Apa Makna Hikmah?

Apa Makna Hikmah?Allah Swt Berfirman :

يُؤۡتِي ٱلۡحِكۡمَةَ مَن يَشَآءُۚ وَمَن يُؤۡتَ ٱلۡحِكۡمَةَ فَقَدۡ أُوتِيَ خَيۡرٗا كَثِيرٗاۗ وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّآ أُوْلُواْ ٱلۡأَلۡبَٰبِ

“Dia memberikan hikmah kepada siapa yang Dia kehendaki. Barangsiapa diberi hikmah, sesungguhnya dia telah diberi kebaikan yang banyak. Dan tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang mempunyai akal sehat.” (QS.Al-Baqarah:269)

Hikmah adalah pemberian Allah Swt yang terbesar. Karena Allah Swt menyebutnya dengan “Kebaikan yang Banyak”.

وَمَن يُؤۡتَ ٱلۡحِكۡمَةَ فَقَدۡ أُوتِيَ خَيۡرٗا كَثِيرٗاۗ

“Barangsiapa diberi hikmah, sesungguhnya dia telah diberi kebaikan yang banyak.”

Lalu apa sebenarnya hikmah tersebut?

Para Ahli Tafsir menyebutkan bahwa kata “Hikmah” memiliki banyak makna :

1. Ma’rifatullah (Mengenal Allah Swt)

2. Ilmu tentang hakikat-hakikat Al-Qur’an.

3. Ilmu tentang rahasia-rahasia di alam ini.

4. Sampai kepada kebenaran dengan perkataan dan perbuatan.

5. Memiliki ilmu tentang manusia.

6. Hikmah adalah cahaya Allah yang membedakan antara bisikan Setan dengan ilham dari Allah Swt.

Hikmah memang memiliki makna yang luas yang juga mencakup tentang berbagai perkara dalam agama ini. Termasuk juga tentang Kenabian sebagai penyambung ilmu dan hidayah kepada manusia. Bahkan dalam banyak ayat, Allah Swt menyebut para Nabi sebagai manusia-manusia yang mendapatkan hikmah.

Seperti ketika Allah Swt menyebutkan tentang Kekuasaan Nabi Daud as yang diberi hikmah oleh Allah Swt.

وَشَدَدۡنَا مُلۡكَهُۥ وَءَاتَيۡنَٰهُ ٱلۡحِكۡمَةَ وَفَصۡلَ ٱلۡخِطَابِ

“Dan Kami kuatkan kerajaannya dan Kami berikan hikmah kepadanya serta kebijaksanaan dalam memutuskan perkara.” (QS.Shad:20)

Begitupula Allah Swt menyebut Al-Qur’an itu sendiri sebagai Kitab yang penuh hikmah.

يسٓ – وَٱلۡقُرۡءَانِ ٱلۡحَكِيمِ

“Ya Sin. Demi Al-Qur’an yang penuh hikmah.” (QS.Ya-Sin:1-2)

Al-Qur’an adalah Kitab yang penuh hikmah karena di dalamnya termuat berbagai ilmu dan pengetahuan. Sebuah mukjizat yang tak pernah usang di tengah zaman yang terus berubah. Kebaikan dan keburukan telah dijelaskan didalamnya sehingga menjadi buku panduan bagi manusia dalam menjalani kehidupan.

Semoga bermanfaat…

KHAZANAH ALQURAN

Ternyata Hikmah Ada di Empat Kalimat Ini

GURU dari Imam Mazhab Maliki dan Hanafi yang dikenal dengan Imam Jafar As-Shodiq pernah meriwayatkan.

Allah swt memberi wahyu kepada Nabi Adam as, “Wahai Adam, Aku kumpulkan hikmah untukmu dalam empat kalimat. Satu untuk-Ku, satu untukmu, satu antara Aku dan engkau dan satunya lagi antara dirimu dan sesama manusia.

