rakyat. Rasulﷺ yang merupakan teladan bagi kita semua telah memberikan sikap adil dalam hukum tanpa pandang bulu,

 وإني، والذي نفسي بيدِه، لو أنَّ فاطمةَ بنتَ محمدٍ سرقت لقطعتُ يدَها

“Adapun aku, demi Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya, jika Fatimah putri Muhammad mencuri maka akan aku potong tangannya.” (HR. Bukhari-Muslim)

Jemaah shalat Jumat yang berbahagia

Keempat, kita masih belum merdeka dari kesenjangan dalam kesejahteraan. Jarak antara orang kaya dan orang miskin masih menganga. Orang kaya menjadi semakin kaya, orang miskin semakin miskin.

Ini adalah hal yang menunjukkan kita belum merdeka. Karenanya, menjadi tanggung jawab besar di pundak setiap pemimpin yang diamanahi oleh rakyat, untuk menciptakan pemerataan dalam kesejahteraan, sehingga ketimpangan yang tengah terjadi dapat dikurangi bahkan dihilangkan.

Semoga menginjak usia ketujuh puluh tujuh tahun kemerdekaan Indonesia, bangsa ini bisa meraih kebebasan dan kemerdekaan yang sesungguhnya. Bagi umat Islam, kemerdekaan yang hakiki adalah sebuah perjuangan tiada henti.

Jangan sampai kita menyerah tanpa perlawanan akibat tergiur godaan dunia dan lalai dalam menjalankan kewajiban kita sebagai seorang hamba. Mari kita memerdekakan diri kita dari ‘penjajahan’, kebodohan, kemiskinan, ketidakadilan, dan ketimpangan dalam kesejahteraan.

بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فيِ القُرْآنِ العَظِيْمِ، وَنَفَعَنيِ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآياَتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنيِّ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ َإِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمُ. أَقُوْلُ قَوْليِ هذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ ليِ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.

Khutbah Jumlat kedua

الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلى سيدنا مُحَمّدٍ وَعَلى آلِهِ وِأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن. اَمَّا بَعْدُ :

فَيَا اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوا اللهَ تَعَالىَ وَذَرُوا الْفَوَاحِشَ مَاظَهَرَ وَمَا بَطَنْ، وَحَافِظُوْاعَلىَ الطَّاعَةِ وَحُضُوْرِ الْجُمْعَةِ وَالْجَمَاعَةِ.

وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهَ اَمَرَكُمْ بِأَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَنَّى بِمَلاَئِكَةِ قُدْسِهِ، فَقَالَ تَعَالىَ وَلَمْ يَزَلْ قَائِلاً عَلِيْمًا: اِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِىْ يَاَ يُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سيدنا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سيدنا إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سيدنا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سيدنا إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمسْلِمَاتِ وَالمؤْمِنِيْنَ وَالمؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَةِ،

اللَّهُمَّ إِنَّا نَعُوذُ بِكَ مِنَ البَرَصِ وَالجُنُونِ والجُذَامِ وَسَيِّيءِ الأسْقَامِ

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا, اللَّهُمَّ إنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى والتُّقَى والعَفَافَ والغِنَى، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ و َمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ لله رَبِّ الْعَالَمِيْنَ

عِبَادَ اللهِ، إنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإحْسَانِ وَإِيْتَاءِ ذِي الْقُرْبَى ويَنْهَى عَنِ الفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ. فَاذكُرُوا اللهَ الْعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرُ

Arsip naskah khutbah Jumat yang lain bisa dibaca di www.hidayatullah.com, atau klik di SINI

Hukum Hormat Kepada Bendera

Pertanyaan ini sering diajukan oleh kaum muslimin, terutama di Indonesia  yang memiliki tata cara penghormatan kepada bendera dengan cara berdiri menghadap bendera dan mengangkat tangan. Muncul beberapa pertanyaan, apakah bentuk peghormatan seperti ini boleh? Apakah dilarang agama? Bahkan ada yang bertanya apakah sampai tahap kesyirikan? 

Hukum hormat bendera diperselisihkan oleh para ulama, ada ulama yang melarang secara mutlak dan ada ulama yang memperbolehkan. Kami nukilkan salah satu dari beberapa fatwa ulama tersebut.

