Dalam Al-Qur’an Q.S Abasa [42] ayat 1-16, Allah menegur Nabi Muhammad karena mengacuhkan dan memalingkan wajahnya dari Abdullah bin Ummi Maktum, seorang sahabat yang tunanetra. Nah berikut kisah lengkapnya tentang ketika Rasulullah ditegur Allah sebab mengabaikan sahabat tunanetra.
Profesor Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Misbah menerangkan, peristiwa ini terjadi ketika Nabi Muhammad sedang sibuk menjelaskan Islam kepada tokoh-tokoh kaum musyrikin Makkah, al-Walîd Ibn al-Mughîrah dengan harapan mereka bisa memeluk Islam.
Dalam pertemuan itu, Nabi Muhammad berharap ajakannya dapat menyentuh hati dan pikiran mereka sehingga mereka bersedia memeluk Islam dan ini tentu saja akan membawa dampak positif bagi perkembangan dakwah Islam.
Saat-saat itulah datang ‘Abdullâh Ibn Ummi Maktûm ra. yang rupanya tidak mengetahui kesibukan penting Nabi itu lalu menyela pembicaraan Nabi saw. memohon agar diajarkan kepada-Nya apa yang telah diajarkan Allah kepada Nabi saw.
Ini, menurut riwayat, diucapkannya berkali-kali. Sikap ‘Abdullâh ini tidak berkenan di hati Nabi saw.—namun beliau tidak menegur apalagi menghardiknya—hanya saja tampak pada air muka beliau rasa tidak senang. Maka, turunlah ayat di atas menegur Nabi Muhammad SAW.
Setelah ditegur oleh Allah, Nabi Muhammad segera meminta maaf kepada Abdullah bin Ummi Maktum. kemudian, mengutip kata Al-Al-Wâhidî dalam Tafsir al-Basith, bila ‘Abdullâh Ibn Ummi Maktûm ra. datang, Nabi saw. menyambutnya dengan ucapan: “Marhaban (selamat datang) wahai siapa yang aku ditegur “karena ia” oleh Tuhanku.
Terkait teguran Allah itu, menurut Sayyid Quthub, kecaman itu ditujukan kepada Nabi Muhammad saw., menulis bahwa redaksi berbentuk persona ketiga itu mengesankan bahwa persoalan yang sedang dibicarakan ayat di atas—yakni kasus mengabaikan sang tunanetra— sedemikian buruk di sisi Allah sampai-sampai Dia enggan mengarahkan pembicaraan kepada Nabi-Nya dan kekasih-Nya—karena kasih dan rahmat-Nya kepada beliau serta penghormatan kepadanya untuk tidak diarahkan kepada beliau hal yang buruk itu. Nanti setelah ditutup kasus yang menjadi sebab teguran itu, baru Allah mengarah kepada Nabi Muhammad dalam bentuk persona kedua (ayat 3 dan seterusnya).
Pandangan berbeda di katakan oleh al-Biqa’i—Rasulullah ditegur Allah sebab mengabaikan sahabat tunanetra—, penyebutan kata عَبَسَ (‘abasa) dalam bentuk persona ketiga, tidak secara langsung menunjuk Nabi Muhammad SAW, ini mengisyaratkan betapa halus teguran ini dan betapa Allah pun—dalam mendidik Nabi-Nya—tidak menuding Rasulullah atau secara tegas mempersalahkannya.
Dalam konteks modern, kisah ini juga mengingatkan kita untuk selalu bersikap ramah dan terbuka kepada orang-orang yang memiliki disabilitas.