Hadits Rasulullah Tentang Pentingnya Mengingat Kematian

Setiap yang hidup pasti akan mati karena tidak ada sesuatu yang abadi di dunia ini. Begitu pula dengan jiwa manusia yang kelak akan diambil oleh Allah SWT sebagai Sang Pencipta.

Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an surat Ali Imran ayat 185: “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati.” dan Al-Qur’an surat Al-Qasas ayat 88: “Tiap-tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Allah.”

Meskipun menjadi hal yang mutlak, namun kematian adalah sebuah misteri. Tidak ada seorangpun di dunia ini yang mengetahui kapan dan dengan cara bagaimana kematiannya sendiri. Hanya Allah SWT yang Maha Mengetahui.

Rasulullah SAW, sebagai salah satu Nabi utusan Allah menasihati umatnya agar senantiasa mengingat kematian melalui banyak hadits. Dikutip dari Dr. Raghib As-Sirjani dalam bukunya Nabi Sang Penyayang, Ummu Salamah RA pernah meriwayatkan bahwa ia pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda,

“Tiada seorang muslim yang tertimpa musibah, kemudian ia mengucapkan apa yang telah diperintah oleh Allah, innalillahi wa inna ilaihi raji’un (kita berasal dari Allah dan kepada-Nya pula kita akan kembali).

Ya Allah berilah aku pahala atas musibah ini dan berikanlah aku pengganti yang lebih baik daripadanya, kecuali Allah akan memberikan pengganti yang lebih baik untuknya.” (Dari Shahih Muslim; Kitab Al-Jana’iz, Bab Ma Yuqal Inda Al-Mushibah (918); Sunan Abu Dawud.)

Kematian dalam Pandangan Islam

Salah satu ayat Al-Qur’an yang membahas tentang kematian ada dalam Al-Qur’an Surat An-Nisa ayat 78. Allah SWT berfirman:

اَيْنَمَا تَكُوْنُوْا يُدْرِكْكُّمُ الْمَوْتُ وَلَوْ كُنْتُمْ فِيْ بُرُوْجٍ مُّشَيَّدَةٍ ۗ وَاِنْ تُصِبْهُمْ حَسَنَةٌ يَّقُوْلُوْا هٰذِهٖ مِنْ عِنْدِ اللّٰهِ ۚ وَاِنْ تُصِبْهُمْ سَيِّئَةٌ يَّقُوْلُوْا هٰذِهٖ مِنْ عِنْدِكَ ۗ قُلْ كُلٌّ مِّنْ عِنْدِ اللّٰهِ ۗ فَمَالِ هٰٓؤُلَاۤءِ الْقَوْمِ لَا يَكَادُوْنَ يَفْقَهُوْنَ حَدِيْثًا

Artinya: Di mana pun kamu berada, kematian akan mendatangimu, meskipun kamu berada dalam benteng yang kukuh. Jika mereka (orang-orang munafik) memperoleh suatu kebaikan, mereka berkata, “Ini dari sisi Allah” dan jika mereka ditimpa suatu keburukan, mereka berkata, “Ini dari engkau (Nabi Muhammad).” Katakanlah, “Semuanya (datang) dari sisi Allah.” Mengapa orang-orang itu hampir tidak memahami pembicaraan?

Tafsir dari ayat tersebut adalah sebagaimana hadits berikut ini, yakni bagi orang yang bertakwa kematian bukan sebagai bencana melainkan istirahat, berbeda dengan orang yang ingkar.

موت الفجأة راحة للمؤمن وأخذة أسف للكافر

Artinya: “Kematian mendadak adalah istirahat bagi mukmin dan penyesalan bagi orang kafir.” (HR. Ahmad).

Sementara itu, Nabi Muhammad juga mengatakan bahwa sebaik-baik orang beriman adalah ia yang senantiasa mengingat kematian. Sebagaimana diriwayatkan oleh Abudullah bin Umar RA:

عَنِ ابْنِ عُمَرَ رضي الله عنهما أَنَّهُ قَالَ: كُنْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَجَاءَهُ رَجُلٌ مِنَ الأَنْصَارِ فَسَلَّمَ عَلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- ثُمَّ قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ الْمُؤْمِنِينَ أَفْضَلُ قَالَ: «أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا» قَالَ فَأَىُّ الْمُؤْمِنِينَ أَكْيَسُ قَالَ: «أَكْثَرُهُمْ لِلْمَوْتِ ذِكْرًا وَأَحْسَنُهُمْ لِمَا بَعْدَهُ اسْتِعْدَادًا أُولَئِكَ الأَكْيَاسُ»

Artinya: “Abdullah bin Umar radhiyallahu ‘anhuma bercerita: Aku pernah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu datang seorang lelaki dari kaum Anshar mengucapkan salam kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam lalu bertanya: Wahai Rasulullah, orang beriman manakah yang paling terbaik?

