Kisah tentang kelembutan hati para salaf saat membaca dan mendengarkan lantuan Alquran banyak menghiasi lembaran sejarah. Ayat-ayat indah Alquran mampu menaklukkan hati Umar bin Khatab yang dikenal dengan karakter yang keras. Tak hanya tokoh yang berjuluk al-Faruq itu, menurut catatan Dr Abdurrahman Ra’at Basya dalam bukunya, Mereka adalah Para Tabiin, kedahsyatan Alquran mampu menjadi “bius” bagi Rufai bin Mihraan.
Tokoh yang berjuluk Abu al-Aliyah itu menggunakan bacaan Alquran saat hendak menjalani operasi akibat luka dalam perang. Kisah itu berawal ketika Rufai hendak turut serta berjihad. Seperti biasanya, segala persiapan dan perbekalan telah direncanakan dengan baik. Ia mengikat semuanya di atas kendaraannya.
Namun, tanpa ia sadari, tatkala terbit waktu subuh, terdapat luka yang parah pada salah satu telapak kakinya. Kemudian, rasa sakit tersebut semakin bertambah sedikit demi sedikit. Seorang dokter yang menjenguknya memvonis sosok berdarah Persia itu terkena penyakit aklah. Penyakit yang akan mematikan sel-sel dan merambat sedikit demi sedikit hingga mengenai seluruh tubuh. Kemudian, sang tabib tersebut meminta persetujuannya untuk memotong kakinya hingga setengah betis, maka beliau pun menyetujuinya.
Sang tabib menyiapkan perlengkapan amputasi, pisau untuk menyayat daging, dan gergaji untuk memotong tulang. Kemudian tabib berkata, “Maukah Anda minum bius agar Anda tidak merasa kesakitan tatkala disayat dan dipotong kakinya?”
Rufai menjawab, “Bolehkah engkau carikan yang lebih baik ketimbang solusi bius itu?” Tabib bertanya, “Apa itu?”
“Carilah untukku seorang qari yang membacakan Alquran, mintalah dia membacakan untukku ayat-ayat yang mudah dan jelas. Jika kalian melihat wajahku telah memerah, pandanganku mengarah ke langit, maka berbuatlah sesukamu,” ujar Rufai. Mereka pun melaksanakan permintaan tersebut dan memotong kakinya.
Tatkala selesai amputasi, tabib berkata kepada Abu al-Aliyah, “Seakan Anda tidak merasakan sakit tatkala diamputasi.” Lalu beliau menjawab, “Karena saya tersibukkan oleh sejuknya kecintaan kepada Allah, merasakan kelezatan apa yang aku dengar dari Alquran sehingga melupakan panasnya gergaji.”
Di saat itulah, Rufai memegang kaki yang telah diamputasi dengan tangannya, sembari memandangi kaki tersebut, Rufai bergumam, “Jika aku bertemu dengan Rabb-ku pada hari kiamat nanti dan bertanya apakah aku telah berjalan dengan engkau (kaki yang telah dipotong) ke tempat yang haram sejak 40 tahun, atau aku telah berjalan denganmu pada tempat yang tidak diperbolehkan? Niscaya aku akan menjawab, ‘Belum pernah’ dan aku jujur terhadap kata-kataku, insya Allah.”
Setelah itu, karena ketakwaan Abu al-Aliyah dan karena merasa dekatnya dengan hari kiamat serta persiapannya bertemu dengan Rabb-nya, ia telah menyiapkan kain kafan untuk dirinya.
Kain tersebut dipakai sebulan sekali lalu disimpan di tempat semula, begitu terus secara rutin. Dalam catatan riwayatnya selama hidup, ia telah berwasiat 17 kali, padahal masih dalam keadaan sehat dan segar dengan memberikan batasan pada masing-masing wasiat. Jika batasan waktu telah habis ia melihatnya lagi, mungkin beliau menggantinya atau mengundurkannya. Rutinitas ini ia lakukan sepanjang hidup, hingga ajal menjemputnya pada Syawal 93 Hijriyah.