SEMUA orang tua berkeinginan memiliki anak yang normal, ganteng/cantik, sehat lahir batin dan cerdas. Tak terkecuali pasangan muda ini yang sama-sama merupakan anak tunggal dari keluarga kaya di daerahnya.
Ternyata, anak ketiga yang terlahir dari pasangan ini mengalami gangguan kecerdasan yang banyak disebut oleh orang sekitar sebagai idiot. Orang tuanya sesungguhnya menerima garis nasib ini walau dengan hati sedih. Sang kakeklah yang tetap tak bisa menerima takdir ini dan terus merasa terhina.
Saat anak ini berusia 7 tahun, langsung saja dikirim dan dititipkan ke sebuah pondok pesantren. Perbincangan tentang anak ini menjadi reda setelah sudah 4 tahun anak ini mondok dan tidak pulang-pulang. Kakek merasa senang. Minimal, melupakan kegelisahannya selama ini.
Setahun sekali orang tuanya menjenguknya ke pondok untuk membayar biaya tahunan yang harus dibayarkannya. Orang tuanya tak banyak bertanya tentang perkembangan otak si anak melainkan cuma melihat perkembangan fisiknya saja. Memang ada tipe orang kaya yang setiap waktunya hanya bicara materi. Pengasuh tak banyak cerita, anaknya pun tak banyak bicara.
Sudah 7 tahun si anak idiot ini mondok dan tidak pulang-pulang. Namun terpaksa kini harus pulang karena si kakek sedang sekarat. Semua anak cucu sudah berkumpul menunggu nafas terakhir si kakek keluar. Banyak yang nangis, ada juga sebagian cucunya yang mengambil surat Yasin terjemahan untuk dibaca terjemahannya. Bisa dimaklumi, mereka tak pernah dekat dengan langgar dan mushalla apalagi masjid. Tapi mereka mendengar berita bahwa orang yang akan meninggal adalah baik kalau dibacakan ayat al-Qur’an.
Sang kakek terengah engah melawan rasa sakitnya. Lalu tibalah cucunya yang idiot itu dari pondoknya. Sang cucu yang lama tak terlihat oleh kakek ini lalu dituntun orang tuanya mendekat ke kakeknya.
Sang kakek terkejut, kaget, tersentak dan haru melihat cucunya yang datang berkopiah putih sambil tersenyum. Diciumnya kening sang kakek setelah mencium tangan sang kakek. Cucu yang satu ini lalu teteskan air mata dan membacakan ayat-ayat al-Qur’an tanpa memegang kitab al-Qur’an di samping telinga kakeknya.
Siapa yang tidak terkesima? Semua bisik-bisik berbincang “anak idiot kok bisa ngaji?”. Ustadz pondok yang mengantarkan anak ini bercerita bahwa Mas Iman, nama anak ini, sudah hapal 14 juz 5 halaman. Anak ini memang tak bisa membaca huruf, tapi masih bisa menghapal suara. Subhanallaah.
Sang kakek menangis tersedu-sedu. Seakan ada penyesalan berat di dadanya. Sang kakek lalu tersenyum bangga dan kemudian menangis lagi. Dipeluknya cucu idiot yang satu ini. Dipeluknya erat-erat sambil diciumnya seakan tak ingin lagi menjauh atau terpisah. Semua famili dan handai taulan terkejut, haru, dan terkesima.
Terlihat si kakek membisikkan sesuatu kepada cucu yang idiot ini. Sang cucu tertunduk diam. Ada yang khawatir ini adalah wasiat terakhir. Ada yang lebih khawatir kalau wasiat ini adalah urusan pemasrahan kerajaan bisnis si kakek kepada cucunya yang satu ini. Tahukah apa kira-kira kalimat yang kakdk bisikkan kepada sang cucu? Ternyata setelah bisik-bisik itu sang kakek menghembuskan nafas terakhir dalam pangkuan cinta cucu yang terusir karena idiot ini.
Saya bersyukur mendapatkan kisah ini dari keluarga besar si kakek. Saya bersyukur bisa mengambil hikmah dari seorang anak yang dianggap idiot ini. Saya bersyukur mengetahui apa yang menjadi pikiran orang kaya saat bertarung melawan kematian. Salam, AIM, Pengasuh Pondok Pesantren Kota Alif Laam Miim Surabaya. [*]