Shalat merupakan ibadah paling sakral dalam Islam untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. Shalat wajib bagi setiap muslim, kendati pun dalam keadaan sakit. Nah berikut tutorial shalat bagi orang sakit.
Di dalamnya terdapat beberapa ketentuan yang sistematis dan simbol yang sangat agamis, serta wujud permohonan seorang hamba kepada Tuhannya. Oleh karena itu, shalat memiliki beberapa kewajiban yang harus dipenuhi sebelum melakukannya.
Kewajiban itu sebagai suatu bukti kelayakan seorang hamba ketika hendak mendekatkan diri kepada Tuhannya. Tidak sembarang pakai, juga tidak sembarang gerakan dan ucapan.
Semuanya harus dilakukan dengan penuh hati-hati disertai kesadaran diri bahwa ia sedang berusaha untuk bisa dekat dengan-Nya. Tentu, semua yang dipakai tidak hanya sebatas suci, namun harus layak dan pantas ketika digunakan untuk menghadap kepada-Nya.
Di antara kewajiban yang harus dipenuhi sebelum melakukan shalat adalah harus suci dari hadas kecil dan besar, menutup aurat, dilakukan di tempat yang suci dan menghadap kiblat. Setelah semua itu terpenuhi, ia diperbolehkan melakukan shalat.
Namun, shalat yang dilakukan tidak sekadar gerakan biasa dan bacaan biasa pula, ia harus melakukan gerakan-gerakan yang sesuai dengan ketentuan shalat, dan membaca beberapa bacaan yang sudah menjadi ketentuannya.
Tutorial Shalat Orang Sakit
Lantas, bagaimana praktik shalat bagi orang-orang yang sedang sakit? Apakah harus melakukan semua itu? Atau ada opsi lain baginya?
Sahabat Bincang Syariah yang dirahmati Allah, dalam ajaran Islam tidak ada istilah paksaan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang tidak bisa dilakukan oleh pemeluknya.
Islam merupakan ajaran yang santun, tidak memberatkan, tidak pula memaksa. Hal ini sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an, yaitu:
لا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْساً إِلا وُسْعَهَا
Artinya, “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya (kemampuannya).” (QS. Al-Baqarah [2]: 286)
Islam mewajibkan shalat bagi semua pemeluknya, baik laki-laki, maupun perempuan. Namun, Islam tidak membebani mereka dengan melakukan semua syarat dan rukunnya ketika tidak mampu untuk menyempurnakan semua itu, seperti orang sakit.
Dalam Islam, mereka tetap memiliki kewajiban shalat, namun tidak dituntut untuk menyempurnakan semua rukuannya, sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits, Rasulullah bersabda:
صَلِّ قَائِمًا، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا، فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلَى جَنْبٍ وإلا فَأَوْمِئْ
Artinya, “Shalatlah kamu dengan cara berdiri. Jika tidak mampu, maka dengan cara duduk. Jika tidak mampu, maka dengan cara berbaring. Jika tidak mampu, maka tidur terlentang.” (HR. Abu Hurairah).
Hadits ini merupakan salah satu pedoman bagi orang-orang sakit yang tidak bisa memenuhi semua syarat dan rukunnya.
Misalnya, di antara syarat shalat adalah harus berdiri, maka mereka yang tidak mampu tidak usah risau, karena juga boleh melakukan dengan cara duduk, bahkan bisa juga melakukan sambil berbaring jika sakitnya benar-benar parah.
Tata Cara Shalat Duduk
Sahabat Bincang Syariah, duduk dalam shalat merupakan pengganti dari salah satu rukun shalat, yaitu berdiri. Dalam hal ini, para ulama tidak memberikan ketentuan perihal posisi duduk tersebut, sehingga seseorang boleh duduk dengan cara iftirasy (duduk sebagaimana tasyahhud awwal), bisa juga duduk di atas kursi, namun yang utama adalah duduk iftirasy.
Nah, sahabat Bincang Syariah, orang yang shalat dengan cara duduk di atas kursi, tetapi masih mampu rukuk dan sujud sebagaimana mestinya, maka wajib melakukan rukuk dan sujud. Sebab, bagi orang yang mampu rukuk dan sujud, tidak cukup hanya sebatas isyarat membungkuk dengan tetap duduk di kursi.
Bahkan jika duduk di lantai dengan posisi apapun, ia malah mampu melakukan rukuk dan sujud dengan sempurna. Tetapi jika duduk di kursi tidak dapat turun dari kursi untuk sujud di lantai, maka ia wajib duduk di lantai dan tidak diperbolehkan duduk di kursi.
Kewajiban duduk di lantai berlaku bagi orang yang dapat melakukan sujud dengan sempurna, dengan alasan tidak mampu bangun untuk berdiri agar dapat duduk di kursi. Sebab baginya, duduk di kursi justru meninggalkan rukun asli (sujud dengan sempurna).
