Hati adalah Raja, Tempat Kita Mengenal Allah ( 1 )

HAKIKAT dari hati adalah tak terlihat dan samar bagi panca indera manusia. Namun keberadaan hati dapat dirasakan. Keberadaan hati pun termasuk perkara ghaib bagi manusia, sama halnya dengan ruh.

Oleh sebab itu, Imam al-Ghazali menempatkan hati sebagai hakikat ruh. Beliau menyebut hati sebagai bagian jenis malaikat. Karena, hati merupakan suatu bentuk yang abstrak bagi manusia atau tak dapat dilihat oleh panca indera. (al Ghazali dalam kitab Kimiya as Sa’adah)

Hati juga merupakan tempat memperolehnya pengetahuan hakiki setelah panca indera. Jika saja AllahSubhanahu Wata’ala tidak menciptakan hati bagi manusia, maka seseorang tidak akan mengetahui sesuatu sampai hakikatnya. Sebagaimana firman Allah Subhanahu Wata’ala  :

وَٱللَّهُ أَخۡرَجَكُم مِّنۢ بُطُونِ أُمَّهَـٰتِكُمۡ لَا تَعۡلَمُونَ شَيۡـًٔ۬ا وَجَعَلَ لَكُمُ ٱلسَّمۡعَ وَٱلۡأَبۡصَـٰرَ وَٱلۡأَفۡـِٔدَةَ‌ۙلَعَلَّكُمۡ تَشۡكُرُونَ (٧٨)

“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati agar kamu bersyukur.” (QS An-Nahl [16] : 78).

Ulama mengatakan hati merupakan tempatnya akal (fikiran), dan hati memiliki cahaya sebagai daya yangkarenanya akal bisa berfikir. (Lihat Kitab Jauhar at-Tauhid, Ibrahim al-Baijuri, hal-99).

Jadi, tanpa hati berserta cahayanya seorang manusia tidak dapat berfikir, serta tidak mampu membedakan antara kebaikan dan keburukan. Oleh sebab itu, hati adalah instrumen terpenting dalam diri manusia.

Objeknya tidak hanya kepada hal-hal yang bersifat profan, namun nilai objektifitas dari hati adalah untuk mencapaiperkara yang bersifat spiritual dan sakral, seperti halnya ketulusan atau keikhlasan dan rasa syukur, bahkan untuk mengenal Allah Subhanahu Wata’ala (al-ma’rifah).

Oleh karena itu, tanpa mengupayakan hati dapat menjerumuskan manusia ke dalam lembah kesesatan. Hal ini terjadi ketika orang-orang musyrik mendustakan kebenaran Rasulullah Shalallahu ‘alahi Wassallam sehingga membawa mereka ke dalam azab yang pedih. Sebagaimana telah Allah abadikan di dalam Al-Quran:

خَتَمَ ٱللَّهُ عَلَىٰ قُلُوبِهِمۡ وَعَلَىٰ سَمۡعِهِمۡ‌ۖ وَعَلَىٰٓ أَبۡصَـٰرِهِمۡ غِشَـٰوَةٌ۬‌ۖ وَلَهُمۡ عَذَابٌ عَظِيمٌ۬ (٧)

“Allah telah mengunci-mati hati dan pendengaran mereka (musyrikin) dan penglihatan mereka di tutup. Dan bagi mereka siksa yang amat berat.” (QS. Al-Baqarah [2] : 7).

Hati juga sarana vital dalam menerima suatu kebenaran. Seseorang tanpa mengupayakan hatinya dalam kebaikan maka akan terjatuh ke dalam kekufuran.

Hati sangat berpengaruh terhadap tindakan seseorang. Bila hatinya baik, maka baik pula perilakunya. Dan sebaliknya, jika hatinya keruh maka tindakannya pun buruk. Sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu ‘alahi Wassallam yang di riwayatkan sahabat Abu Abdillah An-Nu’man bin Basyir R.A :

“Sesungguhnya di dalam jasad (badan) terdapat segumpal daging, jika ia bagus maka seluruh jasadnya bagus. Dan jika rusak maka seluruh jasadnya pun rusak. Ingatlah! Segumpal daging itu adalah hati.” (HR Bukhari dan Muslim).

