Hari-hari berlalu, Rajit pun semakin dekat dengan lelaki yang berbudi luhur itu. Hari demi hari Rajit semakin dekat juga dengannya sehingga rasa cinta kepadanya benar-benar menguasai segenap perasaannya.
Asmar pun makin terbuka kepadanya dan selalu menjawab pertanyaan apa pun darinya yang banyak sekali.
Asmar mengetahui bahwa temannya yang dari India ini cukup cerdas dan bisa berpikir dengan teratur, dia gemar berdiskusi dan bertanya jawab. Oleh karena itu, mulailah dia setiap hari menyusun dalam pikirannya suatu topik pembicaraan yang akan dia jadikan bahan diskusi.
Akhirnya Rajit menyimpulkan sendiri kekeliruan keyakinannya. Kini dia kebingungan dan bertanya-tanya dan dengan kerinduan yang memuncak, dia ingin mengetahui kebenaran.
Cara berdiskusi Asmar itu mengajaknya beralih dari satu ke lain topik pembicaraan, agar lawan bicaranya bisa menyimpulkan dan mengetahui kebenaran dengan sendirinya.
Hampir 25 hari berlalu sejak diskusi dimulai, pembicaraan di antara kedua insan itu terus berjalan dalam berbagai topik.
Pada suatu hari, saat keduanya berdiskusi, tiba-tiba Rajit itu berlinang air mata, kemudian berdiri tegak, lalu sambil menangis dia mengakui keesaan Tuhan Yang Maha Esa, Yang Mahatunggal, Tuhan Tempat bergantung.
Rajit mengucapkan dua kalimat syahadat sekeras-kerasnya. Dia ucapkan kedua kalimat itu berkali-kali, kemudian dia ucapkan,
“Astaghfirullah, astaghfirullah! Alangkah ruginya aku selama ini membuang-buang umurku dalam kebingungan dan kesesatan.”
Seluruh penghuni penjara kaget, lalu mereka berkumpul untuk mengetahui peristiwa yang mengejutkan itu. Mereka bertanya kepada Asmar,
“Apa yang telah kamu lakukan kepadanya? Apa yang terjadi dengannya? Apakah dia kesurupan?”
Asmar lantas menjawab,
“Tidak, tetapi iman telah merasuk dalam hatinya. Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Yang telah menunjukinya kepada Islam, dan tidak menjadikannya bahan bakar api neraka. Ayolah, kalian ucapkan selamat kepadanya. Dia sekarang menjadi saudara kalian dalam Islam.”
Serentak sekelompok penghuni penjara itu bangkit, lalu menjabat tangan orang yang baru masuk Islam itu dan mengucapkan selamat kepadanya atas keislamannya.
Semenjak itu, Rajit menanyakan tentang hukum-hukum Islam dengan gencar, khususnya tentang shalat. Dia juga meminta beberapa buku kecil untuk mengenal Islam. Itu semua diberikan kepadanya.
Rajit terkadang menampakkan penyesalannya dan bertanya-tanya, kenapa pada sebagian kaum muslimin terjadi paradoks antara ajaran-ajaran Islam yang mereka yakini dengan kenyataan hidup mereka?