Pemeliharaan Ka’bah dan Keutamaan Memuliakan Tamu

Sejak abad kelima, Qushay menguasai Makkah sehingga berhak menangani segala urusan Ka’bah. Pasca meninggalnya leluhur kaum Quraisy itu, wewenang tersebut diwariskan kepada putra sulungnya, Abdud Dar, kakak Abdul Manaf.

Setelah Abdul Manaf wafat, mulai terjadi pertentangan di antara para elite Quraisy. Untuk menghindari konflik, disepakatilah pembagian tugas. Keturunan Abdul Manaf menangani penyambutan jamaah haji, sedangkan keturunan Abdud Dar memegang panji politik.

Hasyim bin Abdul Manaf ditetapkan sebagai penanggung jawab logistik bagi para peziarah Ka’bah. Setelah Hasyim wafat, kedudukan itu diteruskan oleh saudaranya, Abdul Muthalib bin Hasyim–kakek Nabi Muhammad SAW.

Pada masa permulaan dakwah Islam, tugas mulia itu dilakukan putra-putra Abdul Muthalib, termasuk Abbas, paman Nabi SAW. Sesudah pembebasan Makkah (Fathu Makkah), semua keputusan tentang pemeliharaan Ka’bah ada di tangan Rasulullah SAW.

Sejak saat itu, tidak ada perubahan yang signifikan dalam tata cara menyambut para jamaah, kecuali bahwa semua berhala di sekitar Ka’bah dan pelbagai ritual syirik yang sebelumnya mewarnai ibadah haji dimusnahkan sama sekali.

Tentu saja, melayani para tamu Masjid al-Haram tidak hanya meningkatkan prestise, tetapi juga faktor materi. Setiap bulan Dzulhijah, pendapatan warga Makkah otomatis naik lantaran tingginya permintaan (demand) barang-barang kebutuhan.

Berbeda umpamanya dengan Madinah yang bertanah subur, Makkah sangat mengandalkan sektor perdagangan untuk menggerakkan ekonomi. Oleh karena itu, penduduk setempat mementingkan sikap terbuka dan ramah terhadap kafilah-kafilah dari luar, termasuk para jamaah haji.

Ada banyak hadis sahih yang mengajarkan keutamaan memuliakan tamu, tanpa memandang kaya atau miskin. Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah dia memuliakan tamunya.” (HR Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah).

Abu Syaikh meriwayatkan, beliau SAW telah memperingatkan kaum Muslimin, “Tamu datang dengan membawa rezekinya dan pergi dengan menghapus dosa-dosa kalian. Dan, Allah menghapus dari dosanya dan dosa-dosa kalian.”

Menurut riwayat Ibnu Abbas, Nabi SAW menjelaskan, Allah SWT memberikan pahala setara haji dan umrah kepada seorang mukmin yang menjamu tamunya setiap kali suap makanan yang diterima tamu.

Penjaga Ka’bah pada Masa Kerajaan Saudi

Hingga hari ini, kunci Ka’bah masih dipegang keturunan Bani Syaibah. Mereka bertugas membuka dan mengunci pintu Ka’bah, mengawasi pembangunan, merawat, serta membersihkan Ka’bah.

Sejak Kerajaan Arab Saudi memerintah negeri ini, kunci Ka’bah berada di tangan Syekh Mohammed bin Zine al-Abidine bin Abdul Maati al- Shaybi. Dia menjadi penjaga Ka’bah selama 43 tahun dan wafat pada 1253 Hijriyah. Kemudian, kunci Ka’bah diserahkan kepada anak laki-lakinya, Abdul Kader. Setelahnya, kunci tersebut secara berurutan diserahkan kepada saudaranya, Salomo, Ahmed, dan Abdullah.

Al-Hashemi mengatakan, pemegang kunci Ka’bah yang menyaksikan Kerajaan Saudi bersatu adalah Syekh Abdul Qadir bin Ali bin Mohammed bin Zine al-Abidine al- Shaybi. Dia wafat pada 1351 Hijriyah. Selanjutnya, hak untuk menjaga Ka’bah diserahkan kepada Mohammed bin Mohammed Saleh al- Shaybi. Menjelang wafat, dia mewariskannya kepada Syekh Abdullah bin Abdul Qadir al-Shaybi yang kemudian diteruskan kepada anak-anaknya, Amin, Taha, dan Assem. Sepupu mereka, Talha bin Hasan al-Shaybi menjadi penjaga Ka’bah berikutnya.