Beliau menjawab: Yang paling baik akhlaknya, orang ini bertanya lagi: Lalu orang beriman manakah yang paling berakal (cerdas)?, Beliau menjawab: Yang paling banyak mengingat kematian dan paling baik persiapannya setelah kematian, merekalah yang berakal.” (HR. Ibnu Majah).
Hadits Rasulullah Tentang Pentingnya Mengingat Kematian

Dikutip dari buku Filsafat Kematian yang ditulis oleh Dr. Muhammad Abdurrahim Az-Zaini, Rasulullah bersabda bahwa ketika kita meninggal semua amalan akan terputus kecuali tiga hal. Berikut ini hadits lengkapnya:

وَقَالَ عَلَيْهِ السَّلَامُ: {إذَا مَاتَ ابْنَ آدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إلاّ مِنْ ثَلَاثٍ: صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يَنْتَفِعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ} يَدْعُوْ لَهُ.

Artinya: Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda: “Jika manusia itu meninggal dunia, maka terputus amalnya kecuali tiga hal, shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak yang saleh yang mendoakannya,” (HR Al-Bukhari, Muslim, Abu Daud, At-Tirmidzi, An-Nasa’i).

Adapun dalam riwayat yang lain, Rasulullah mengingatkan umatnya untuk senantiasa melakukan perbuatan baik dan menjalani hari-hari selama hidup dengan penuh semangat dan memanfaatkan kesempatan sebaik-baiknya.

وَقَالَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ: {كُنْ فِى الدُّنْيَا كَأنَّكَ غَرِيْبٌ أَوْعَابِر سَبِيْلٍ وَعُدَّ نَفْسَكَ مِنْ أَهْلِ الْقُبُوْرِ}

Artinya: Dari Ibnu ‘Umar RA, Rasulullah SAW bersabda: “Jadilah di dunia seperti kamu mengembara atau berjuang di jalan Allah dan anggaplah dirimu (termasuk) dari ahli kubur,” (HR Ahmad, Abu Daud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah).

Dalam riwayat berikut ini, Rasulullah juga menasihati umatnya agar tidak berorientasi pada kehidupan di dunia karena segala harta dan materi yang dimiliki semata-mata hanya titipan Allah.

Hadits berikut ini seakan menjadi ‘sentilan’ sekaligus pengingat bahwa ketika masih hidup, harta adalah hal yang sangat penting akan tetapi baik ketika masih hidup maupun telah meninggal, amalan yang kita perbuat adalah hal yang lebih penting.

وَقَالَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ: {إِذَا مَاتَ الْمَيِّتُ تَقُوْلُ الْمَلاَئِكَةُ مَا قَدَّمَ وَيَقُوْلُ النَّاسُ مَا خَلَّفَ}

Artinya: Dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda: “Jika ada orang yang meninggal dunia, maka malaikat berkata apa yang telah lalu (amal), sedangkan manusia membicarakan apa yang ia tinggalkan (warisan),” (HR Baihaqi).

Demikian deretan hadits Rasulullah SAW tentang pentingnya mengingat kematian. Semoga dapat memberikan manfaat dan pelajaran bagi kita semua.

sumber: DETIKHIKMAH

Perhatikan Batas Usia dengan Mengingat Kematian

DI antara perkara yang dapat mendorong seseorang untuk beramal dan bersemangat adalah menyaksikan orang-orang yang sedang menghadapi sakaratul maut. Bisa jadi pengaruhnya akan membekas pada diri seseorang sampai ia meninggal dunia.

Suatu ketika, Hasan Al Bashri, seorang ulama pada masa kekhalifahan Umayyah, menjenguk seseorang yang sedang sakit. Didapati orang tersebut sedang menghadapi sakaratul maut. Secara langsung Hasan menyaksikan kesulitan dan derita yang dialami orang itu. Kemudian Hasan Al- Bashri pulang kepada keluarganya dengan raut muka yang berbeda saat ia keluar rumah meninggalkan mereka. Oleh karenanya mereka bertanya kepadanya, “Apakah engkau ingin makan? Semoga Allah Subhanahu Wataala memberi rahmat kepadamu.”

