Kenapa Mengucapkan Selamat Natal selalu Menjadi Polemik Akhir Tahun?

Bulan Desember adalah bulan datangnya debat hukum Selamat Natal bagi umat Islam. Seakan tidak pernah ada kata putus untuk berhenti mempersoalkan itu. Postingan tulisan, gambar dan video dimarakkan untuk menyemarakkan pro kontra ucapan Selamat Natal. Seolah memang negeri ini belum siap serratus persen untuk menghadapi perbedaan yang sesungguhnya.

Beberapa waktu yang lalu heboh Surat Edaran yang dikeluarkan Kanwil Kemenag Sulawesi Selatan tentang Pemasangan Spanduk Ucapan Natal dan Tahun Baru. Beberapa kalangan meminta Menteri untuk mencopot pejabat yang bersangkutan. Namun, sebagian lain mendukungnya karena Kementerian Agama bukan Kementerian Islam, tetapi sebagai representasi negara yang mengurusi dan melayani semua agama.

Jika negara representasi negara seperti kementerian dan Lembaga tertentu mengucapkan selamat natal dan tahun baru di mana letak persoalannya? Apalagi Kementerian Agama yang melayani semua agama di Indonesia, kenapa Surat Edaran yang bertujuan menjalin kerukunan dan persaudaraan lintas agama menjadi polemik? Betapa lucunya masyarakat negeri ini.

Persoalan mengucapkan Selamat Hari Natal menjadi polemik dan selalu menuai pro kontra karena memang tidak ada dalil tegas yang eksplisit yang membolehkan dan melarangnya. Semua produk hukum yang datang untuk menjustifikasi halal dan haram berangkat dari dalil umum yang melibatkan ijtihad ulama. Karena persoalan ijtihad, status hukum mengucapkan selamat hari natal adalah khilafiyah. Persoalan furu’ tidak boleh menggangu persoalan pokok yakni kerukunan antar agama.

Apa sebenarnya yang ditakutkan oleh kita untuk mengucapkan Selamat Hari Natal? Apakah tergadainya akidah atau seolah pembenaran terhadap akidah orang lain? Ucapan selamat adalah ekspresi berbagi rasa bahagia dan apreasiasi terhadap mereka yang merayakan, bukan persoalan akidah dan keyakinan. Mengucapkan juga menyerupai dan ingin sama dengan tradisi dan ajaran mereka. Betapa tipisnya iman kita untuk khawatir tertukar iman.

Karena persoalan khilafiyah, ulama pun berbeda pendapat yang terbagi dari dua kutub. Ulama yang mengharamkan selamat Natal adalah Syaikh bin Baz, Syaikh Ibnu Utsaimin, Syaikh Ibrahim bin Ja’far, Syaikh Ja’far al Thalhawi, dan beberapa ulama yang lain. Ikutilah pendapat ini bagi anda yang takut tertukar iman Ketika mengucapkan selamat natal. Tetapi jangan pula menyalahkan apalagi menyesatkan bagi yang mengucapkan.

Ulama yang membolehkan mengucapkan selamat Natal diantaranya adalah Syaikh Yusuf al Qardhawi, Syaikh Ali Jum’ah, Syaikh Musthafa Zarqa, Syaikh Nasr Farid Washil, Syaikh Abdullah bin Bayyah, Syaikh Ishom Talimah, Majelis Fatwa Mesir, Majelis Fatwa Eropa dan sebagainya. Ikutilah pendapat ulama ini bagi anda yang merasa tidak akan tertukar iman dan mempunyai tujuan merawat persaudaraan dan kerukunan. Tetapi tanpa pula menghina mereka yang melarang ucapan selamat natal.

Indonesia dengan masyarakat yang beragam sudah terbiasa dengan perbedaan. Fakta empiris di lapangan di kampung yang penuh dengan keragaman, tidak hanya persoalan mengucapkan selamat natal, tetapi umat Islam membantu umat lain yang sedang merayakan hari besarnya. Begitu pula agama lain, memberikan bantuan kepada umat Islam yang merayakan hari besar yang kerap bisa 2 kali dalam setahun belum ditambah pengajian rutin.

Sejatinya, praktek di tengah masyarakat tidak pernah ada persoalan. Masyarakat yang beragam sudah terbiasa mengucapkan dan saling berpartisipasi untuk menyukseskan satu sama yang lain. Kadang pula dalam satu keluarga ada yang berbeda agama. Tidak ada persoalan sama sekali.

Yang menjadi persoalan adalah wilayah ruang virtual kita yang memang ingin seragam. Masyarakat di ruang maya ternyata belum dewasa melihat perbedaan. Dan yang penting viral hal yang lazim harus menjadi kontroversial. Apa yang dipersoalkan adalah sebenarnya lumrah dipraktekkan di tengah keluarga, antar tetangga dan antar teman yang biasa dilakukan. Dan lazimnya pergaulan, mereka tidak pernah tertukar imannya dengan urusan mengucapkan atau tidak mengucapkan Selamat Hari Natal.

Karena secara pribadi saya merasa tidak akan tertukar iman atau tergadai keyakinan saya, dengan mengikuti ijtihad para ulama yang membolehkan mengucapkan selamat Hari Natal, tentu itu tidak menjadi persoalan. Namun, sekali lagi saya tidak akan mempersoalkan mereka yang mengharamkan karena itu bagian dari mereka mengikuti ijtihad para ulama yang lain.

Tentu kembali pada persoalan Surat Edaran Kanwil Kemenag Sulawesi Selatan, Saya sepenuhnya adalah bagian orang yang sangat rindu negara hadir untuk semua golongan. Termasuk Kemenag harus hadir menjadi representasi negara bagi semua agama.

Semoga Indonesia tetap damai dan Selamat Hari Natal bagi umat Kristiani yang akan memperingatinya.

ISKAM KAFFAH