1. Sedangkan untuk-Ku adalah, “Sembahlah Aku dan jangan kau sekutukan Aku dengan apapun.”

2. Dan untukmu adalah, “Aku akan membalas kebaikanmu di waktu kau sedang sangat membutuhkannya.”

3. Dan di antara Aku dan engkau adalah, “Tugasmu adalah berdoa dan Tugas-Ku adalah Mengabulkannya”

4. Dan di antara dirimu dan sesama manusia adalah,
“Lakukan kepada manusia sesuai dengan bagaimana kau ingin diperlakukan oleh mereka.” [khazanahalquran]

inilah mozaik

Engkau Tak Mampu Menjangkau Hikmah Dibalik Setiap Kejadian!

Kehidupan ini penuh dengan misteri. Banyak kejadian yang terjadi diluar dugaan kita. Banyak kejutan-kejutan yang mengagetkan, sampai-sampai kita tidak mengerti apa yang sebenarnya terjadi. Kita hanya bisa meraba-raba apa hikmah dibalik semua ini ini?

Terkadang kita berada dalam posisi yang sangat sulit, namun tiba-tiba dibalik kesulitan itu ada jalan keluar bagi masalah-masalah kita sebelumnya.

Terkadang kita mendapat masalah yang berat, tapi kemudian masalah itu selesai dengan cara yang remeh dan membawa keuntungan yang besar bagi hidup kita.

Manusia tidak mampu menebak hikmah dibalik kejadian-kejadian yang menimpa hidupnya. Karena itu manusia yang ingin memiliki kehidupan yang tenang dan tentram akan menyerahkan segala urusannya kepada Allah swt.

Ingatlah bahwa bersandar kepada selain-Nya hanya akan mendatangkan kekecewaan. Karena siapapun yang kita harapkan sebenarnya tidak memiliki kemampuan apa-apa.

Orang kaya bisa menjadi miskin dalam sekejap. Orang yang punya jabatan akan segera kehilangan jabatannya. Orang yang memiliki kekuatan juga tidak akan bertahan lama. Bahkan semua yang hidup dengan semua fasilitas itu pada akhirnya juga akan mati.

Karena itu kita diperintahkan untuk pasrah kepada Dzat yang tidak pernah mati, seperti dalam firman-Nya :

وَتَوَكَّلۡ عَلَى ٱلۡحَيِّ ٱلَّذِي لَا يَمُوتُ

“Dan bertawakallah kepada Allah Yang Hidup, Yang tidak mati.” (QS.Al-Furqan:58)

Serahkan segala urusanmu kepada Allah swt, karena engkau tidak mampu menjangkau maksud dari setiap kejadian yang menimpamu.

وَعَسَىٰٓ أَن تَكۡرَهُواْ شَيۡـٔٗا وَهُوَ خَيۡرٞ لَّكُمۡۖ وَعَسَىٰٓ أَن تُحِبُّواْ شَيۡـٔٗا وَهُوَ شَرّٞ لَّكُمۡۚ وَٱللَّهُ يَعۡلَمُ وَأَنتُمۡ لَا تَعۡلَمُونَ

“Boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS.Al-Baqarah:216)

Kisah dalam Surat Al-Kahfi akan memberikan kita gambaran yang jelas bagaimana sebuah kejadian yang tampak buruk dan menyesakkan hati justru menjadi jalan untuk meraih solusi dan kebahagiaan.

Dalam Surat Al-Kahfi diceritakan sebuah fenomena menarik yaitu :

(1) Nabi Khidir as tiba-tiba merusak perahu seseorang “tanpa sebab”. Seakan kejadian ini amat buruk dan merugikan. Namun ternyata dibaliknya ada kebaikan besar agar perahu itu terselamatkan dari rampasan penguasa.

(2) Nabi Khidir as tiba-tiba membunuh seorang anak kecil yang masih lucu. Kejadian ini pasti akan mengejutkan dan menyesakkan dada orang tuanya. Namun dibalik kejadian itu justru ada rahmat dan kasih sayang Allah, karena kelak anak itu akan membawa petaka bagi keluarganya dan dirinya sendiri.

(3) Tiba-tiba Nabi Khidir as membangun tembok yang akan roboh disebuah lingkungan yang penduduknya biadab dan kikir. Ternyata dibalik itu ada kebaikan besar untuk menjaga harta anak yatim.