Seorang ulama mengatakan, “Hati adalah raja. Ketika yang merawatnya bagus maka rakyatnyapun bagus.” (Lihat Kitab Syarah Arba’in Nawawi, Yahya bin Syarafuddin, hal-29, hadis keenam)

Dalam hadits yang diriwayatkan Abu Sa’id Al-Khudri R.A, Rasulullah bersabda :

“Sepasang mata adalah petunjuk. Sepasang telinga adalah corong. Lisan adalah juru bicara. Kedua tangan adalah sayap. Perut adalah kasih sayang. Limpa adalah senyuman. Paru-paru adalah jiwa. Kedua pinggang adalah tipu daya. Dan hati adalah raja. Ketika rajanya bagus, maka rakyatnya pun bagus. Dan jika rajanya rusak maka rakyatnya pun rusak.” (HR Ibnu Hibban, Abu syaikh dan Abu Nu’aim).

Seorang ulama mengatakan, “Penglihatan, pendengaran dan indera pencium laksana daya kekuatan yang dilihat dan di pertimbangkan oleh jiwa. sedangkan hati adalah rajanya. Jika yang merawatnya baik maka baik pula rakyatnya.“ (Lihat Kitab Syarah Arba’in Nawawi, Yahya bin Syarafuddin, hal 29).

BERSAMBUNG

 

HIDAYATULLAH

5 Sebab Pembuat Hati Menjadi Gelap

Orang yang paling hina adalah yang bergantung kepada selain Allah karena orang yang bergantung kepada selain Allah seperti orang yang berlindung dari panas dan dingin dengan rumah laba-laba. Rumah laba-laba merupakan rumah yang paling rapuh. Secara umum, landasan dan pondasi syirik adalah bergantung kepada selain Allah Swt sehingga pelakunya mendapatkan kehinaan dan celaan. (Ibnul Qayyim Al-Jauziyah)

Ada dua kata kunci yang penting digarisbawahi dalam pendapat Ibnul Qayyim Al-Jauziyah di atas, yaitu bergantung kepada selain Allah dan simbol kehinaan dari bentuk musyrik; yang dianalogikan bagaikan berlindung di rumah laba-laba. Lebih menarik lagi, pendapat Ibnul Qayyim ini ternyata hampir senada dengan salah seorang ilmuwan Psikologi Agama, Fredrick Schleimacher.

Schleimacher berpendapat bahwa yang menjadi sumber keagamaan adalah ketergantungan yang mutlak (Sense of Depend). Manusia merasa dirinya lemah sehingga ia menggantungkan diri kepada Tuhan. Pertanyaannya sekarang, bagaimana dan ada di posisi mana jika orang yang menggantungkan diri kepada selain Allah?

Manusia adalah yang manusia yang paling sempurna (jasmaninya), tapi dalam surah lain Allah juga menyebutkan bahwa manusia adalah makhluk yang paling lemah dalam melawan hawa nafsunya sendiri. Dalam kelemahan inilah, manusia sebaiknya menyadari siapa posisi dirinya di hadapan Tuhan.

Tentu saja, dalam proses penciptaan makhluk dan seluruh alam ini, tak dipungkiri lagi ada Sang Khaliq (pencipta, pembagus ciptaan, designer tercanggih) dalam alam ini. Semua tercipta karena kemaha-kuasaan-Nya, tidak sertamerta ada dengan sendirinya. Dan keimanan juga rasa ketergantungan itu harus lahir dari hati.

Lebih lanjut, Ibnul Qayyim menegaskan bahwa setiap hati itu sedang berjalan menuju negeri akhirat. Jalan yang benar sudah ditunjukkan begitu pula ujian jiwa dan amal, penghambat yang dapat menjauhkan diri dari Allah, cobaan melawan hawa nafsu syaithan, semua petunjuk itu telah termaktub di dalam Al-Quran.

