Setelah mengucap syahadat, Karima kini membuka klinik herbal di Timur Tengah dan tidak lagi tinggal di Iowa.
Dream – Karima Kristie Burns, wanita asal Midwest, Iowa, Amerika Serikat ini dikenal sebagai sosok multitalen. Dia merupakan seorang editor, penulis, guru, juga pakar herbalis.
Tetapi, saat ini dia memilih menetap di kawasan Timur Tengah dengan membuka klinik Herb’n Muslim. Keputusan ini diambil Karima setelah memutuskan memeluk Islam, setelah kagum pada kaligrafi masjid di Spanyol.
Awalnya, Karima pernah berkunjung ke Spanyol saat berusia 16 tahun. Saat itu, dia menyempatkan diri mengunjungi Masjid Kordoba atau Alhambra di kota Granada. Matanya terpikat dengan bentangan lukisan kaligrafi Arab yang menghiasi dinding masjid.
“Ini adalah tulisan paling indah yang pernah aku lihat,” ujar Karima. Ia bahkan sampai meminta brosur perjalanan wisata bertuliskan huruf Arab kepada pemandu wisatanya saat itu.
Setiap malam, Karima membuka brosur-brosur bertuliskan huruf Arab itu di kamar hotelnya. Dia bahkan membayangkan bisa menulis huruf seindah itu dan bertemu dengan budaya yang memiliki bahasa tersebut.
Karima pun berjanji akan belajar bahasa dan tulisan itu ketika kembali ke kampung halamannya. “Perjalanan ke Spanyol itu sebenarnya upaya saya mencari jawaban atas keraguan terhadap agama saya yang sudah lama saya pendam,” ujar Karima.
Setelah pulang dari tur di Eropa, Karima mendaftar ke Northwestern University. Dengan keinginan yang begitu besar akan sebuah bahasa, Karima mendaftar di kelas Bahasa Arab.
Karima pun langsung larut dengan pelajaran Bahasa Arab. Rasa ingin tahunya sangat tinggi, hingga sang dosen yang non-muslim dibuatnya heran.
Karima pun senang ketika mengerjakan tugas-tugas menulis huruf kaligrafi. Dia bahkan seringkali pinjam buku-buku dalam Bahasa Arab dari dosen hanya untuk melihat huruf-huruf Arab yang ada dalam buku itu.
Memasuki tahun kedua di universitas, Karima memutuskan untuk memilih bidang studi Timur Tengah. Dengan begitu dia bisa fokus pada satu kawasan saja.
“Di salah satu mata kuliahnya adalah belajar Alquran. Saya gembira bukan main,” kata Karima.
Satu malam dia membuka Alquran untuk mengerjakan PR. Heran campur takjub. Makin dia baca makin terasa nikmat dan sulit untuk berhenti membacanya.
Karima merasa Alquran seperti novel yang sangat indah, berisi semua jawaban dari keraguan dan kebingungannya selama ini.
Pada hari berikutnya, Karima bertanya pada dosennya siapa pengarang dari Alquran ini. Namun dosen Karima yang non-muslim itu mengatakan bahwa menurut Muslim, Alquran bukan karangan siapa-siapa. Alquran adalah firman Allah SWT dan tidak pernah berubah sejak diwahyukan, dibacakan dan kemudian ditranskripkan.
Mendengar itu, Karima makin terpesona dan takjub. Dia menjadi bersemangat tidak hanya mempelajari Alquran, tetapi juga Islam. Dia kemudian pergi ke Timur Tengah.
Di tahun terakhir kuliah, Karima mendapat kesempatan mengunjungi Mesir. Salah satu tempat favorit yang ingin dia lihat di sana adalah masjid.
Satu hari seorang teman menanyakan kenapa tidak masuk Islam saja kalau memang sudah sangat tertarik. “Tapi saya sudah jadi seorang muslim,” kata Karima.
Teman Karima terkejut mendengar jawaban itu. Bukan hanya dia, Karima sendiri juga terkejut dengan jawaban spontan yang keluar dari bibirnya. “Tapi kemudian saya sadari hal itu logis dan normal. Islam telah merasuk dalam jiwa saya.”
Temannya menyarankan agar lebih resmi masuk Islam sebaiknya pergi ke masjid dan menyatakan keislaman di hadapan jemaah di sana sebagai saksinya.
“Tanpa menunggu lama saya ikuti sarannya. Alhamdulillah, saya akhirnya bersyahadat. Sekarang saya banyak mempelajari Alquran. Ketika membuka Alquran saya merasa seperti telah menemukan keluarga lama yang hilang,” kata dia. (Ism)