Kita tak mampu menjangkau hikmah dibalik kejadian-kejadian yang menimpa. Sesuatu yang tampak buruk dan menyesakkan dada bisa menjadi awal datangnya berbagai kemudahan dan keselamatan dari Allah swt. Musibah yang diiringi air mata bisa saja menjadi pintu pembuka semua anugerah dan kenikmatan dari-Nya.

Maka jalan satu-satunya adalah bertawakal dan memasrahkan diri kepada Yang Maha Mengetahui dan Maha Mengatur segalanya.

Dan Allah mengetahui sementara kalian tidak mengetahui.

Semoga bermanfaat

KHAZANAHAQURAN

Pribadi Sukses

Suatu waktu, saat mengendarai ojek ke suatu tempat, tiba-tiba sang tukang ojek bertanya dengan kalimat singkat, “Apakah seorang tukang ojek seperti saya bisa sukses, Bang?”

Boleh jadi tukang ojek itu berpikir realistis, usia tidak lagi muda, skill pas-pasan, dan yang bisa dilakukan untuk bisa bertahan dan menafkahi keluarga adalah dengan menjadi tukang ojek. Ia juga mungkin sudah menyimpulkan, dirinya tak mungkin dapat menghimpun kekayaan sebagaimana orang lain yang masih muda telah hidup dengan kekayaan dari hasil kerjanya.

Jika memang cara berpikir seperti itu yang digunakan, sukses yang diharapkan boleh jadi tinggal angan-angan. Bekerja banting tulang pun belum tentu bisa menjadi orang kaya. Meneruskan cara berpikir seperti ini tentu sangat berbahaya sebab bisa mematahkan optimisme, padahal hidup bahagia dan diridhai Allah SWT, tidak selalu berurusan dengan kekayaan.

Tetapi, jika kembali pada nilai-nilai keimanan, setiap jiwa sesungguhnya sangat berpeluang menjadi pribadi sukses yang sesungguhnya. Tentu saja sukses dalam ‘kacamata’ Allah, bukan sebatas pandangan manusia pada umumnya.

Di dalam Alquran, orang sukses adalah pribadi yang senantiasa mendapatkan solusi dari Allah Ta’ala. “Barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan Mengadakan baginya jalan keluar, dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangkasangkanya. Dan Barang siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)- nya.” (QS ath-Tholaq [65]: 2-3).

Lihatlah pada masa Nabi, seorang lelaki yang beliau cium tangannya bukanlah seorang alim, seorang mujtahid ataupun ahli ibadah, apalagi sekadar orang yang hidup dengan limpahan harta. Yang beliau cium tangannya adalah lelaki pemecah batu yang dengan profesi itu, ia selamatkan dirinya dari meminta-minta dan tetap memberikan nafkah halal kepada keluarganya.

Dengan kata lain, profesi apa pun yang kita geluti asalkan dijalani dengan dasar iman dan takwa, maka itu adalah jalan terbaik menuju kesukesan. Sebaliknya, sebagus apa pun profesi dalam pandangan manusia jika dijalani tidak dengan dasar iman dan takwa, akan menjatuhkan harkat dan martabat dirinya, baik di hadapan manusia, lebih-lebih di hadapan Allah.

Selama diri masih mau bekerja, menyelamatkan diri dari meminta-minta, apalagi mencuri (korupsi) maka selama itulah jalan sukses masih terbuka lebar. Kemudian penting dicatat bahwa kemuliaan (kesuksesan) seseorang sama sekali tidak berkorelasi dengan kekayaan yang dimilikinya. Jadi, jangan minder hanya karena profesi diri yang dipandang rendah. Selama itu halal, kerjakanlah sepenuh hati dengan prinsip ownership.

“Adapun manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya kesenangan, maka dia akan berkata: “Tuhanku telah memuliakanku’. Adapun bila Tuhannya mengujinya lalu membatasi rezekinya maka dia berkata: ‘Tuhanku menghinakanku’.” (QS al-Fajr [89] :15-16). Terakhir, khusyuklah dalam shalat, jauhi hal yang sia-sia, tunaikan zakat, jaga kemaluan, jaga amanah. Itulah jalan menjadi pribadi sukses yang sesungguhnya. (QS al-Mukminun: 1 – 11). Wallahu a’lam bishawab.