Fatwa ulama yang melarang adalah fatwa Al-Lajnah, berikut kami sajikan fatwanya:

س3: ما حكم تحية العلم في الجيش وتعظيم الضباط وحلق اللحية فيه؟

Pertanyaan: Apa hukum hirmat bendera yang dilakukan oleh tentara, menghormati komandan dan mencukur jenggot?

ج3: لا تجوز تحية العلم، بل هي بدعة محدثة

Jawab: Tidak boleh menghormati bendera, bahkan ini termasuk bid’ah yang dibuat-buat…… [Fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah 1/236]

Adapun ulama yang membolehkan adalah Syaikh Abdul Muhsin Al-‘Ubaikan, beliau menyatakan bahwa hormat bendera tidak sampai pada tahap ibadah dan bendera di zaman ini hanya sebagai syair/lambang negara, tidak sampai pada tahap pengagungan ibadah. Orang yang hormat bendera tidak ada dalam hatinya pengangungan ibadah seperti ini. Berikut penjelasan beliau,

فإن من النوازل التي تحتاج إلى فقه دقيق هي ما ظهر في هذا الزمن من مسألة تتعلق باحترام الدولة ونظامها وتعظيم رمزها ألا وهي تحية العلم , والمقصود القيام تعظيماً للعلم وقد تكلم البعض في هذه المسألة من غير تأصيل ولا تكييف فقهي فأصدروا أحكاماً لها لا تتوافق مع الواقع المحسوس ولا مع ما يقصده من يأتي بالتحية وإذا نظرنا إلى أن العلم أو اللواء في الأصل هو ما تلتف حوله الجيوش وتخاض تحته الحروب فكان رمزاً للقيادة وبسقوطه تحصل الهزيمة , وفي هذا الزمن أصبح العلم هو شعار الدولة فيرفع في المناسبات ويحصل بتعظيمه تعظيم القيادة , وإذا نظرنا إلى حال الذين يقومون بتحية العلم وجدنا أنهم لا يعظمون نوع القماش الذي صنع منه العلم وإنما يعظمون ما هو شعار له, فمن قال من العلماء إن تحية العلم بدعة فإنه يلزم من حكمه أن يكون المحيي للعلم متعبداً لله عز وجل بهذه الوسيلة التي هي تحية العلم وهذا معنى البدعة في الشريعة ولا نجد أحداً يقصد بالتحية هذا المعنى , ولو قال قائل إنه بهذه التحية يعظم نفس العلم تعظيم عبادة فهذا ولا شك شرك بالله عز وجل لا نعلم أحداً فعله, وبتحقيق المناط يتضح جلياً أن الذي يحيي العلم لا يقصد ما تقدم ذكره وإنما يقصد تعظيم الدولة ورمزها

“Permasalahan kontemporer membutuhkan pemahaman yang dalam/detail yaitu fakta di zaman ini mengenai masalah yang terkait dengan menghormati negara, aturan  dan menghormati lambangnya yaitu hormat bendera. Maksud dari berdiri untuk menghormati bendera telah dibahas oleh sebagian orang dengan tanpa dasar fakta dan penggambaran kasus yang valid. mereka mengeluarkan hukum yang tidak sesuai dengan fakta (waqi’), tidak pula sesuai dengan maksud orang yang menghormati bendera. Apabila kita perhatikan, bendera itu asalnya adalah untuk menyatukan pasukan di bawah satu komando dalam peperangan dan menjadi lambang kepemimpinan, apabila bendera jatuh maka bermakna kekalahan. Apabila kita melihat orang yang berdiri dan menghormati bendea, kita dapati mereka tidaklah mengangungkan bendera itu, akan tetapi menghormati sebagai syiar/lambang saja. Apabila ada ulama yang mengatakan bahwa hormat bendera adalah bid’ah dalam syariat, maka ini berkonsekuensi bahwa orang yang hormat bendera sedang beribadah kepada Allah dengan wasilah bendera. Maksud dari bid’ah ini, tidaklah kita dapati pada seorangpun yang melakukan hormat bendera dengan makna ini. Apabila ada seseorang yang mengatakan bahwa menghormati bendera ini untuk tujuan pengagungan ibadah, maka ini tidak diragukan lagi adalah kesyirikan. Tidak kita dapati seseorangpun melakukan/bermaksud seperti ini. Dengan menekankan poin ini, maka jelaslah bahwa orang yang menghormati bendera tidak bermaksud demikian, mereka bermaksud menghormati negara dan lambangnya.” [sumber: https://majles.alukah.net/t46728/]

Dari kedua pendapat ulama ini, kami lebih condong kep  pendapat yang menyatakan bahwa hormat bendera bukanlah bid’ah dan suatu hal yang terlarang karena bukan termasuk ibadah dan hanya bentuk penghormatan kepada negara, sedangkan bendera hanya lambang.