Maka, dalam perjalanan seorang hamba, pasti ada banyak hambatan yang harus mereka lalui hingga akhirnya mampu memeroleh kenikmatan dekat dan selalu berada dalam pertolongan-Nya. Sesungguhnya, lanjut Ibnul Qayyim, ada lima perkara yang akan memadamkan cahaya hati, menutupi penglihatan dan menyumbat pendengarannya, membuat bisu dan tuli, melemahkan kekuatannya, menggerogoti kesehatannya, dan menghentikan tekadnya.

Adapun kelima perkara itu ialah kurang mengingat Allah Swt, mengumbar harapan (mengeluh) kepada manusia, bergantung kepada selain Allah Swt, terlalu kenyang (banyak makan) dan banyak tidur.

Lima hal inilah yang akan menggelapkan hati setiap manusia hingga mereka sudah tidak merasakan lagi betapa sengsaranya jika jauh dari Allah. Siapa yang tidak merasakan semua ini, berarti hatinya mati. Sementara luka pada orang yang sudah mati tidak membuatnya merasa sakit.

Hati yang mati karena tertutup oleh titik hitam dosa yang harus disembuhkan dan diterapi melalui taubat. Siapa yang tidak merasakan semua ini, berarti hatinya mati. Sementara luka pada orang yang sudah mati tidak membuatnya merasa sakit. Lima perkara ini menjadi penghalang antara hati dengan Allah Swt, menghambat perjalananya dan menimbulkan penyakit di dalamnya, antara lain bergantung kepada selain Allah.

Tidak ada kenikmatan, kelezatan, kesenangan dan kesempurnaan kecuali dengan mengetahui Allah Swt dan mencintainya, merasa tenteram saat menyebut-Nya, senang berdekatan dengan-Nya dan rindu bersua dengan-Nya. Inilah surga dunia baginya, sebagaimana dia tahu bahwa kenikmatannya yang hakiki adalah kenikmatan di akhirat dan di surga. Dengan begitu dia mempunyai dua surga. Surga yang kedua tidak dimasuki sebelum dia memasuki surga yang pertama.

Bergantung kepada selain Allah Swt merupakan perusak hati yang paling besar, dan tidak ada yang lebih berbahaya selain dari hal ini, tidak ada yang lebih menghambat kemaslahatan dan kebahagiaannya selain dari hal ini. Jika hati bergantung pada selain Allah Swt maka Allah Swt menyerahkannya kepada sesuatu yang dijadikannya tempat bergantung.

Padahal apa yang dijadikan sebaga tempat bergantung itu sesungguhnya lemah dihinakan Allah Swt dan dia tidak mendapatkan maksudnya karena dia beralih kepada seain Allah sehingga dia tidak mendapatkan apa yang ada di sisi Allah Swt dan tidak mendapatkan dari apa yang dijadikanny sebagai tempat bergantung seperti yang diharapkannya.

Dan mereka telah mengambil sembahan-sembahan selain Allah, agar sembahan-sembahan itu menjadi pelindung bagi mereka.Sekali-kali tidak. Kelak mereka (sembahan-sembahan) itu akan mengingkari penyembahan (pengikut-pengikutnya) terhadapnya, dan mereka (sembahan-sembahan) itu akan menjadi musuh bagi mereka. (Qs Maryam [19]: 81-82)

Sungguh kita adalah lemah. Maka kita membutuhkan Zat Yang Maha Kuat dan Menguatkan kita dari hal-hal buruk (kemaksiatan) yang sangat mungkin kita lakukan. Karenanya, Rasulullah mengajarkan kita sebuah doa yang dengannya semoga Allah menjauhkan kita dari segala perbuatan buruk. Doa itu ialah Allahummaqsimlanaa min khasyyatika maa tahuulu bihi bainanaa wa bayna ma’shiyatik (Yaa Allah karuniakan kami rasa takut kepada-Mu yang akan menghalangi kami untuk bermaksiat pada-Mu).