 

Oleh: Imam Nawawi 

REPUBLIKA ONLINE

Kemuliaan Agung bagi yang Diberi “Al-Hikmah”

PELAJARAN berharga dari ayat, “Allah menganugerahkan al-Hikmah (kefahaman yang dalam tentang alquran dan as-Sunah) kepada siapa yang Dia kehendaki. Dan barangsiapa yang dianugerahi al-Hikmah, dia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).” (QS Al-Baqarah: 269).

1. Penetapan perbuatan bagi Allah yang bergantung pada kehendak-Nya, ini berdasarkan firman Allah: “Allah menganugerahkan al-Hikmah”, ini adalah bagian dari sifat dalam bentuk perbuatan.

2. Sesungguhnya apa yang ada pada manusia berupa ilmu, petunjuk maka itu semua adalah keutamaan dari Allah Taala, ini berdasarkan firmanNya: (“Allah menganugerahkan al-Hikmah (kefahaman yang dalam tentang alquran dan as-Sunah) kepada siapa yang Dia kehendaki”, maka jika Allah Taala memberikan nikmat kepada seorang hamba berupa ilmu, petunjuk, kekuatan, kemampuan, pendengaran, penglihatan maka janganlah ia sombong, karena itu semua dari Allah Taala, jika Allah berkehendak maka bisa mencegahnya, atau ia bisa jadi ia mencabut nikmat itu setelah ia menganugrahkannya kepada seseorang. Bisa jadi Allah mencabut Al-Hikmah dari seseorang, maka jadilah setiap tingkah lakunya gegabah, keliru dan sia-sia.

3. Penetapan kehendak bagi Allah Taala, ini sesuai dengan firmannya: “Yang ia kehendaki”

4. Penetapan Al-Hikmah bagi Allah Taala, karena Al-Hikmah merupakan sifat kesempurnaan, maka Dzat yang memberikan kesempurnaan tentunya ia adalah lebih pantas untuk hal tersebut.

5. Kemuliaan yang agung bagi orang yang diberikan kepadanya Al-Hikmah, ini berdasarkan firman Allah taala: “Dan barangsiapa yang dianugerahi al-Hikmah, dia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak”.

6. Wajibnya bersyukur bagi orang yang Allah Taala berikan kepadanya Al-Hikmah, karena kebaikan yang sangat banyak ini mewajibkan mensyukurinya.

7. Anugrah Al-Hikmah diberikan Allah kepada seseorang melalui banyak cara, (di antaranya) Allah Taala fitrahkan ia dengan hal tersebut, atau dapat diraih dengan latihan dan berteman dengan orang-orang yang arif.

8. Keutamaan akal, ini berdasarkan firmanNya: “Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah).”

9. Bahwa orang yang tidak dapat mengambil pelajaran, menunjukkan akan adanya kekurangan pada akalnya, yaitu akal sehat, akal yang memberikan petunjuk pada dirinya.

10. Tidaklah yang dapat mengambil pelajaran dari pelajaran yang terdapat di alam dan pada syariat ini kecuali orang-orang yang mempunyai akal sehat, yang mana mereka menghayati dan mempelajari apa yang terjadi dari tanda-tanda yang telah lalu dan yang akan datang, sehingga mereka dapat, mengambil pelajaran darinya. Adapun seorang yang lalai, maka hal tersebut tidak memberikannya manfaat dan pelajaran (sedikitpun). [mediamuslimcerdas/mustanir]

 

INILAH MOZAIK

Anak yang Kurang Beruntung

Sehebat apa pun seorang ayah, ia tidak mampu menggantikan peran ibu dalam mengasuh anak. Begitu pun sebaliknya, seorang ibu tidak bisa menggantikan peran ayah mengisi relung lubuk hati anaknya. Keduanya mesti hadir bersamaan dalam peran yang berbeda untuk menanamkan akidah tauhid, syariat, dan adab yang baik (QS 31:12- 19). Tentu saja setiap orang tua ingin anaknya menjadi penyejuk hati dan pemimpin umat (QS 25:74).

