Kenapa Nabi Muhammad Hijrah ke Negeri Madinah?

Hampir 13 tahun Nabi berdakwah di Mekah. Mengetuk hati penduduk Mekah untuk menerima Islam sebagai agama. Dari satu pintu ke pintu yang lain. Dari satu orang ke orang lain. Namun, dakwah Nabi tersebut juga belum membuahkan hasil yang positif.

Justru caci-maki, cemooh, dan hinaan yang diperoleh Nabi dari kaum pagan Mekah. Arogansi kaum Quraisy kian meningkat tatkala paman tercinta Nabi, Abu Thalib meninggal dunia. Orang yang senantiasa melindungi Nabi dan dakwahnya. Pun siksaaan terhadap Nabi dan sahabat lain meningkat ketika istri beliau, Khadijah berpulang ke hadirat Allah.

Eskalasi siksaan dan hinaan yang diterima kaum muslimin kian menjadi-jadi. Pada tahun ke 8 dan 10 kenabian, akhirnya Nabi berencana hijrah ke Thaif— sebuah kota dengan ketinggian 1.520  meterdari permukaan laut. Daerah Thaif sekitar 60-70 km ke arah timur laut Mekah. Thaif termasuk kota terbesar ketiga di Jazirah Arab; Mekah, Yastrib (Madinah), dan Thaif.

Sayang, harapan untuk hijrah ke Thaif tak membuahkan hasil. Kehadiran Nabi Muhammad tak diterima. Penolakan keras justru yang diterima Nabi dan sahabat lainnya. Penduduk Thaif dengan ganas melempar Nabi dengan bebatuan. Lemparan batu itu mengakibatkan pelipis Nabi berdarah.

Titik terang dakwah Nabi terjadi pada musim haji, kabilah Kharraj dan Aus—dua suku terbesar di Yastrib—, datang untuk melaksanakan haji ke Mekah.  Kabilah ini menjalin korespondensi dengan Nabi Muhammad. Hasil dari korespondensi ini berujung adanya Bait Aqabah I dan II. Perjanjian ini menjadi angin segar bagi dakwah Nabi. Pasalnya, warga Madinah banyak yang mendukung dakwah Nabi ini.

Tingginya animo masyarakat Madinah terhadap dakwah Nabi, membuat Rasulullah untuk mengirim Mush’ab bin Umair untuk menyebar luaskan Islam di Yastrib. Dan pada akhirnya, Nabi juga memutuskan untuk hijrah ke Yastrib. Hijrah ke Yastrib merupakan perintah Allah yang termaktub dalam Al-Qur’an, Q.S al Ankabūt/29;56;

          يَٰعِبَادِىَ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِنَّ أَرْضِى وَٰسِعَةٌ فَإِيَّٰىَ فَٱعْبُدُونِ

Yā ‘ibādiyallażīna āmanū inna arī wāsi’atun fa iyyāya fa’budn

Artinya: Hai hamba-hamba-Ku yang beriman, sesungguhnya bumi-Ku luas, maka sembahlah Aku saja

Lantas muncul persoalan, kenapa Nabi memilih Hijrah ke Madinah? Bukankah sebelumnya Nabi sempat mengirim sahabat Ja’far bin Abu Thalib hijrah ke Habasah (Etiopia). Dan juga sempat mengirim Usman bin Affan untuk mencari suaka politik dari raja Habsyah—raja yang Kristen. Apa rahasianya Nabi memutuskan hijrah ke Madinah?

Dalam buku Kearifan Syariat; Menguak Rasionalitas Syariat dari Perspektif Filosofis, Medis, dan Sosiohistoris, menyebutkan bahwa ada banyak alasan Nabi memutuskan untuk hijrah ke negeri Madinah. Pertama, karateristik penduduk Madinah yang solider dan mau menerima dakwah Nabi. Inilah tampaknya termasuk pertimbangan Nabi dalam melaksanakan hijrah.

Ajaran Islam yang komplit terkait muamalah, ekonomi, hukum, politik, dan ubudiyah mampu diterapkan di Madinah. Hal-hal ini yang dapat diperhatikan dalam kandungan yang tertuang dalam ayat-ayat Madaniyah. Sehingga peradaban Islam mampu terwujud dari Madinah. Kota yang subur dan penduduk yang ramah.

Kedua, karateristik penduduk Madinah. Karateristik penduduk Madinah terbilang penduduk yang tangkas, pemberani, kuat, mencintai kebebasan, serta konsisten dengan asas pembelaan harga diri. Masyarakat Madinah tidak mau tunduk pada perintah siapapun. Tidak pernah juga menyerahan hasil bumi mereka untuk penguasa sebagai jaminan keamananan.

Hasil bumi hanya diserahkan sebagai jamuan makan untuk tamu. Juga hasil bumi diserahkan dalam bentuk transaksi jual-beli. Di samping itu, karateristik penduduk Madinah yang memiliki tingkat solidaritas tinggi membuat sahabat Nabi yang hijrah menemukan saudara dan keluarga baru.

Ketiga, letak strategis kota Madinah. Letak geografis Yastrib (Madinah) terbilang sangat strategis. Pasalnya, daratan Yastrib didominasi oleh gurun pasir, pegunungan, vegatasi pohon kurma, dan pelbagai tanaman tebal. Wilayah ini banyak memiliki kebun kurma yang luas. Kondisi ini, mempersulit dan memperlemah musuh untuk menyerang Madinah.

Tak sampai di situ, wilayah Madinah sebelah Barat terdapat hirrah wabrah. Sedangkan pada sisi Timur terdapat hirrah waqim. Ada pun hirrah merujuk pada bebatuan hitam dan keras yang terbentuk dari aliran lahar gunung berapi. Medan lapangan ini sulit didahului oleh pejalan kaki dan juga kendaraan. Kondisi ini juga menjadi tempat strategis untuk pertahanan militer.

Keempat, Nabi Muhammad sebagai juru damai Madinah. Pasalnya sebelum Nabi hijrah ke Madinah, wilayah ini rawan konflik antar suku. Beberapa kali terjadi konflik antar suku yang berujung kematian. Suku Aus, Khazraj, dan Yahudi sering bertikai. Hingga membuat terjadi perang Buats—sekitar tahun ke lima kenabian.

Pada perjanjian Aqabah salah satu permintaan kabilah Khazraj adalah agar Nabi mau mengambil peran dalam mendamaikan suku yang berkonflik. Pasalnya, kabar tentang Nabi sebagai al Amin—terpercaya dan amanah—, tersebar hingga negeri Madinah. Dengan kedatangan Nabi Muhammad, maka pelbagai suku yang berkonflik menjadi damai.

BINCANG SYARIAH