MENGELOLA masa muda agar memili karakter kuat dalam keagamaan, merupakan suatu perjuangan yang tidak mudah dan sederhana. Sebab pertentangan yang paling berat dan sulit serta menantang dalam fase kehidupan kita adalah menundukkan masa muda untuk tumbuh dalam beribadah kepada Allah (syaabun nasya-a fi ‘ibadatillah).
Dorongan kebaikan dan keburukan sama kuatnya. Semakin sering kita kalah dalam menghadapi godaan, seperti itulah akhir kehidupan kita. Semakin sering kita menang dalam pertarungan melawan musuh internal dan eksternal, akan seperti itulah akhir/ending kehidupan kita.
Itulah sebabnya Rasulullah menyebutkan di antara tujuh golongan yang memperolah naungan pada saat tiada naungan kecuali naungan dari-Nya pada hari kiamat adalah pemuda yang tumbuh dalam kerangka beribadah kepada Allah Subhanahu Wata’ala.
Pemuda yang ingin sukses adalah pemuda yang pandai memanfaatkan peluang masa mudanya untuk maju dan berubah.Ia menyadari bahwa peluang itu tidak akan berulang. Ia memanfaatkan masa muda sebelum datang masa lemahnya (tua), masa sehat sebelum sakitnya, masa lapang sebelum sempitnya, masa terang sebelum masa gelapnya.
Ada ungkapan dalam sastra Arab yang melukiskan sebuah penyesalan di masa beruban. “Aduhai alangkah indahnya jika masa muda kembali lagi hari ini, akau akan menceritkan kepahitan pada masa beruban.”
Mencermati dinamika kehidupan yang fluktuatif dan terus berubah, para pemuda Muslim dituntut memiliki modal kuat khususnya dari ajaran Islam, agar kelak di masa tua tak menyesal.
Setidaknya ada beberapa kemampuan yang perlu dimiliki para pemuda Muslim hari ini; mencakup daya pikir (ijtihad), daya kalbu (mujahadah), dan daya raga (jihad) dalam arti yang seluas-luasnya.Termasuk jihad peradaban (kehidupan) di mana memilih hidup dalam kemuliaan Islam dan meninggal dalam keadaan husnul khatimah.
Jagalah Allah
عَنْ أَبِي الْعَبَّاسِ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا قَالَ: كُنْتُ خَلْفَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْماً، فَقَالَ: يَا غُلاَمُ إِنِّي أُعَلِّمُكَ كَلِمَاتٍ: اْحْفَظِ اللهَ يَحْفَظْكَ، احْفَظِ اللهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ، إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللهَ وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللهِ، وَاعْلَمْ أَنَّ اْلأُمَّةَ لَوْ اجْتَمَعَتْ عَلَى أَنْ يَنْفَعُوْكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَنْفَعُوْكَ إِلاَّ بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ لَكَ، وَإِنِ اجْتَمَعُوا عَلَى أَنْ يَضُرُّوْكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَضُرُّوْكَ إِلاَّ بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللهُ عَلَيْكَ، رُفِعَتِ اْلأَقْلاَمُ وَجَفَّتِ الصُّحُفُ [رواه الترمذي وقال: حديث حسن صحيح وفي رواية غير الترمذي: احْفَظِ اللهَ تَجِدْهُ أَمَامَكَ، تَعَرَّفْ إِلَى اللهِ فِي الرَّخَاءِ يَعْرِفْكَ فِي الشِّدَّةِ، وَاعْلَمْ أَنَّ مَا أَخْطَأَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُصِيْبَكَ، وَمَا أَصَابَكَ لَمْ يَكُنْ لِيُخْطِئَكَ، وَاعْلَمْ أَنَّ النَّصْرَ مَعَ الصَّبْرِ، وَأَنَّ الْفَرَجَ مَعَ الْكَرْبِ وَأَنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْراً].