Terkait dengan “pendapat bahwa hormat bendera adalah kesyirikan”, maka ini pendapat yang tidak tepat. Berikut penjelasan syaik Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin,

: أما تحية العَلَم فلا نسلِّم أنها شرك تحية العَلَم ليست بشرك هل سجد له ؟ هل ركع له ؟ هل ذبح له ؟ حتى التعظيم بالسلام هل هو شرك ؟ ليس بشرك

“Adapun hormat bendera, kami tidak setuju apabila dikatakan kesyirikan, hormat bendera bukanlah kesyirikan. Apakah dia sujud kepada bendera? Apakah dia ruku’ kepada bendera? Apakah dia menyembelih untuk bendera? Bahkan apakah menghormati dengan salam apakah kesyirikan? Ini bukanlah kesyirikan.” [sumber: https://www.youtube.com/watch?v=q1C2P8lW-5Y]

Aturan boleh “tidak angkat tangan” untuk hormat bendera secara hukum Indonesia

Ternata hukum di Indonesia tidak mengharuskan atau mewajibkan orang yang hormat bendera dengan mengangkat tangan dan meletakkan di pelipis sebagaimana gerakan hormat bendera. Cukup dengan berdiri dengan meluruskan kedua tangan ke bawah. 

Berikut berita mengenai mantan wakil presiden Indonesia yaitu Jusuf Kalla yang tidak angkat tangan untuk hormat untuk hormat bendera. Hal ini tidak menyalahi aturan secara hukum. Kami nukilka beritanya:

“Mereka yang tidak berpakaian seragam memberi hormat dengan meluruskan lengan kebawah dan melekatkan tapak tangan dengan jari-jari rapat pada paha, sedang semua jenis penutup kepala harus dibuka, kecuali kopiah, ikat kepala, sorban dan kudung atau topi-wanita yang dipakai menurut agama atau adat-kebiasaan.”

Khusus penjelasan mengenai tutup kepala telah dijelaskan sebelumnya dalam penjelasan pasal 20.

Sehingga jika merujuk aturan, seorang Jusuf Kalla tidak melanggar aturan yang ada, karena penghormatan dengan mengangkat tangan dan menempatkannya di pelipis tidak pernah masuk dalam sebuah aturan untuk penaikan dan penurunan bendera pusaka. “Beri Hormat” seperti gerakan pada umumnya, merupakan budaya atau aturan yang dilakukan dalam sebuah organisasi dengan aturan tersendiri. [sumber: https://www.cnnindonesia.com/nasional/20150817144736-12-72678/tak-angkat-tangan-hormati-bendera-jk-tak-salahi-aturan]

Wakil presiden pertama Indonesia Moh Hatta juga tidak mengangkat tangan untuk hormat bendera, sebagaimana digambar dan berita berikut: https://jogja.tribunnews.com/2015/08/17/ini-penjelasan-kenapa-wapres-tak-angkat-tangan-saat-hormat

Kesimpulan:

  1. Terdapat perbedaan pendapat ulama mengenai hukum hormat bendera, ada yang melarang karena dianggap bid’ah dan ada yang membolehkan karena hormat bendera tidak sampai pada tahap ibadah dan bendera di zaman ini hanya sebagai syair/lambang negara, tidak sampai pada tahap pengagungan ibadah
  2. Kami cenderung kepada pendapat ulama yang membolehkan karena orang yang hormat bendera tidak ada dalam hatinya pengangungan ibadah terhadap bendera
  3. Hormat bendera bukan termasuk kesyirikan
  4. Secara hukum indoneisa, boleh tidak angkat tangan untuk hormat bendera dan apabila ada rakyat melakukan hal ini, hendaknya tidak langsung dtuduh “anti-NKRI” atau tidak cinta terhadap Indonesia

Demikian semoga bermanfaat

Penyusun: Raehanul Bahraen

Artikel www.muslim.or.id