Imam Hasan Al-Bashri menjawab, “Wahai keluargaku, ambilah makanan dan minuman! Demi Allah, sesungguhnya aku telah melihat kematian, aku akan terus beribadah hingga bertemu dengan-Nya.” (dinukil dari At-Tadzkirah fi Ahwalil Mauta wa Umuuri Akhirat karya Imam Al-Qurthubi). Sementara Umar bin Abdul Aziz punya cara unik untuk selalu mengingat kematian. Biasanya secara rutin Umar bin Abdul Aziz mengumpulkan para fukaha setiap malam untuk mengingat kematian, kemudian mereka menangis seolah-olah di hadapan mereka ada jenazah.

Ziarah kubur juga termasuk hal yang dapat mengingatkan kita pada akhirat (termasuk di dalamnya kematian, sebagai pintu menuju akhirat), sebagaimana sabda Nabi Shallallahu alaihi Wassalam: “Dahulu aku melarang kalian berziarah kubur, namun sekarang berziarahlah, karena hal itu akan menjadikan sikap hati-hati di dunia dan akan dapat mengingatkan pada akhirat.” (Riwayat Ahmad)

Pada akhir tulisan, marilah kita renungi Hadis Rasulullah berikut ini, “Orang yang paling banyak mengingat kematian dan paling siap menghadapinya. Mereka itulah orang-orang cerdas. Mereka pergi dengan membawa kemuliaan dunia dan kemuliaan akhirat.” (Riwayat Ibnu Majah) [hidayatullah]

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2363063/perhatikan-batas-usia-dengan-mengingat-kematian#sthash.1GGrEEpR.dpuf

Ringankan Hidup dengan Mengingat Kematian

CUKUPLAH kematian sebagai pelembut hati, pengucur air mata, pemisah dengan keluarga dan sahabat, pemutus angan-angan.

Mengingat kematian, mendampingi orang yang menghadapi sakratul maut, mengantar jenazah, mengingat gelap dan beratnya siksa kuburan niscaya akan membangunkan jiwa kita dari tidurnya, menyadari kelalaiannya, membangkitkan semangatnya, menggelorakan nilai perjuangannya dan mengembalikannya segera kepada Allah.

Allah berfirman: “setiap jiwa pasti akan merasakan kematian.” AL Hasan berkata: “Kematian telah menelanjangi dunia sehingga tidak menyisakan kegembiraan bagi orang yang berakal”

Orang yang banyak mengingat kematian akan ringan baginya semua kesulitan hidup. Orang yang banyak mengingat kematian akan dimuliakan dengan tiga hal: segera bertaubat, ketenangan hati dan semangat ibadah.

Suatu hari Ibnu Muthi melihat rumahnya, dia terkesima dengan keindahannya lalu dia menangis seraya berkata: “Kalau tidak karena kematian niscaya aku akan gembira denganmu”.

Ibnu Munkadir berkata tentang seseorang yang sering ziarah kubur: “Orang ini menggerakkan hatinya dengan mengingat kematian.” Karenanya Rasulullah selalu mengajak para sahabat untuk memperbanyak mengingat kematian, dengan mengingat mati akan melapangkan dada, menambah ketinggian frekuensi ibadah.

Anas bin Malik radhiyallahu anhu berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:”Perbanyaklah mengingat pemutus kelezatan, yaitu kematian, karena sesungguhnya tidaklah seseorang mengingatnya ketika dalam keadaan kesempitan hidup, melainkan dia akan melapangkannya, dan tidaklah seseorang mengingatnya ketika dalam keadaan lapang, melainkan dia akan menyempitkannya.” (HR. Ibnu HIbban dan dishahihkan oleh Al Bani di dalam kitab Shahih Al Jami)

Ibnu Umar radhiyallahu anhuma pernah berkata, “Aku pernah menghadap Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sebagai orang ke-sepuluh yang datang, lalu salah seorang dari kaum Anshor berdiri seraya berkata, “Wahai Nabi Allah, siapakah manusia yang paling cerdik dan paling tegas?” Beliau menjawab, “(adalah) Mereka yang paling banyak mengingat kematian dan paling siap menghadapinya. Mereka itulah manusia-manusia cerdas; mereka pergi (mati) dengan harga diri dunia dan kemuliaan akhirat.” (HR. Ath-Thabrani, dishahihkan al-Mundziri). [Ustaz Didik Hariyanto]

 

 

– See more at: http://mozaik.inilah.com/read/detail/2320524/ringankan-hidup-dengan-mengingat-kematian#sthash.rZQa9AaP.dpuf