Selain doa di atas, Rasulullah Saw pun telah menjamin bahwa mereka haram dari api neraka (tidak akan disiksa api neraka seizin-Nya). Dari Thariq bin Asyaim ra dia berkata, Aku mendengar Rasulullah Saw bersabda, “Barangsiapa yang mengucapkan Laa Ilaaha Illa Allah (tidak ada Tuhan yang berhak disembah) melainkan Allah Swt dan mengkufuri sesuatu yang disembah selain Allah Swt maka telah haram harta dan darahnya, dan pahalanya di sisi Allah (dijauhkan dari siksa neraka),” (HR Muslim)

Allahu ta’alaa a’lam

Oleh: Ina Salma Febriany

sumber: Republika Online

Kerajaan dalam Diri Manusia

Oleh Abdul Barri Afandi

Sesungguhnya unsur terpenting dalam diri manusia adalah hati. Hati diibaratkan seperti raja dan seluruh anggota badan adalah para pengawal dan prajuritnya. Sebagai seorang raja yang senantiasa dilayani oleh para pelayannya dan memerintah dengan segala kehendak hatinya, serta mengatur kebijakan untuk kesejahteraan rakyatnya, maka demikian pula fungsi hati yang sesungguhnya.

Hati adalah raja bagi seluruh anggota badan manusia. Satu manusia adalah satu kerajaan. Semakin banyak manusia, semakin banyak pula kerajaan. Dan tentu saja, setiap kerajaan itu berbeda dengan lainnya, bergantung pada kualitas raja atau hatinya masing-masing.

Sebagai seorang raja yang harus memimpin kerajaan dengan arif dan bijaksana, hati membutuhkan kekuatan fisik. Dalam hal ini, hati bergantung pada kekuatan anggota badannya. Jika badannya sehat, hati (Insya Allah) juga sehat. Namun, bila badannya sakit dan tidak berdaya, maka hati juga ikut tidak berdaya.

Untuk mencegah hal ini terjadi, Allah menciptakan nafsu dan sifat marah dalam diri manusia, dengan tujuan menjadi penyeimbang. Nafsu makan bertujuan untuk menguatkan badan. Seandainya nafsu itu hilang dari dalam diri manusia, maka tentu manusia akan kehilangan kekuatannya. Dan hati juga yang terkena imbasnya.

Sedangkan sifat marah diciptakan dengan tujuan agar dapat mencegah sesuatu hal buruk yang mungkin akan menimpanya. Marah itu bertujuan untuk membela diri, menangkal musuh dan rintangan yang menghalanginya.

Begitulah diciptakannya manusia sebagai khalifah di muka bumi ini. Kehadirannya tidak lain hanya dituntut untuk beribadah dan beribadah. Seperti dalam firman Allah, ”Aku (Allah) tidak menciptakan jin dan manusia kecuali hanya untuk beribadah kepada-Ku.” (QS Ad Dzaariyat: 56).

Adapun perbuatan dan aktivitas keseharian lainnya hanyalah sebatas untuk menenangkan diri dari kesibukan kita beribadah. Bekerja mencari nafkah, tidur, dan berinteraksi sosial, tidaklah patut untuk dijadikan prioritas. Bekerja juga termasuk bagian ibadah, bila pekerjaan kita niatkan untuk menjaga keberlangsungan hidup.

Untuk memiliki kekuatan besar, strategi yang tepat dalam kehidupan, dan kerajaan yang ada dalam tubuh itu semakin jaya, kuncinya adalah dengan ilmu. Sebab, dengan ilmulah manusia bisa selamat dari segala fitnah dan rayuan syetan yang terkutuk. Dan dengan ilmu manusia bisa menjadi kerajaan yang jaya, sebab dalam dirinya terdapat seorang Raja yang arif dan bijaksana. Dengan keilmuannya yang tinggi sehingga tidak hanya meninggikan derajatnya di hadapan makhluk tetapi juga meninggikan derajat di mata Allah. Wa Allahu a’lam.

 

sumber: Republika Online