Inilah Ciri Haji Mabrur menurut Para Ulama

Imam An-Nawawi berpendapat di antara tanda diterimanya haji seseorang adalah adanya perubahan menuju yang lebih baik setelah pulang dari Baitullah 

HAJI mernurut bahasa adalah menuju ke suatu tempat berulang kali atau menuju kepada sesuatu yang dibesarkan. Allah swt telah menjadikan Baitullah sebagai suatu tempat yang dituju manusia pada setiap tahun.

Allah swt. berfirman:

وَإِذْ جَعَلْنَا ٱلْبَيْتَ مَثَابَةً لِّلنَّاسِ وَأَمْنًا وَٱتَّخِذُوا۟ مِن مَّقَامِ إِبْرَٰهِۦمَ مُصَلًّى ۖ وَعَهِدْنَآ إِلَىٰٓ إِبْرَٰهِۦمَ وَإِسْمَٰعِيلَ أَن طَهِّرَا بَيْتِىَ لِلطَّآئِفِينَ وَٱلْعَٰكِفِينَ وَٱلرُّكَّعِ ٱلسُّجُودِ

“Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim tempat shalat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: “Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang i’tikaf, yang ruku’ dan yang sujud.” (QS: al-Baqarah: 125).

Baitullah adalah suatu tempat yang didatangi manusia pada setiap tahunnya. Lazimnya mereka yang sudah pernah mengunjungi Baitullah, timbul keinginan untuk kembali lagi yang kedua kalinya.

Maka haji menurut syara’ adalah mengunjungi Baitullah dengan sifat yang tertentu, di waktu tertentu, disertai oleh perbuatan-perbuatan yang tertentu pula.

Syariat Islam mewajibkan haji atas setiap mukallaf sekali dalam seumur hidup. Seluruh ulama sepakat menetapkan bahwasanya haji itu tidak berulang-ulang, sekali saja seumur hidup kecuali kalau dinazarkan.

Selain satu kali yang wajib, maka yang lebih dari satu kali dipandang sunah.

فِيْهِ اٰيٰتٌۢ بَيِّنٰتٌ مَّقَامُ اِبْرٰهِيْمَ ەۚ وَمَنْ دَخَلَهٗ كَانَ اٰمِنًا ۗ وَلِلّٰهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ اِلَيْهِ سَبِيْلًا ۗ وَمَنْ كَفَرَ فَاِنَّ اللّٰهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعٰلَمِيْنَ

“Di sana terdapat tanda-tanda yang jelas, (di antaranya) maqam Ibrahim. Barangsiapa memasukinya (Baitullah) amanlah dia. Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana. Barangsiapa mengingkari (kewajiban) haji, maka ketahuilah bahwa Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam.” (QS: Ali Imran; 97

Ibadah haji adalah salah satu ibadah yang paling utama, berdasarkan hadits Rasulullah ﷺ:

عن أبي هريرة قال: سيل رسول الله : أي العمل أفضل؟ قال: (إيمان بالله و رسوله)، قيل: ثم ماذا؟ قال: الجهاد في سبيل الله، قيل: ثم

ماذا؟ قال: حج مبرور

“Dari Abu Hurairah Radhiallaahu anhu ia berkata: Rasulullah ditanya: “Amal ibadah apakah yang paling utama? Beliau bersabda: Beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Dikatakan (kepadanya): Kemudian apa? Beliau bersabda: Jihad dijalan Allah’. Dikatakan (kepadanya): Kemudian apa?’ Beliau bersabda: ‘Haji yang mabrur.” (HR: Al-Bukhari dan Muslim)

Dari Abu Hurairah, RA Rasulullah ﷺ bersabda,

العمرةُ إلى العمرةِ كفَّارَةٌ لمَا بينَهمَا ، والحجُّ المبرورُ ليسَ لهُ جزاءٌ إلا الجنَّةُ

Antara satu umrah dengan umrah berikutnya terdapat penghapusan dosa-dosa di antara keduanya.  Haji yang mabrur, tidak ada pahala bagi pelakunya, melainkan surga.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Defenisi Mabrur menurut Ulama

Terdapat beberapa pandangan para ulama berkenaan dengan haji mabrur. Hal ini telah dinukilkan oleh Imam al-Syaukani (w. 1255 H) di dalam kitabnya Nail al-Authar.

Ibnu Khalawaih salah seorang pakar bahasa Arab berasal dari Yaman (w. 370H) berpendapat bahwa haji mabrur adalah haji yang maqbul (diterima oleh Allah SWT).

Ulama lain berpendapat bahwa ia adalah haji yang (pelaksanaannya) tidak dinodai oleh dosa. Pendapat ini dipilih dan dikuatkan oleh Imam al-Nawawi (w.676 H). Beliau adalah seorang ulama yang cukup memiliki otoritas di dalam Mazhab Syafi’i.

Menurut Imam al-Qurtubi (w. 671 H) pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh lain itu saling berdekatan maknanya. Kesimpulannya, haji yang mabrur adalah haji yang sempurna hukum-hukumnya sehingga terlaksana secara sempurna sebagaimana diperintah syarak.

Ciri Haji Mabrur

Rasulullah ﷺ bersabda, bahwa ganjaran terbaik bagi orang mendapatkan peringkat haji mabrur adalah surga.

الْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الْجَنَّةُ

Tidak ada balasan (yang pantas diberikan) bagi haji mabrur kecuali surga.” (HR: Bukhari).

Hanya saja, predikat haji mabrur itu adalah hak prerogratif Allah Swt. Kita hanya menerka berdasarkan ciri-ciri yang disampaikan hadis, atau para ulama.

Di antara ciri yang banyak diungkapkan adalah terjadinya perubahan signifikan dalam konteks ketawadhuan dan ketaatan kepada Allah Swt sepulang ibadah.

Selain itu, ia lebih banyak berdzikir dan berdoa kepada Allah Swt. Ini sangat sesuai dengan firman Tuhan:

فَإِذَا قَضَيْتُم مَّنَـسِكَكُمْ فَٱذْكُرواہ اللَّهَ كَذِكْرِكُمْ آَاَاءَاكُمْ وْ Aَ شَدَّ ذكْرً ۗ

“Maka apabila kamu telah selesai menunaikan ibadah hajimu, maka hendaklah kamu menyebut dan mengingat Allah (dengan mengagungkan-Nya) sebagaimana kamu dahulu menyebut (memuji) kakek nenekmu, bahkan dengan sebutan yang lebih banyak lagi.” (Surah al-Baqarah: 200).

Selain itu tanda berikutnya adalah memberi makan dan menyebarkan salam.

Dari Jabir dia berkata, “Rasulullah telah bersabda, haji mabrur tidak ada balasan baginya kecuali Surga.” Mereka (para sahabat bertanya), Ya Rasullah apa kebaikan dari haji mabrur? yaitu memberi makan dan menyebarkan salam.” (HR: Ahmad, 14482).

Dan, telah disebutkan pula beberapa ayat yang membahas hal ini, yakni: QS. al-Ma’idah [5]: ayat 2, dan QS. al-Baqarah [2]: ayat 224.

Pada riwayat dengan redaksi matan yang lain, Rasulullah bersabda: “Orang-orang yang berhaji dan berumrah adalah para tamu Allah, bila mereka berdo’a, Allah SWT akan mengabulkannya dan bila beristigfar Allah akan mengampuninya.” (HR: Nasa’I, Ibn Majah, Ibn Khúzaimah, dan Ibn Hibban).

Imam An-Nawawi berpendapat bahwa di antara tanda diterimanya haji seseorang adalah adanya perubahan menuju yang lebih baik setelah pulang dari pergi haji dan tidak membiasakan diri melakukan berbagai maksiat.

Dari ringkasan tulisan di atas; ada 3 (tiga) ciri atau tanda dari haji mabrur, yaitu:

1. lth’ämu ath-tha’am, yaitu memberi makan, peduli pada pengentasan kemiskinan dan masalah sosial kemasyarakatan.

2. Ifsyāu al-Salăm, senantiasa menebarkan salam dan kedamaian.

3. Thayyibu al-Kalāmi, yaitu bijak dalam bicara, santun dalam berbuat, dan baik dalam bersikap. Maksudnya bahwa ketika berbicara lemah lembut tidak menyakiti hati orang lain, menghormati dan menghargai pendapat orang lain dan berkepribadian luhur dan berakhlak mulia.

Selain itu juga yang merupakan tanda haji mabrur adalah:

  • Banyak mengingat Allah Swt
  • Amal perbuatannya lebih baik dari sebelum menunaikan ibadah
  • haji.
  • Melaksanakan shalat tepat waktu dan membiasakan shalat sunah.
  • Tabah dan sabar dalam menghadapi musibah, berlindung dan bertawakal kepada-Nya.
  • Berupaya mewujudkan kebahagiaan dalam keluarga.

Nabi ﷺ menggambarkan bahwa haji yang mabrur adalah lebih baik dari Jihad. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah r.a.

Beliau pernah bertanya kepada Rasulullah ﷺ.

يَا رَسُولَ اللَّهِ نَرَى الْجِهَادَ أَفْضَلَ الْعَمَلِ أَفَلَا نُجَاهِدُ قَالَ لَا لَكِنَّ أَفْضَلَ الْجِهَادِ حَجٌّ مَبْرُورٌ

Artinya: “Wahai Rasulullah, kami memandang jihad sebagai amalan yang paling baik. Apakah perlu bagi kita untuk berjihad? Baginda berkata “Tidak, tapi jihad terbaik adalah Haji Mabrur.” (HR: Bukhari 1423).

Dalam riwayat lain disebutkan:

يَا رَسُولَ اللَّهِ نَرَى الْجِهَادَ أَفْضَلَ الْعَمَلِ أَفَلاَ نُجَاهِدُ مَعَكَ? قَالَ :« لاَ وَلَكُنَّ أَفْضَلُ الْجِهَادِ حَجٌّ مَبْرُورٌ

“Wahai Rasulullah , kami memandang jihad sebagai amalan yang paling baik. Apakah perlu bagi kami untuk berjihad  bersamamu? Nabi, , berkata: Tidak perlu, tapi jihad terbaik (untukmu) adalah Haji Mabrur.” (Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam Kitab Sunan-nya).*

HIDAYATULLAH