Anak yang kurang beruntung itu karena mengalami salah satu dari empat kejadian, yaitu: Pertama, anak yang ditinggal mati orang tuanya. Sebagian anak tak sempat bertemu orang tuanya kecuali selembar foto yang tersisa. Anak yang ditinggal ibu saat melahirkan atau ayah sewaktu masih dalam kandungan dan terlahir sebagai anak yatim atau piatu (QS.4:6). Ada pula anak yang tak tahu rupa dan gaya ayah ibunya, kecuali dari cerita kaum kerabat yang mengasuhnya. Namun, ia selalu mendoakan mereka dan tegar menjalani hidup dan menjadi orang yang berjaya.

Kedua, anak yang ditinggal lama orang tuanya. Kesulitan hidup sering kali menjadi alasan untuk bekerja ke negeri orang. Keinginan mengubah nasib itu membuat seorang ayah atau ibu rela berpisah dan meninggalkan anaknya. Jika ayah yang pergi, ibu mengasuh anak dalam kesendirian. Jika ibu yang pergi, ayah berubah menjadi ibu rumah tangga dan menanggung kesepian tanpa belaian istri. Anak pun tumbuh dalam ketimpangan kasih sayang orang tua seperti digambarkan dalam sinetron “DuniaTerbalik.”

Ketiga, anak yang ditinggal pergi orang tuanya. Malang nian nasib anak semacam ini, karena orang tua yang melahirkan tak tahu rimbanya. Sungguh sedih anak ditinggal mati atau lama, tapi lebih sedih anak yang ditinggal pergi orang tua. Walau hidup dalam penantian, ia selalu berdoa agar suatu saat nanti ayah atau ibunya kembali. Mereka pergi karena perceraian atau lari dari tanggung jawab dan anaknya pun tumbuh dalam kegalauan dan ketidakpastian.

Keempat, anak yang ditinggal zamannya. Orang tuanya masih hidup, tapi mereka dibalut kemiskinan, kebodohan, dan keterbelakangan. Tinggal jauh di pedesaan yang tidak terjangkau akses pendidikan dan kesehatan. Tertinggal oleh kemajuan zaman sebab ketidakadilan dalam pemerataan pembangunan. Begitu pula nasib anak-anak di negeri konflik seperti Myanmar yang menderita di pengungsian, mati kelaparan, atau tenggelam di lautan. Mereka lari dari kebiadaban penguasa zalim dan orang tuanya tak berdaya menyelamatkan.

Orang tua wajib menjaga anak-anaknya dari segala macam sengsara (QS.66:6). Jika orang tua tidak mampu mengendalikan keadaan, tentulah apa yang terjadi atas izin Allah SWT, dan semua kembali kepada-Nya (QS.64:11,2:156). Namun, jika orang tua abai, tentu akan ada balasannya. Segeralah mohon ampun, sebab setiap kejahatan akan kembali kepada pelakunya. (HR Tirmidzi). Allahu a’lam bishawab.

 

 

Oleh: Hasan Basri Tanjung

REPUBLIKA

Hikmah dari Jus Mangga yang Tumpah

Seorang teman mendadak menumpahkan jus mangganya yang masih penuh ketika sedang syuro organisasi. Bergegas saya mengambil lap untuk mengelap air kental yang menumpahi lantai itu. Meski sang teman sudah membersihkannya menggunakan beberapa lembar tisu, tapi limpahan jus masih kental.

Untuk noda setebal jus itu tentu butuh waktu lama jika harus menggunakan tisu, meski berlembar-lembar. Bisa tapi butuh upaya dan waktu yang cukup lama. Sementara dengan lap atau kain tebal seperti handuk maka akan mudah menghilang.

Jus atau noda apapun yang mengotori lantai itu kita ibaratkan dosa kita, kita ibaratkan kesalahan-kesalahan yang terjadi akibat ulah tangan, ulah otak, ulah hati kita. Maka cara penghapusannya pun berbeda. Makin berkerak itu dosa, maka upaya penghapusan dosanya pun perlu tenaga lebih. Yang selanjutnya kita sebut sebagai kepahitan hidup. Sebab, kepahitan yang kita alami adalah sebagai sarana penggugur dosa apabila kita mau merenungkan, memuhasabahi dan kemudian memperbaiki diri.

