5 Virus Perusak Hati

HATI adalah alat pengontrol. Jika dia baik, maka perbuatannya baik. Jika ia rusak, maka rusak juga perbuatannya.

Maka menjaga hati dari kerusakan harus selalu dilakukan.  Imam Ibn al-Qayyim rahimahullah menyebutkan bahwa ada lima hal, yang menjadi penyebab rusaknya hati.

Pergaulan di Luar Batas

Bergaul itu perlu, tapi tidak asal bergaul dengan banyak teman, apalagi tidak jelas. Pergaulan yang salah juga hanya akan menimbulkan masalah.

Teman yang buruk cepat atau lambat akan menggelapkan hati, melemahkan dan menghilangkan hati nurani, akan membuat yang bersangkutan larut dalam pemenuhan berbagai keinginan negatif.

Kita sering melihat orang-orang yang hidupnya hancur karena pergaulan di luar batas. Biasanya output semacam ini, karena tujuan pergaulanya adalah untuk dunia saja. Dan memang, kehancuran manusia lebih disebabkan oleh sesama manusia. Karena itu, di akhirat banyak yang akan menyesal memilih teman yang salah selama di dunia. Allah SWT berfirman:

وَيَوۡمَ يَعَضُّ الظَّالِمُ عَلٰى يَدَيۡهِ يَقُوۡلُ يٰلَيۡتَنِى اتَّخَذۡتُ مَعَ الرَّسُوۡلِ سَبِيۡلًا‏ ﴿25:27﴾ يٰوَيۡلَتٰى لَيۡتَنِىۡ لَمۡ اَتَّخِذۡ فُلَانًا خَلِيۡلًا‏ ﴿25:28﴾ لَقَدۡ اَضَلَّنِىۡ عَنِ الذِّكۡرِ بَعۡدَ اِذۡ جَآءَنِىۡ​ ؕ وَكَانَ الشَّيۡطٰنُ لِلۡاِنۡسَانِ خَذُوۡلً

“Dan (ingatlah) hari (ketika) orang yang zalim menggigit kedua tangannya sambil berkata, ‘Aduh (dulu) jika aku mengambil jalan dengan Rasul. Celakalah aku, jika aku (sebelumnya) tidak membuat fulan dia adalah sahabat karibnya. Sesungguhnya dia menyesatkanku dari Al-Qur’an ketika sampai kepadaku.” (QS Al-Furqan: 27-29).

اَلْاَخِلَّاۤءُ يَوْمَىِٕذٍۢ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ اِلَّا الْمُتَّقِيْنَ ۗ ࣖ

“Teman-teman dekat pada hari itu sebagian akan menjadi musuh bagi yang lain, kecuali orang-orang yang bertakwa.” (QS: Az-Zukhruf: 67).

Ini adalah pertemanan yang didasarkan pada tujuan duniawi. Mereka saling mencintai dan saling membantu jika ada hasil duniawi yang diinginkan. Jika arti pentingnya telah hilang, maka persahabatan akan melahirkan duka dan penyesalan, cinta berubah menjadi saling membenci dan memaki.

Oleh karena itu, dalam bergaul, berteman dan berkumpul harus dilandasi dengan kebaikan. Tingkatan persahabatan karena Allah,  lebih tinggi dan lebih mulia kedudukanya di mata Allah.

Banyak Angan-angan Kosong

Angan-angan kosong seperti lautan tak berujung. Ini adalah lautan tempat para pecundang berlayar. Bahkan konon, angan-angan adalah modal para pecundang. Gelombang angan-angan terus menggoyahkannya, delusi kebohongan selalu mempermainkannya seperti anjing bermain dengan bangkai.

Sementara orang yang memiliki cita-cita yang tinggi dan luhur, maka cita-citanya adalah seputar ilmu, keimanan dan amal shaleh yang mendekatkan diri kepada Allah SWT. Ini adalah idealisme yang patut dipuji. Adapun angan-angan kosong, itu hanyalah tipuan. Nabi ﷺ memuji orang-orang yang mendambakan kebaikan.

Allah berfirman

يَعِدُهُمۡ وَيُمَنِّيۡهِمۡ‌ ؕ وَمَا يَعِدُهُمُ الشَّيۡـطٰنُ اِلَّا غُرُوۡرًا‏

Ya’iduhum wa yuman niihim wa maa ya’iduhumush Shaitaanu illaa ghuruuraa

“(Setan itu) memberikan janji-janji kepada mereka dan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka, padahal setan itu hanya menjanjikan tipuan belaka kepada mereka.” (QS: An Nisa’ : 120)

Mengandalkan Selain Kepada Allah SWT

Ini adalah faktor terbesar kerusakan hati. Tidak ada yang lebih berbahaya daripada percaya dan mengandalkan selain kepada Allah. Jika seseorang bertawakal selain Allah SWT maka Allah akan menyerahkan urusan orang itu kepada sesuatu yang menjadi sandarannya.