Dari Abu Al ‘Abbas, ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu anhu, ia berkata: Pada suatu hari saya pernah berada di belakang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Wahai anak muda, aku akan mengajarkan kepadamu beberapa kalimat: Jagalah Allah, niscaya Dia akan menjaga kamu. Jagalah Allah, niscaya kamu akan mendapati Dia di hadapanmu. Jika kamu minta, mintalah kepada Allah.Jika kamu minta tolong, mintalah tolong juga kepada Allah. Ketahuilah, sekiranya semua umat berkumpul untuk memberikan kepadamu sesuatu keuntungan, maka hal itu tidak akan kamu peroleh selain dari apa yang sudah Allah tetapkan untuk dirimu. Sekiranya mereka pun berkumpul untuk melakukan sesuatu yang membahayakan kamu, niscaya tidak akan membahayakan kamu kecuali apa yang telah Allah tetapkan untuk dirimu. Pena-pena telah diangkat dan lembaran-lembaran telah kering.” (HR. Tirmidzi). (dari Syarh Hadits Ke-19 Arbain an Nawawiyyah)
Makna ‘menjaga Allah’ dalam hadits di atas adalah menjaga hak-hak Allah, perintah-perintah, dan larangan-laranganNya.Karena Allah sendiri tidak butuh dengan penjagaan siapapun, bahkan Dialah yang Menjaga seluruh makhluk di alam semesta.
Hak Allah yang paling pertama harus dijaga oleh seorang hamba adalah tauhid.Tauhid adalah penentu utama seseorang untuk masuk surga atau neraka. Hal yang pertama dinilai adalah: apakah ia mensekutukan Allah (berbuat syirik) atau tidak, sesuai dengan hadits:
مَنْ لَقِيَ اللَّهَ لَا يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ لَقِيَهُ يُشْرِكُ بِهِ دَخَلَ النَّارَ
“Barangsiapa yang bertemu dengan Allah tidak mensekutukanNya dengan suatu apapun, maka ia masuk Jannah (surga). Barangsiapa yang bertemu denganNya mensekutukanNya dengan sesuatu, maka ia masuk anNaar (neraka).” (H.R Muslim).
Di antara hak-hak Allah yang paling agung yang wajib dijaga oleh seorang hamba adalah memurnikan segala bentuk ibadah hanya kepada-Nya.Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepada Mu’adz, “Wahai Mu’adz, tahukah engkau apa hak Allah atas hamba-Nya?”Mu’adz menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.”Kemudian Rasulullah bersabda, ‘Hak Allah atas hamba-Nya adalah beribadah hanya kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya.” (HR. Bukhari: 2856 dan Muslim: 48)…
Jagalah tauhid (keimanan) dari kemusyrikan (selingkuh dengan Allah SWT), niscaya Allah akan menjaga kita agar tidak terjerumus ke neraka.
مَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ وَمَأْوَاهُ النَّارُ
… Barangsiapa yang mensekutukan Allah, maka Allah haramkan baginya surga, dan tempat tinggalnya adalah neraka… (Q.S al-Maidah (5) :72)..
Setelah tauhid, penentu berikutnya adalah jagalah syariat (sholat). Jika baik sholatnya, maka akan baik seluruh amalannya.
Jagalah shalat, niscaya Allah akan menjaga kita
مَنْ حَافَظَ عَلَيْهَا كَانَتْ لَهُ نُورًا وَبُرْهَانًا وَنَجَاةً مِنَ النَّارِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ، وَمَنْ لَمْ يُحَافِظْ عَلَيْهَا لَمْ يكُنْ لَهُ نُورٌ ، وَلاَ بُرْهَان ، وَلاَ نَجَاة وَكَانَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَعَ قَارُونَ ، وَفِرْعَونَ ، وَهَامَانَ ، وَأُبَيِّ بْنِ خَلَفٍ
“Barangsiapa yang menjaganya (sholat) maka ia akan memiliki cahaya, penjelas, dan keselamatan dari anNaar pada hari kiamat. Barangsiapa yang tidak menjaganya, ia tidak akan memiliki cahaya, penjelas, dan keselamatan dan pada hari kiamat akan dikumpulkan bersama Qarun, Firaun, Haaman, dan Ubay bin Kholaf.” (H.R Ahmad)
Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjaga kita di dunia dan di akhirat
Jaga larangan-larangan Allah jangan dilanggar, dan jaga perintah-perintahNya jangan ditinggalkan. Demikian juga termasuk dalam upaya menjaga Allah adalah menjaga lisan dari segala bentuk kedustaan, perkataan kotor, adu domba, menggunjing, dan menjaga kemaluan serta menundukkan pandangan.