Syekh Abdul Aziz bin Abdullah bin Qadir al-Shaybi menjadi pewaris berikutnya. Ia wafat pada 1431 Hijriyah. Kemudian, kunci Ka’bah dipegang oleh Syekh Abdul Qadir bin Taha bin Abdul Allah al-Shaybi. Dia menjaga Ka’bah selama empat tahun.

Al-Hashemi mengatakan, juru kunci Ka’bah antara lain bertugas membuka dan menutup Ka’bah. Ketika ada tamu negara yang ingin mengunjungi Ka’bah dan masuk ke dalamnya, sang juru kunci biasanya akan berkoordinasi dengan pihak Kementerian Dalam Negeri dan Pasukan Keamanan.

Ka’bah dibersihkan setiap tanggal 15 Muharam setiap tahun. Setelah kerajaan mengeluarkan surat perintah pembersihan Ka’bah, Emir Kota Makkah akan segera berkoordinasi dengan pengurus Ka’bah terkait prosedur pembersihan tersebut. Setelah dibersihkan, kepala juru kunci menerima kain penutup Ka’bah (kiswah) yang baru pada hari pertama Dzulhijah dan dipasang pada hari Arafah (9 Dzulhijah) dalam sebuah acara khusus.

 

IHRAM

Nabi Ibrahim Pencetus Lembaga Penjaga Ka’bah

Ka’bah, kiblat umat Islam itu, memiliki pen jaga yang diwariskan secara turun-temurun. Adalah Bani Syaibah (anak keturunan Syaibah) yang mendapat tugas mulia itu.

Sebagai pemegang kunci Ka’bah, anggota keluarga Syaibah biasanya menyempatkan diri menemui jamaah saat acara pembersihan Ka’bah. Syekh Abdul Aziz asy-Syaibi, salah satu keturunan Bani Syaibah, memegang kunci Ka’bah selama 18 tahun. Tugas itu berakhir setelah ia wafat pada November 2010. Tugas itu kemudian dilanjutkan saudaranya, Syekh Abdul Qadir asy- Syaibi, yang wafat pada 23 Oktober 2014.

Sejarah mencatat, Nabi Muhammad SAW membuat lembaga penjaga Ka’bah sejak tahun kedelapan Hijriyah. Sesuai janji Rasulullah, kunci Ka’bah dan penjagaannya diwariskan kepada anak-anak keturunan Shaybah Bani Talha.

Terkait hal itu, Rasulullah pernah bersabda, “Ambillah, Oh Bani Talha, sampai pada hari kiamat, dan ini tidak akan diambil dari kalian kecuali seorang tiran yang tidak adil dan menindas.” Sabda Rasulullah tersebut menjadi penjelas mengapa keturunan Syaibah Bani Talha menjadi pewaris tugas mulia itu, bahkan hingga saat ini.

Mohi Eddin al-Hashemi, sejarawan Islam yang pernah meneliti sejarah Masjidil Haram dan Masjid Nabawi mengatakan, tradisi menjaga Ka’bah secara turun-temurun telah berlangsung selama berabad-abad sejak zaman Nabi Ibrahim AS.

Menurut dia, lembaga penjaga Ka’bah pertama kali dibentuk pada masa Nabi Ibrahim. “Ketika itu, Allah SWT memerintahkan Nabi Ibrahim dan putranya, Nabi Ismail untuk membuat fondasi Ka’bah. Sejak saat itulah tradisi menjaga Ka’bah secara turun-temurun dimulai,” kata al- Hashemi seperti dilansir laman alarabiya.net.

Seperti dikatakan al-Hashemi, tradisi penjagaan Ka’bah dimulai sejak Nabi Ibrahim, kemudian diwariskan kepada putranya, Nabi Ismail hingga wafat. Selanjutnya, tugas menjaga Ka’bah dipegang oleh putra Nabi Ismail.

 

REPUBLIKA