Tak terasa sekarang sudah di bulan Ramadhan. Kendati bulan puasa, namun masih banyak orang yang tidak berpuasa. Lantas, bagaimana hukum memberi makan atau menjualnya kepada orang yang tidak puasa, baik ia muslim maupun non muslim? .
Ini perlu dirinci, jika ia menjual kepada orang muslim yang tanpa adanya udzur maka hukumnya haram. Namun jika ia menjual kepada orang Islam yang mendapati udzur untuk berpuasa, semisal karena sudah tua, haid, wanita menyusui, musafir, sabi, atau orang yang tidak wajib puasa lainnya, maka yang demikian adalah boleh.
Adapun menjual makanan di siang hari kepada non muslim, juga diharamkan, sebab mereka juga dituntut untuk melakukan puasa (menurut qaul rajih). Berikut penjelasan dari ulama’:
وحرم أيضا: …. بيع نحو المسك لكافر يشتري لتطييب الصنم والحيوان لكافر علم أنه يأكله بلا ذبح لان الأصح أن الكفار مخاطبون بفروع الشريعة كالمسلمين عندنا خلافا لأبي حنيفة رضي الله تعالى عنه فلا يجوز الإعانة عليهما ونحو ذلك من كل تصرف يفضي إلى معصية يقينا أو ظنا ومع ذلك يصح البيع.
“Haram menjual minyak wangi kepada orang kafir, yang mana akan digunakan untuk meminyaki berhalanya, dan haram juga menjual hewan kepada orang kafir yang jelas-jelas diketahui bahwasanya ia akan memakan hewan tersebut tanpa disembelih.
Sebab menurut qaul ashah dalam madzhab Syafii, orang kafir itu juga terkenan tuntutan hukum, seperti orang muslim lainnya, lain halnya dengan pendapatnya Imam Abu Hanifah.
Maka tidak boleh menolong mereka dalam transaksi tersebut, sebegitu juga haram melakukan transaksi dengan orang yang berpotensi melakukan maksiat atasnya, baik diketahui secara pasti maupun masih taraf praduga.
Meskipun demikian, hukum jual belinya sah (yakni tidak ada tuntutan atau perselisihan yang bisa dibawa ke hakim), meski haram”. (Fath Al-Mu’in, h. 326)
Syarih (komentator) kitab ini memberikan contoh sebagaimana redaksi berikut:
(وقوله: من كل تصرف يفضي إلى معصية) بيان لنحو…إلى أن قال… وكإطعام مسلم مكلف كافرا مكلفا في نهار رمضان، وكذا بيعه طعاما علم أو ظن أنه يأكله نهارا.
Di antara contoh dari transaksi yang berimbas pada kemaksiatan adalah (orang muslim mukallaf) memberi makan kepada orang kafir yang mukallaf (berakal dan sudah baligh), atau jual beli makanan kepada orang yang diketahui secara pasti atau diduga kuat bahwa ia akan memakannya di siang hari bulan Ramadhan. (I’anah Al-Thalibin, III/30)
Dalam kitab lain juga dijelaskan dengan serupa keterangan di atas, misalnya Syekh Sulaiman Al-Bujairimi dalam Bujairimi Ala Al-Khatib (II/224), Syekh Sulaiman Al-Jamal dalam Futuhat Al-Wahhab (X/310), dan dalam kitab Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah disebut bahwasanya mayoritas ulama itu berpendapat demikian. Dijelaskan:
كَمَا نَصَّ الشِّرْوَانِيُّ وَابْنُ قَاسِمٍ الْعَبَّادِيُّ عَلَى مَنْعِ بَيْعِ مُسْلِمٍ كَافِرًا طَعَامًا، عَلِمَ أَوْ ظَنَّ أَنَّهُ يَأْكُلُهُ نَهَارًا فِي رَمَضَانَ، كَمَا أَفْتَى بِهِ الرَّمْلِيُّ، قَال: لأَِنَّ ذَلِكَ إِعَانَةٌ عَلَى الْمَعْصِيَةِ، بِنَاءً عَلَى أَنَّ الرَّاجِحَ أَنَّ الْكُفَّارَ مُخَاطَبُونَ بِفُرُوعِ الشَّرِيعَةِ.
Imam Syarwani dan Ibnu Qasim Al-Ubbadi melarang untuk menjual makanan di siang hari bulan puasa kepada non muslim yang mukallaf atau ia yang diduga kuat atau dketahui secara pasti akan memakannya.
Imam Al-Ramli juga berfatwa demikian, sebab ini adalah menolong perkara maksiat, terlebih menurut pendapat yang unggul bahwasanya non muslim itu dituntut juga melakukan syariat seperti orang Islam pada umumnya. (Mausu’ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah, jilid IX/ 212)
Dari keterangan di atas bisa kita ketahui bahwa yang haram adalah segala transaksi yang berimbas pada kemaksiatan, semisal menjual makanan kepada orang muslim yang tidak berpuasa tanpa adanya udzur syar’i atau non muslim yang mukallaf.
Maka dari itu dikecualikan darinya yaitu orang-orang yang tidak berpuasa karena adanya udzur syar’i semisal sedang dalam perjalanan dan haid. Mengapa demikian? Sebab poros hukum keharamannya adalah adanya i’anah ala al-ma’asi (menolong seseorang untuk berbuat maksiat), sedang kriteria yang demikian tidak termasuk, maka boleh menjual makanan kepadanya.
Hanya saja warung memang tidak perlu tutup secara full, sebab pasti ada orang yang mempunyai udzur syar’i. Namun ia tidak boleh vulgar dalam membuka warungnya, hormatilah orang yang berpuasa.
Adapun ketika menjual makanan pada sore hari, agaknya sudah bisa dipastikan bahwa ia memang beli untuk berbuka. Maka yang demikian diperbolehkan menjual makanan kepadanya.
Demikian penjelasan terkait hukum memberi makan orang yang tidak puasa. Semoga bermanfaat. Wallahu A’lam.