Di masa lampau, seorang bertanya kepada Ibnu Abbas ra., ”Aku melakukan zina dengan seorang wanita, lalu aku diberikan rizki Allah dengan bertaubat. Usai  itu aku ingin menikahinya, namun orang-orang berkata (sambil menyitir ayat Allah), ”Seorang pezina tidak menikah kecuali dengan pezina juga atau dengan musyrik.” Lalu Ibnu Abbas berkata, ”Ayat itu bukan untuk kasus itu. Nikahilah dia, bila ada dosa maka aku yang menanggungnya.” (HR Ibnu Hibban dan Abu Hatim)

Ibnu Umar ditanya tentang seorang laki-laki yang berzina dengan seorang wanita, bolehkan setelah itu menikahinya? Ibnu Umar menjawab, ”Ya, bila keduanya bertaubat dan memperbaiki diri.”

Bila mau jujur, sesungguhnya semua masalah, cobaan, kematian, bangkrut, sakit, dan segala hal yang dirasakan pahit dalam hidup ini adalah cara Allah untuk mengangkat derajat kita hingga mencapai derajat yang Dia sukai. Semua itu menunjukkan cinta Allah kepada hamba-Nya.

Bukan tentang pahitnya, tapi tentang penyikapannya.  Makin dekat dengan Allah SWT, atau makin menjauh sejauh mungkin. Makin noda itu menebal, maka butuh tenaga lebih untuk membersihkannya. Seperti karat yang butuh amplas untuk mengembalikan besi kembali cemerlang. Wallahua’lam.

 

[Paramuda/BersamaDakwah]

Inilah Hikmah di Balik Kesedihan yang Menimpa Orang Beriman (Bagian 3)

3. Kesedihan menjadi perantara dan jalan untuk masuk surga

Sungguh, kesedihan dan hal-hal yang tidak disukai yang menimpa seseorang adalah salah satu jalan menuju surga apabila dia menerimanya dengan sabar dan mengharap pahala dari Allah Ta’ala.

Memang, surga itu tidak bisa diperoleh kecuali dengan bersusah-payah dan hal-hal yang tidak disukai.

Dalam hal ini, Allah Azza wa Jalla berfirman,

أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّى يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ مَتَى نَصْرُ اللَّهِ أَلَا إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ

“Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) seperti halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan), sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya, “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amatlah dekat.” (QS. Al-Baqarah: 214)

Ibnu Katsir Rahimahullah berkata, Allah Ta’ala berfirman, “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga” maksudnya sebelum kamu diberi cobaan, diuji, dan diberi bencana seperti halnya yang dialami umat-umat sebelum kamu?

Oleh karena itu, selanjutnya Allah Ta’ala berfirman,

Padahal, belum datang kepadamu (cobaan) seperti halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa malapetaka dan kesengsaraan”, yaitu berbagai macam penyakit, penderitaan, kepedihan, musibah, dan berbagai macam kesengsaraan lainnya.

Firman Allah Ta’ala, “serta digoncangkan” dengan goncangan hebat, yakni mendapat ancaman dari musuh, selain ujian besar lainnya.”

Terkait hal ini, Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

حُفَّتْ الْجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ وَحُفَّتْ النَّارُ بِالشَّهَوَاتِ

“Surga itu dikelilingi hal-hal yang tidak disukai, dan neraka itu dikelilingi hal-hal yang menyenangkan.” (HR. Al-Bukhari dan Muslimi)

Ibnu Hajar Rahimahullah dalam kitab Fath Al-Bari mengatakan,

“Ini tentu memerlukan perjuangan melawan hawa nafsu dalam melakukan ketaatan-ketaatan, menghindari berbagai macam maksiat, sabar terhadap berbagai musibah, dan berserah diri kepada perintah Allah dalam melaksanakan semua itu.”

