Penjaga Ka’bah pada Masa Kerajaan Saudi

Hingga hari ini, kunci Ka’bah masih dipegang keturunan Bani Syaibah. Mereka bertugas membuka dan mengunci pintu Ka’bah, mengawasi pembangunan, merawat, serta membersihkan Ka’bah.

Sejak Kerajaan Arab Saudi memerintah negeri ini, kunci Ka’bah berada di tangan Syekh Mohammed bin Zine al-Abidine bin Abdul Maati al- Shaybi. Dia menjadi penjaga Ka’bah selama 43 tahun dan wafat pada 1253 Hijriyah. Kemudian, kunci Ka’bah diserahkan kepada anak laki-lakinya, Abdul Kader. Setelahnya, kunci tersebut secara berurutan diserahkan kepada saudaranya, Salomo, Ahmed, dan Abdullah.

Al-Hashemi mengatakan, pemegang kunci Ka’bah yang menyaksikan Kerajaan Saudi bersatu adalah Syekh Abdul Qadir bin Ali bin Mohammed bin Zine al-Abidine al- Shaybi. Dia wafat pada 1351 Hijriyah. Selanjutnya, hak untuk menjaga Ka’bah diserahkan kepada Mohammed bin Mohammed Saleh al- Shaybi. Menjelang wafat, dia mewariskannya kepada Syekh Abdullah bin Abdul Qadir al-Shaybi yang kemudian diteruskan kepada anak-anaknya, Amin, Taha, dan Assem. Sepupu mereka, Talha bin Hasan al-Shaybi menjadi penjaga Ka’bah berikutnya.

Syekh Abdul Aziz bin Abdullah bin Qadir al-Shaybi menjadi pewaris berikutnya. Ia wafat pada 1431 Hijriyah. Kemudian, kunci Ka’bah dipegang oleh Syekh Abdul Qadir bin Taha bin Abdul Allah al-Shaybi. Dia menjaga Ka’bah selama empat tahun.

Al-Hashemi mengatakan, juru kunci Ka’bah antara lain bertugas membuka dan menutup Ka’bah. Ketika ada tamu negara yang ingin mengunjungi Ka’bah dan masuk ke dalamnya, sang juru kunci biasanya akan berkoordinasi dengan pihak Kementerian Dalam Negeri dan Pasukan Keamanan.

Ka’bah dibersihkan setiap tanggal 15 Muharam setiap tahun. Setelah kerajaan mengeluarkan surat perintah pembersihan Ka’bah, Emir Kota Makkah akan segera berkoordinasi dengan pengurus Ka’bah terkait prosedur pembersihan tersebut. Setelah dibersihkan, kepala juru kunci menerima kain penutup Ka’bah (kiswah) yang baru pada hari pertama Dzulhijah dan dipasang pada hari Arafah (9 Dzulhijah) dalam sebuah acara khusus.

 

IHRAM

Bani Syaibah Pemegang Kunci Ka’bah

Dalam kurun waktu berikutnya, tugas untuk memegang kunci Ka’bah sempat direbut paksa oleh Bani Jarhma dan Bani Khuzaah. Namun, sejarah mencatat, tugas menjaga Ka’bah akhirnya kembali kepada yang berhak, yakni Qusai bin Kilab bin Murrah. Ia adalah kakek buyut Rasulullah SAW yang juga keturunan Nabi Ismail.

Selanjutnya segala hal yang berkaitan dengan Ka’bah dipercayakan kepada Qusai bin Kilab. Qusai memiliki tiga anak laki-laki, yakni Abd al Dar (kakek buyut dari Shaiba bin Hashim atau dikenal Abd al-Muthalib), Abd al-Manaf (kakek buyut Nabi Muhammad SAW), dan Abd al-Uzza.

Abd al-Manaf sangat dihormati di antara bani-bani lainnya. Dia dihormati karena kebijaksanaan dan ketegasannya. Hal itulah yang mendorong Qusai memercayakan pengurusan Ka’bah kepada Abd al-Manaf. Namun, sesaat sebelum wafat, Qusai memberikan hak menjaga dan mengamankan Ka’bah kepada Abd al-Dar. Hal itu dilakukan sebagai ben tuk penghormatan kepada anak tertua.

Sejak diwariskan kepada Abd al- Dar, tugas menjaga dan mengurus Ka’bah secara turun-temurun jatuh kepada anak pertama hingga pada zaman Rasulullah SAW tugas itu berada di tangan Utsman bin Talha. Menurut al-Hashemi, pada peristiwa Fathu Makkah yakni hari ketika umat Islam menang dan Kota Makkah dibebaskan, Rasulullah memasuki kota suci itu pada tahun kedelapan Hijriyah. Namun, ketika Rasulullah hendak masuk ke dalam Ka’bah ternyata Ka’bah terkunci.

Orang-orang pun bertanya siapa yang memegang kunci Ka’bah. Rupanya, saat itu kunci Ka’bah dipegang oleh Utsman bin Talha. Mereka sempat menuduh Utsman tidak beriman karena saat Rasulullah datang, Ka’bah justru dikunci.

Rasulullah kemudian meminta Ali bin Abi Thalib untuk mengambil kunci Ka’bah dari Utsman. Ali pun pergi menemui Utsman dan meminta kunci itu. Namun, di luar dugaan, Utsman menolak memberikan kunci Ka’bah kepadanya. Ali pun merebut secara paksa sehingga Rasulullah dapat memasuki Ka’bah. Di dalam Ka’bah, Rasulullah menunaikan shalat dua rakaat.

Saat itu, paman Rasulullah, Abbas bin Abdul Muthalib, meminta kunci Ka’bah untuk dijaga oleh keluarganya. Namun, kemudian malaikat Jibril turun dengan sebuah wahyu, sebagaimana yang tersurat dalam Alquran surah an-Nisa’ ayat 58, “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu.

Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” Segera setelah turun ayat itu, Rasulullah memerintahkan Ali untuk mengembalikan kunci kepada Utsman bin Talha dan meminta maaf. Ali kemudian pergi kepada Utsman dan mengembalikan kunci itu dan meminta maaf karena merebutnya secara paksa.

Utsman pun kaget dan nyaris tak percaya ketika Ali mengembalikan kunci tersebut karena perintah Rasulullah, bahkan hingga sebuah wahyu turun untuknya. Utsman pun mengatakan, seandainya dia tahu bahwa yang meminta kunci itu adalah Rasulullah, tentu dia tidak akan menolak memberikannya. Rasulullah pun lalu memberikan kunci tersebut kepada Utsman dan mengatakan, “Terimalah ini untuk selama-lamanya, tiada terputus.”

Sejak peristiwa itu, Utsman pun memeluk Islam. Beberapa saat menjelang wafat, dia mewariskan kunci Ka’bah itu kepada saudaranya, Syaibah. Begitulah seterusnya hingga saat ini, pemegang kunci Ka’bah diwa riskan secara turun-temurun kepada keturunan Syaibah

 

REPUBLIKA