Rasulullah shallallahu ‘alihi wasallam bersabda;
“Jika kalian bisa menjamin enam hal, maka aku akan jamin kalian masuk surga: [1] Jujurlah dalam berucap; [2] tepatilah janjimu; [3] tunaikanlah amanatmu; [4] jaga kemaluanmu; [5] tundukkan pandanganmu; [6] dan jaga perbuatanmu.” (HR. Al Hakim:8066 dan Ibnu Hibban: 107)
Doa Meminta Penjagaan dari Allah pada Seluruh Sisi
Disunnahkan untuk membaca doa pagi petang yang tidak pernah ditinggalkan oleh Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam guna memohon penjagaan dari Allah pada seluruh penjuru:
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْعَافِيَةَ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِي دِينِي وَدُنْيَايَ وَأَهْلِي وَمَالِي اللَّهُمَّ اسْتُرْ عَوْرَاتِي وَآمِنْ رَوْعَاتِي اللَّهُمَّ احْفَظْنِي مِنْ بَيْنِ يَدَيَّ وَمِنْ خَلْفِي وَعَنْ يَمِينِي وَعَنْ شِمَالِي وَمِنْ فَوْقِي وَأَعُوذُ بِعَظَمَتِكَ أَنْ أُغْتَالَ مِنْ تَحْتِي
“Ya Allah sesungguhnya aku meminta kepadaMu ‘afiat (keselamatan dari segala keburukan) di dunia dan di akhirat.Ya Allah sesungguhnya aku meminta kepadaMu pemaafan dan ‘afiat pada agamaku dan kehidupan duniaku, keluarga, dan hartaku.Ya Allah tutuplah aurat-auratku, berikan rasa aman padaku. Ya Allah jagalah aku dari arah depan, belakang, kanan, kiri, dari atas, dan aku berlindung pada keagunganMu agar aku tidak tersambar dari bagian bawahku.” (H.R Abu Dawud)
Beberapa Contoh Penjagaan Allah dalam Kehidupan Dunia
Barangsiapa yang menjaga Allah, menjauhi kemaksiatan-kemaksiatan di masa muda, Allah akan menjaga badannya di masa tua. Abu Thoyyib at Thobary yang berusia melewati 100 tahun masih memiliki kekuatan yang luar biasa. Pernah suatu ketika ia melompat dari perahu ke tepi daratan, sehingga orang-orang di sekelilingnya mengkhawatirkan keadaanya yang sudah tua. Tapi beliau mengatakan :Tubuhku ini aku jaga dari kemaksiatan sejak muda, sehingga Allah menjaganya ketika aku sudah tua. (Dalam Jaami’ul Uluum wal Hikaam (1/186)).
Para ulama dikenal kuat menjaga hafalan, pemahaman, dan kefaqihannya di usia yang sudah sangat tua, terhindar dari kepikunan, di saat orang-orang lain seusianya sudah banyak yang lupa bahkan tidak mengenal lagi anak-anak dan orang terdekatnya.
Suwaid bin Ghoflah –salah seorang tabi’i yang pernah mengambil ilmu dari Abu Bakr, Umar, Utsman, dan Ali- masih kuat hafalannya dan menjadi imam pada sholat tarawih di bulan Romadhan pada saat usianya sudah 120 tahun (Riwayat Abu Nuaim dalam Hilyatul Awliyaa’(4/175).
Harta kedua anak yatim dijaga Allah melalui perbuatan Nabi Khidhr yang menegakkan dinding rumahnya yang miring, sedangkan di bawah dinding tersebut terdapat simpanan harta mereka (Qur’an surat al-Kahfi ayat 82). Nabi Khidhir menyatakan bahwa ayah kedua anak yatim itu adalah orang yang sholeh. Para ulama menjelaskan bahwa inilah bukti bahwa keshalehan dan ketakwaan dari seseorang menjadi sebab Allah akan menjaga dirinya dan keturunannya.
Tentang kasus pagar halaman sebuah rumah itu adalah milik dua anak laki-laki yatim di negeri itu.Di bawah pagar rumah itu ada harta simpanan berharga milik kedua nak itu. Dahulu ibu bapaknya adalah orang-orang shalih. Tuhanmu ingin agar kedua anak itu mencapai umur dewasa, dan keduanya dapat mengeluarkan harta simpanan berharga itu sebagai rahmat dari Tuhanmu.Aku melakukan semua itu bukan karena kemauanku sendiri (QS. Al Kahfi (18) : 82).*/bersambung “Jika Engkau Meminta, Mintalah Kepada Allah”
Oleh : Sholih Hasyim, Penulis kolumnis hidayatullah.com, tinggal di Kudus, Jawa Tengah