PENDAPAT yang benar, bahwa mandi Jumat dikaitkan dengan kewajiban melaksanakan Jumatan. Di antara dalil yang menunjukkan hal itu adalah hadis dari Ibnu Umar radhiallahu anhuma, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Apabila kalian menghadiri Jumatan, hendaknya dia mandi.” (HR. Ahmad 5289, Bukhari 877 dan yang lainnya).
Dan inilah yang dipahami para sahabat. Ibnu Umar radhiallahu anhuma pernah mengatakan: “Mandi Jumat hanya wajib bagi orang yang wajib jumatan.” (HR. Bukhari secara Muallaq).
Dan tujuan utama adanya perintah mandi sebelum jumatan adalah agar kaum muslimin tidak terganggu dengan bau badan temannya selama di masjid. Aisyah Radhiyallahu anha menceritakan,
Dulu para sahabat mendatangi jumatan berangkat dari rumah mereka di pelosok. Mereka datang di masjid dengan baju berdebu, dan keringat yang mencemarkan aroma yang tidak sedap. Suatu ketika, salah satu di antara mereka mendatangi Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Ketika itu, Nabi Shallallahu alaihi wa sallam sedang di rumahku. Karena mencium bau yang tidak sedap, Nabi Shallallahu alaihi wa sallam mengatakan,
“Mengapa kalian tidak mandi hari ini?” (HR. Muslim 1995 & Ibnu Hibban 1237).
Apakah Harus Mengulang Mandi?
Ulama berbeda pendapat. Dalam mazhab Malikiyah, mandi jumat harus bersambung dengan jumatan. Sehingga sekalipun seseorang telah mandi di pagi hari, dia harus mengulang mandinya ketika hendak berangkat jumatan. Imam al-Baji menyebutkan dalam Syarh al-Muwatha,
Imam Malik mengatakan, Siapa yang mandi pada hari jumat di pagi hari dengan niat untuk mandi jumat, maka mandi yang dia lakukan tidak sah. Sampai dia ulang mandi sebelum berangkat jumatan. (al-Muntaqa Syarh al-Muwatha, 1/186).
Ini berbeda dengan pendapat mayoritas ulama. Mereka tidak mempersyaratkan bahwa mandi jumat harus bersambung dengan jumatan. Hanya saja, dianjurkan agar bersambung dengan berangkat jumatan. As-Syaukani dalam Nailul Authar mengatakan,
Ada tiga pendapat ulama tentang waktu mandi jumat, pertama, disyaratkan bersambung antara mandi dan berangkat jumatan. Ini merupakan pendapat Malik. Kedua, tidak disyaratkan harus bersambung, tapi tidak sah sebagai mandi jumat jika dikerjakan setelah jumatan, dan dianjurkan untuk diakhirkan menjelang berangkat jumatan. Ini merupakan pendapat mayoritas ulama. (Nailul Authar, 1/290).
Kemudian as-Syaukani menyebutkan bahwa pendapat Imam Malik lebih kuat. Beliau mengatakan, “Dan yang lebih kuat adalah pendapat Imam Malik. Beliau memahami, hadis yang menyebutkan nama hari jumat untuk masalah mandi jumat, dikaitkan dengan waktu wajib jumatan.” (Nailul Authar, 1/290).
Sementara jumhur memahami bahwa istilah ghaslul jumah (mandi jumat) sifatnya mutlak. Bahkan beberapa hadis menyebutkan, “Mandi hari jumat.” Diantaranya hadis, “Mandi hari jumat itu wajib” (HR. Bukhari 895, Abu Daud 341 dan yang lainnya).
Karena mandi itu dilakukan di hari jumat, artinya tidak harus bersambung dengan berangkat jumatan. Selama itu dilakukan di hari jumat dan sebelum jumatan, maka sah sebagai mandi jumat. As-Syirbini ulama Syafiiyah mengatakan, “Waktu mandi jumat adalah sejak subuh. Karena hadis yang meyebutkan mandi jumat, dikaitkan dengan hari jumat.” (Mughni al-Muhtaj, 1/558).
Bagaiman dengan Bau Badan?
Mengingat hadis Aisyah di atas maka mereka yang telah mandi, kemudian keringatan hingga mengeluarkan bau badan, maka dia disyariatkan untuk mengulang mandinya. Bahkan Syaikh Abdurrahman As-Suhaim, dai ahlus sunah di Kementrian Wakaf dan Urusan Islam, Riyadh menyebutnya wajib. Mengingat hadis larangan mendekati masjid bagi orang yang makan bawang, karena bau mulutnya yang mengganggu,
Siapa yang makan bawang putih ini, -di riwayat lain beliau bersabda, “Barangsiapa makan bawang merah dan putih atau bawang bakung,”- janganlah dia mendekati masjid kami, karena malaikat terganggu dari bau yang mengganggu manusia.” (HR. Muslim 564)
Karena itu, sebisa mungkin, bagi anda yang telah mandi sebelum berangkat kerja kemudian keluar bau badan, hendaknya mengulangi mandinya agar tidak mengganggu jemaah yang lain. Allahu alam. [Ustaz Ammi Nur Baits]