Oleh: Asma Nadia
Seorang pria yang sedang berada di balik kemudi, marah besar menyaksikan kendaraan di depannya diam dan menimbulkan kemacetan. Hal yang membuatnya akan terlambat tiba di kantor.
Dengan wajah kesal, ia segera membuka kaca, bersiap mengumpat si pengemudi mobil. Tapi begitu kaca terbuka, lelaki ini tiba-tiba tersadar jika ia sedang berpuasa. Maka kembali kaca jendela mobil dinaikkan diiringi ucapan istighfar. Menarik napas dalam, memilih bersabar hingga lalu lintas kembali normal.
Di sebuah sekolah, seorang siswa yang kesulitan menghadapi ujian, berusaha meraih kertas contekan yang telah disiapkan di bawah meja. Akan tetapi, sebuah bisikan hati serta merta menghentikan usahanya. “Malu, //masak// lagi puasa nyontek!”
Siswa ini lalu mengerjakan ujian sampai selesai tanpa membuka-buka kertas yang sudah disiapkan, dan bertekad belajar lebih giat selama Ramadhan sehingga tak perlu menyontek.
Beberapa ibu berkumpul, berbincang akrab dan santai sambil menunggu anak-nak mereka yang masih kecil sekolah. Topik yang dibicarakan beragam, mulai dari film, sinetron religi, harga yang melambung naik, bisnis yang makin sulit, hingga merembet ke masalah personal orang lain. Seperti biasa, di antara mereka selalu saja ada bigos (biang gosip) yang memberi ‘info’ terbaru.
Akan tetapi, kali ini semua kompak saling mengingatkan. “Bulan puasa, nggak baik ngomongin orang!” Begitulah, selama bulan suci, mereka membatasi dan sebisanya menghindari gosip dalam obrolan.
Di sebuah kampus, sepasang muda-mudi yang selalu berdua selama pacaran, berkomitmen untuk memperjarang pertemuan selama bulan puasa. Malu, masa puasa-puasa pacaran? Keduanya pun memilih mengisi aktivitas masing-masing tanpa sering bertemu sekalipun di ruang publik. Seorang pejabat yang sering minta komisi dan jatah proyek, di bulan ramadhan memutuskan lebih sering di rumah atau masjid.
Baginya bulan puasa adalah bulan penyucian diri, sehingga ia tidak mau menerima bentuk sogokan atau korupsi apapun selama bulan puasa.
“Malu sama Yang di atas.” batinnya.
Contoh-contoh yang dihadirkan sejak awal tulisan, hanya sebagian kecil dari begitu banyak perubahan ke arah lebih baik, yang dilakukan umat seiring masuknya bulan Ramadhan.
Berbagai pihak berlomba melakukan kebaikan, berlomba untuk menyempurnakan diri dalam upaya menghomati bulan suci.
Tapi ada selipan hikmah penting dari fenomena di atas. Sekalipun judul resonansi kali ini adalah Kekuatan Ramadhan, sebenarnya tidak langsung membahas hal tersebut, melainkan betapa Ramadhan justru menunjukkan bahwa umat Islam sebenarnya kuat. Ramadhan memperlihatkan bahwa segala kelemahan, emosi, dan perilaku buruk yang selama ini dilakukan pada dasarnya adalah pilihan sendiri. Seseorang berbuat buruk bukan karena tidak mampu meninggalkan perbuatan tersebut, tapi memang memilih untuk melakukannya.
Seorang pecandu rokok, selalu mengatakan lidahnya asam jika tidak merokok. Ada juga yang bilang tanpa rokok mereka tidak bisa konsentrasi. Akan tetapi selama ramadhan, para perokok aktif ternyata bisa melakukan semua pekerjaan sama baiknya dengan hari biasa, meski tanpa rokok. Jadi, mereka sebenarnya memiliki kekuatan untuk meninggalkan kebiasaan buruk tersebut, hanya saja di luar ramadhan memilih untuk tidak melakukannya.
Pribadi yang mudah naik darah, terbukti bisa menahan diri selama berpuasa. Artinya, jika mau mereka punya kemampuan untuk itu. Sayang di bulan lain lebih banyak yang memilih kembali kalah dalam menahan emosi. Orang yang curang dan sering melakukan korupsi. sebenarnya bisa jujur. Tapi ia memutuskan meneruskan kebiasaan buruknya, begitu Ramadhan berakhir.
Ramadhan mengingatkan kita bahwa manusia adalah makhluk yang kuat. Benar-benar kuat dan punya kemampuan menjadi pemenang dalam berbagai situasi. Kuat menahan emosi. Kuat tidak melakukan kecurangan. Kuat untuk bertindak jujur. Akan tetapi, banyak di antara kita hanya mau menggunakan kekuatan tersebut saat Ramadhan dan memilih mengabaikan di sebelas bulan berikutnya.
Ramadhan adalah bulan latihan. Sebuah latihan tentu dianggap berhasil jika melahirkan akhlak dan perilaku konsisten, bahkan sesudah masa training berlalu. Dan berapa bilangan ramadhan telah kita lalui? Belasan, mungkin puluhan ramadhan telah menyapa kita. Bilangan ‘latihan’ dan kesempatan bertaubat yang Allah pertemukan kita dengannya. Sungguh bodoh dan meruginya manusia, yang tak kunjung menjadi lebih baik, bahkan masih mengulang dosa yang sama. Padahal mungkin saja ini Ramadhan terakhir kita.