Oleh karena itu, datanglah janji pahala dari Allah bagi orang yang kehilangan penglihatannya, sebagaimana dinyatakan dalam hadits riwayat Anas Radhiyallahu Anhu, bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, Allah Azza wa Jalla berfirman,

إِذَا ابْتَلَيْتُ عَبْدِي بِحَبِيبَتَيْهِ فَصَبَرَ عَوَّضْتُهُ مِنْهُمَا الْجَنَّةَ

“Apabila aku mencobai hamba-Ku dengan kedua matanya, lalu dia bersabar, maka Aku beri dia ganti keduanya berupa surga.” (HR. Al-Bukhari)

Demikian pula, ada janji untuk orang yang diberi cobaan dengan kematian seorang yang dikasihi, seperti anak atau saudara atau lainnya, lewat sabda Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam, Allah Ta’ala berfirman,

مَا لِعَبْدِي الْمُؤْمِنِ عِنْدِي جَزَاءٌ إِذَا قَبَضْتُ صَفِيَّهُ مِنْ أَهْلِ الدُّنْيَا ثُمَّ احْتَسَبَهُ إِلَّا الْجَنَّةُ

“Tidak ada balasan di sisi-Ku bagi hamba-Ku yang beriman, apabila Aku mencabut nyawa kekasihnya dari penghuni dunia, kemudian dia bersabar atas (kematian)nya, melainkan surga.” (HR. Al-Bukhari).

Jadi, seorang muslim hendaklah bersabar ketika mendapat berbagai ujian dan musibah, supaya memperoleh pahalanya atas izin Allah, dan jangan sampai dia bersedih, gundah dan berkeluh kesah terhadap musibah itu.

Salah seorang ulama salaf berkata, “Hilangnya pahala atas suatu musibah, adalah lebih berat daripada musibah itu sendiri.”

Sebagian tulisan ini dikutip dari kitab Salwa Hazin karya Sulaiman bin Muhammad bin Abdullah Al-Utsaim. Semoga bermanfaat.

[Abu Syafiq/BersamaDakwah]

Inilah Hikmah di Balik Kesedihan yang Menimpa Orang Beriman (Bagian 2)

2. Untuk menghapus dosa dan kesalahan orang beriman

Siapakah di antara kita yang tidak pernah menganiaya diri sendiri? Setiap anak Adam pasti pernah melakukan kesalahan. Namun demikian, Allah Maha Pengasih. Di antara kasih sayang-Nya, Dia membuat musibah-musibah dan kesedihan-kesedihan yang menimpa seseorang sebagai penghapus dosa-dosa baginya.

Dalam hal ini, sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah dan Abu Sa’id Radhiyallahu Anhuma, dari Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam, disebutkan bahwa beliau bersabda,

“Tidaklah orang mukmin ditimpa suatu keletihan, penyakit, kecemasan, kesedihan, gangguan dan kesusahan, sampai duri yang menusuknya sekalipun, kecuali Allah menghapus dengannya kesalahan-kesalahannya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim, lafazh hadits ini menurut riwayat Al-Bukhari).

Adapun menurut lafazh Muslim berbunyi,

“Tidaklah seorang mukmin ditimpa suatu penyakit, keletihan, kepedihan maupun kesedihan, sampai sekedar kecemasan yang dia rasakan, kecuali Allah menghapus dengannya keburukan-keburukannya.”

Di antara yang menambah pahala yang diberikan kepada orang yang mengalami kesedihan, ialah apabila kesedihannya itu karena Allah Ta’ala, seperti sedih atas musibah-musibah yang menimpa kaum muslimin, atau sedih atas suatu dosa yang telah dilakukannya, atau sedih atas kelalaian yang dia lakukan dan sebagainya.

Dalam kaitan ini, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah berkata,

“Kadang-kadang kesedihan itu dibarengi pula dengan hal-hal yang penyandangnya diberi pahala dan mendapat pujian, sehingga dari sisi itu dia menjadi orang terpuji bukan dari kesedihan itu sendiri.

Contohnya, sedih atas suatu musibah yang menimpa urusan agama dan sedih atas musibah-musibah yang menimpa kaum muslimin pada umumnya.

Dalam hal ini, orang tersebut mendapat pahala atas apa yang terjadi dalam hatinya, yaitu cintanya kepada kebaikan dan kebenciannya kepada kejahatan.”

