Kesaksian Putra Syeikh Jibrin dalam Musibah di Mina 2015 (1)

Saat mendekat ke jalan 233, kepanikan dan kerumunan manusia kian menjadi-jadi. Manusia semakin banyak yang jatuh menjadi korban.

Musibah Mina pada haji tahun 2015 akibat berdesak-desakan masih menyisahkan kesedihan mendalam. Selain itu, sumber utama kejadian masih belum didapatkan karena pihak pemerintah Arab Saudi masih melakukan investigasi.

Meski demikian, sejumlah analisis dan kemungkinan datangnya musibah disampaikan berbagai kalangan. Salah satunya, adalah kesaksian Dr Abdurrahman Ibn Abdullah Al Jibrin, salah seorang putra Syeikh Abdullah bin Abdurrahman Al Jibrin, mantan anggota Hai’ah Kibar Ulama Arab Saudi.

Dr Abdurrahman adalah pengajar di Jurusan Syariah, Universitas Imam Muhammad Ibn Saud di Riyadh, Saudi, yang tahun ini melaksanakan ibadah haji di mana rombongannya, bertepatan di lokasi kejadian. Dr Abdurrahman juga pembina di Yayasan Sosial Abdullah Ibn Jibrin.

Kisah ini merupakan penuturannya yang sampai ke teman terdekatnya, Doktor Abdullah az-Zaidi, dan secara viral sampai ke mahasiswa Indonesia di Saudi hingga sampai ke Indonesia. Inilah kisahnya:

****

Saudara-saudaraku tercinta, segala puji bagi Allah atas keselamatanku. Ibadah haji taun 2015 ini bukanlah yang pertama aku laksanakan, tapi ia nyaris menjadi yang terakhir bagiku.

Aku berada di tengah-tengah kerumunan manusia yang menyebabkan kematian ratusan orang jamaah haji dan ratusan lainnya yang terluka.

Tulisan ini bukanlah berita pernyataan layaknya yang dipublish oleh media-media. sebab aku bukanlah wartawan seperti mereka.

Ia bukan pula aduan, sebab aku tahu persis bagaimana kesungguhan para pemimpin negeri ini dalam menjaga keselamatan jamaah haji. Sebagaimana aku sangat tahu tentang usaha luar biasa yang dikerahkan oleh petugas keamanan di setiap lokasi-lokasi haji.

Namun ia adalah kesaksian langsung di tengah peristiwa menyedihkan tersebut, semoga bisa bermanfaat bagi para penanggung jawab dalam meretas persoalan dan menjelaskan kejadian sebenarnya.

Insiden terjadi di jalan 204, titik saling dorong dan desak-desakan jamaah haji dimulai dari persimpangannya dengan jalan 219 hingga ke jembatan (jalan layang) Raja Khalid. Aku tinggalkan supir bis di atas jembatan Raja Abdullah, lalu menyusuri jalan Raja Fahd di Mina ke arah jamarat (lokasi pelontaran). Awalnya aku ingin melempar jumrah dari lantai dasar, untuk itu aku memilih jalan yang terletak di tengah-tengah Mina dan mulai menyusurinya, karena jalan Raja Fahd berada di dekat gunung.

Saya tiba di jalan 204 melalui jalan 225, sebelum tiba di sana, saya saksikan lautan manusia di sana menghampiri layaknya sebuah gelombang besar. Seketika, ada dorongan untuk mundur saja, namun aku juga tahu tabiat jalan-jalan di hari raya.

Akhirnya aku putuskan melanjutkan perjalanan, dengan segala resiko dan kesulitan yang kutemui sejak awal. Satu persatu jamaah haji mulai terlihat tumbang, terutama yang sudah lanjut usia. Selain karena faktor desak-desakan, korban juga banyak berasal dari jamaah pengguna kursi roda.

Saat mendekat ke jalan 233, kepanikan dan kerumunan manusia kian menjadi-jadi. Manusia semakin banyak yang jatuh menjadi korban. Aku sempat melihat ada sebuah mobil di tengah kerumunan manusia, (menurutku) inilah salah satu penyebab keadaan bertambah padat dan melelahkan.

Sebagian jamaah haji yang masuk memotong dari jalan 233 ke jalan 204, ini pula yang menjadikan perkara kian rumit dari masalah yang sudah ada. Di titik tersebut aku melihat para jamaah haji semakin banyak yang jatuh.

Saling dorong dan saling injak antar jamaah haji tak bisa terelakkan lagi. Suara teriakan minta tolong terdengar dari segala penjuru, terutama dari jamaah yang lanjut usia dan para wanita.

Di antara mereka mencoba bergelantungan di dinding-dinding kemah yang ada. Masing-masing berusaha menyelamatkan diri dengan memanjat ke atas kemah. Akupun mencoba sekuat tenaga untuk keluar dari kerumunan manusia, tak terasa kain atasku (rida) sampai terjatuh.

Akhirnya aku keluar menuju jalan 204 tetapi keramaian kian menjadi. Pemandangan ratusan manusia saling injak, saling dorong terus berlangsung. Aku sendiri berkali-kali hampir terjatuh karenanya.

Aku mencoba memasuki beberapa kemah yang ada, tetapi para petugas keamanan melarang jamaah haji untuk masuk, lagi-lagi (menurutku) hal ini kian memperburuk keadaan. Usahaku memasuki kemah sudah klimaks, aku berjalan menuju ke sebuah kemah terdekat.

Qaddarallah, saat itu petugas keamanan sedang lalai dan tidak memperhatikan. Akupun berhasil lolos masuk ke dalam kemah tersebut.*/Masykur Abu Jaulah