Dengan demikian, orang yang terakhir ini disebut meninggalkan rukun asli (sujud dengan sempurna) demi mendapatkan posisi rukun pengganti (duduk di kursi), padahal antara duduk di kursi dan di lantai tidak berbeda, sebab keduanya sama-sama rukun pengganti berdiri.
فَإِذَا كَانَ يَقْدِرُ عَلَى الْقِيَامِ إلَى قَدْرِ الْفَاتِحَةِ ثُمَّ يَعْجِزُ قَدْرَ السُّورَةِ قَامَ إلَى تَمَامِ الْفَاتِحَةِ ثُمَّ قَعَدَ حَالَ قِرَاءَةِ السُّورَةِ ثُمَّ قَامَ لِلرُّكُوعِ وَهَكَذَا
Artinya, “Kemudian, jika seseorang mampu berdiri sampai kadar bacaan Al-Fatihah, kemudian lemah (tidak mampu) dalam kadar bacaan surat, maka ia wajib berdiri sampai bacaan Al-Fatihah-nya sempurna.
Kemudian duduk ketika membaca surat, kemudian berdiri lagi untuk melakukan rukuk dan seterusnya,”(Ibnu Hajar Al-Haitami, Tuhfatul Muhtaj, [Mesir, Maktabah Tijariyyah Kubro: 1357 H/1983 M], juz II, halaman 21).
Kesimpulannya, orang sakit yang tidak bisa shalat dengan cara berdiri, maka boleh baginya untuk melakukan shalat duduk, baik di lantai atau di atas kursi.
Syarat dan rukunnya sebagaimana shalat pada umumnya, yaitu diawali dengan takbiratul ihram dan niat, kemudian membaca surat Al-Fatihah, dilanjut dengan membaca surat pendek.
Setelah itu rukuk. Praktiknya, jika bisa rukuk dengan sempurna, maka harus dilakukan dengan sempurna. Jika tidak, maka sudah cukup baginya dengan sekadar menundukkan kepala. Setelah itu berdiri semula dan diteruskan dengan sujud.
Sedangkan praktik sujud bagi orang yang sakit, jika bisa melakukan sujud dengan sempurna, maka harus dilakukan dengan sempurna. Jika tidak, maka cukup baginya untuk menundukkan kepala, namun harus lebih rendah dari rukuk yang dilakukan sebelumnya.
Ketika Tidak Mampu Duduk
Lantas, bagaimana jika seseorang yang hendak melaksanakan shalat tidak mampu untuk berdiri dan duduk?
Sahabat Bincang Syariah tidak perlu risau nih ya, karena dalam Islam sudah ada cara dan solusinya masing-masing. (Baca juga: Pengertian Shalat untuk Menghormati Waktu)
Sesuai dengan hadis riwayat Bukhari sebelumnya, jika seseorang tidak mampu untuk berdiri dan duduk, maka diperbolehkan untuk tidur sambal tidur menyamping (yang utama menyamping pada sisi kanan). Dan jika tidak mampu melakukan shalat dengan cara tidur menyamping, maka diperbolehkan untuk tidur terlentang.
Tata Cara Shalat Tidur Menyamping
Adapun tata cara shalat dengan tidur menyamping sebagai berikut:
- Berbaring menyamping ke kanan dan ke arah kiblat jika memungkinkan. Jika tidak bisa menyamping ke kanan maka boleh menyamping ke kiri, namun tetap ke arah kiblat. Jika tidak memungkinkan untuk menghadap kiblat maka tidak mengapa.
- Bertakbir dan bersedekap sama seperti saat mengerjakan shalat pada umumnya.
- Sedangkan untuk rukuknya, cukup dengan menundukkan kepala sedikit, dan kedua tangan diluruskan ke arah lutut.
- Untuk cara sujudnya dengan menundukkan kepala lebih banyak daripada ketika rukuk. Kedua tangan diluruskan ke arah lutut.
- Cara tasyahud dengan meluruskan tangan ke arah lutut namun jari telunjuk tetap berisyarat ke arah kiblat.
Tata Cara Shalat Tidur Terlentang
- Berbaring telentang dengan kaki menghadap kiblat. Yang utama, kepala diangkat sedikit dengan ganjalan seperti bantal atau semisalnya, sehingga wajah menghadap kiblat. Jika tidak memungkinkan untuk menghadap kiblat maka tidak mengapa.
- Bertakbir dan bersedekap sama seperti saat mengerjakan shalat pada umumnya.
- Untuk rukuknya, cukup dengan menundukkan kepala sedikit, dan kedua tangan diluruskan ke arah lutut.
- Sedangkan untuk cara sujudnya dengan menundukkan kepala lebih banyak daripada ketika rukuk. Kedua tangan diluruskan ke arah lutut.
- Cara tasyahud dengan meluruskan tangan ke arah lutut namun jari telunjuk tetap berisyarat ke arah kiblat.
Sahabat Bincang Syariah rahimakumullah, demikian tata cara atau tutorial shalat orang sakit. Semoga bermanfaat dan bisa melakukan ibadah dengan sempurna.