Selain itu, ada hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu, yang berkata bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,

مَا يَزَالُ الْبَلَاءُ بِالْمُؤْمِنِ وَالْمُؤْمِنَةِ فِي نَفْسِهِ وَوَلَدِهِ وَمَالِهِ حَتَّى يَلْقَى اللهَ وَمَا عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ

“Orang mukmin lelaki atau perempuan tak henti-hentinya mendapat bencana pada dirinya, anaknya dan hartanya, hingga akhirnya dia menemui Allah dalam keadaan tidak punya kesalahan sama sekali.” (HR. Abu Dawud)

 

[Abu Syafiq/BersamaDakwah]

 

 

—————————————————————-
Download-lah Aplikasi CEK PORSI HAJI dari Smartphone Android Anda agar Anda juga bisa menerima artikel keislaman ( termasuk bisa cek Porsi Haji dan Status Visa Umrah Anda) setiap hari!
————————————————————-

Inilah Hikmah di Balik Kesedihan yang Menimpa Orang Beriman

Sungguh, termasuk rahmat Allah Ta’ala adalah kesedihan atau segala sesuatu yang tidak diinginkan yang dialami manusia. Tidak ada yang berlangsung selamanya, tetapi selalu berakhir dengan meninggalkan dampak-dampak positif dan berbagai manfaat bagi orang yang terkena musibah.

Hal tersebut bisa berbeda-beda sesuai taufik Allah yang diberikan kepada orang yang beriman di satu sisi, dan di sisi lain sesuai kesadaran dari orang yang terkena musibah itu sendiri dalam memetik buah dari peristiwa yang dialaminya dalam mengharapkan pahala di sisi Allah Ta’ala.

Patut diingatkan di sini bahwa kesedihan -sekalipun pada umumnya terdapat manfaat-manfaat dan akibat-akibatnya yang terpuji-, tetapi kesedihan itu sendiri sebenarnya tidak dikehendaki dalam Islam, karena sering kali menyebabkan kegelisahan dan keruhnya tabiat manusia.

Terkait hal ini, dalam Al-Qur`an disebutkan,

كُتِبَ عَلَيْكُمُ الْقِتَالُ وَهُوَ كُرْهٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَهُوَ خَيْرٌ لَكُمْ وَعَسَى أَنْ تُحِبُّوا شَيْئًا وَهُوَ شَرٌّ لَكُمْ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia sangat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 216).

Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam juga telah bersabda dalam sebuah hadits,

عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ

“Tidaklah Allah menakdirkan suatu takdir pada orang mukmin, kecuali menjadi kebaikan baginya. Jika dia mengalami suatu kegembiraan, dia bersyukur, maka menjadi kebaikan baginya. Dan, jika dia terkena suatu kesedihan, dia bersabar, maka menjadi kebaikan baginya.” (HR. Muslim)

Dalam membahas soal ini, berikut ini penulis akan menyampaikan sejumlah manfaat dan buah yang bisa dipetik oleh orang yang menderita kesedihan ketika mengalami musibah.

1. Orang yang ditimpa musibah mendapatkan kesempatan untuk beribadah

Sesungguhnya Allah Ta’ala menciptakan makhluk-Nya tak lain untuk diberi cobaan dan ujian, agar terlihat ibadah mereka, berupa syukur dari orang yang mengalami kesenangan dan bersabar dari orang yang mengalami kesedihan.

Ini semua takkan bisa terjadi kecuali jika Allah membolak-balikkan keadaan hamba-Nya, sehingga nyatalah kesungguhan ibadahnya kepada Allah Ta’ala.

Apabila hamba tersebut benar-benar mukmin, maka segala sesuatunya menjadi baik. Yakni, jika mengalami kesenangan, dia bersyukur, maka kesenangannya menjadi kebaikan baginya. Jika mengalami kesedihan, dia bersabar, maka kesedihannya menjadi kebaikan pula baginya.

Demikianlah, sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam,

“Sungguh mengagumkan urusan orang mukmin. Sesungguhnya segala urusannya menjadi baik, dan itu takkan terjadi pada siapa pun selain orang mukmin. Jika dia mengalami kesenangan, dia bersyukur, maka menjadi kebaikan baginya. Dan, jika dia terkena kesedihan, dia bersabar, maka menjadi kebaikan baginya.” (HR. Muslim).

 

[Abu Syafiq/BersamaDakwah]