Allah akan mempermalukannya dan membuat perbuatannya sia-sia. Dia tidak akan mendapatkan apa-apa dari Tuhan, atau dari makhluk yang dia andalkan. Allah SWT berfirman:

وَاتَّخَذُوۡا مِنۡ دُوۡنِ اللّٰهِ اٰلِهَةً لِّيَكُوۡنُوۡا لَهُمۡ عِزًّا

كَلَّا‌ ؕ سَيَكۡفُرُوۡنَ بِعِبَادَتِهِمۡ وَيَكُوۡنُوۡنَ عَلَيۡهِمۡ ضِدًّا

“Dan mereka telah mengambil tuhan-tuhan selain Allah, agar tuhan-tuhan itu menjadi pelindung bagi mereka. Sama sekali tidak! Kelak mereka (sesembahan) itu akan mengingkari penyembahan mereka terhadapnya, dan akan menjadi musuh bagi mereka.” (QS: Maryam: 81-82)

وَاتَّخَذُوا مِنْ دُونِ اللَّهِ آلِهَةً لَعَلَّهُمْ يُنْصَرُونَ () لَا يَسْتَطِيعُونَ نَصْرَهُمْ وَهُمْ لَهُمْ جُنْدٌ مُحْضَرُونَ

“Mereka mengambil tuhan-tuhan selain Allah agar mereka mendapat pertolongan. Para berhala tidak dapat membantu mereka, meskipun berhala-berhala itu adalah tentara yang disiapkan untuk menjaga mereka.” (QS: Yaa Sin: 74-75)

Maka orang yang paling hina adalah orang yang bergantung kepada selain Allah. Ini seperti orang yang berlindung dari panas dan hujan di bawah jaring laba-laba. Dan rumah laba-laba adalah rumah terlemah dan paling rapuh.

Apalagi pada umumnya asal dan dasar syirik dibangun atas ketergantungan kepada selain Allah. Orang-orang yang melakukannya tercela dan hina.

لَّا تَجْعَلْ مَعَ ٱللَّهِ إِلَٰهًا ءَاخَرَ فَتَقْعُدَ مَذْمُومًا مَّخْذُولًا

Allah berfirman, artinya: “Janganlah kamu menjadikan Tuhan selain Allah, agar kamu tidak menjadi tercela dan tidak ditinggalkan (Allah).” (QS: Al-Isra’: 22)

Makanan

Ada dua jenis makanan yang merusak.  Pertama, bersifat merusak karena substansinya, dan terbagi menjadi dua macam. Yang diharamkan karena hak Allah, seperti bangkai, darah, anjing, binatang buas bergigi, dan burung bercakar tajam.  Kedua, makanan yang diharamkan karena hak-hak budak.

Sesungguhmua syetan amat senang dengan  orang yang malas untuk melakukan ketaatan pada Allah. Mereka adalah orang yang sibuk terus-menerus dengan urusan perut untuk memuaskan nafsunya. Jika dia kenyang, maka dia merasa berat dan dengan mudah mengikuti perintah iblis.

Setan memasuki tubuh manusia melalui aliran darah manusia. Puasa mempersempit aliran darah dan menyumbat jalan setan. Sedangkan rasa kenyang membuat aliran darah menjadi lebih lancar dan membuat setan betah berlama-lama.

Barang siapa yang makan dan minumnya banyak, pasti akan banyak tidur dan banyak kehilangan. Dalam sebuah hadits terkenal disebutkan:

ما ملأ آدميٌّ وعاءً شرًّا من بطن، بحسب ابن آدم أكلات يُقمن صلبَه، فإن كان لا محالة، فثُلثٌ لطعامه، وثلثٌ لشرابه، وثلثٌ لنفَسِه

“Tidaklah anak Adam memenuhi wadah yang lebih buruk yaitu perut. Cukuplah bagi anak Adam memakan beberapa suapan untuk menegakkan punggungnya. Namun jika ia harus (melebihinya), hendaknya sepertiga perutnya (diisi) untuk makanan, sepertiga untuk minuman, dan sepertiga lagi untuk bernafas.” (HR: At-Tirmidzi, Ahmad dan Hakim)

Kebanyakan tidur

Banyak tidur bisa membunuh jantung, melelahkan tubuh, menyita waktu dan membuat Anda pelupa dan malas. Di antara tidur itu ada yang sangat dibenci, yang berbahaya, dan yang sama sekali tidak bermanfaat. Sedangkan tidur yang paling bermanfaat adalah tidur pada saat paling dibutuhkan.

Segera tidur di malam hari lebih baik daripada tidur larut malam. Tidur siang (tidur siang) lebih baik daripada tidur di pagi atau sore hari. Bahkan tidur pada sore dan pagi hari lebih banyak madharatnya daripada manfaatnya.

Di antara tidur yang dibenci adalah tidur antara shalat Subuh dan terbitnya matahari. Karena ini adalah waktu yang sangat strategis, banyak diterimanya doa.

Meski para ahli ibadah telah melewatkan sepanjang malamnya untuk ibadah dan berdoa, mereka tidak mau tidur pada waktu tersebut hingga matahari terbit. Sebab waktu itu adalah awal dan pintu siang, saat Allah menurunkan rizki, saat diberikannya barakah. Karenanya, tidur pada waktu itu hendaknya hanya karena benar-benar terpaksa.

Secara medis,  waktu tidur yang paling tepat dan bermanfaat adalah pada paruh pertama malam, juga pada seperenam malam terakhir, atau sekitar delapan jam. Dan itulah tidur yang baik menurut dokter. Jika lebih atau kurang dari itu maka akan mempengaruhi kebiasaan baiknya. Termasuk tidur yang tidak berguna adalah tidur lebih awal di malam hari, setelah matahari terbenam. Dan itu termasuk tidur yang dibenci Nabi Muhammad ﷺ.* /Diadaptasi dari Mufsidaatul Qalbi Al-Khamsah, Min Kalami Ibni Qayyim Al-Jauziyyah

Hidayatullah

Inilah Penyakit-penyatik Hati yang Menjangkiti Para Pendebat

DI ANTARA kita sudah tidak merasa asing dengan istilah debat, sementara agama kita (Islam), senantiasa mengingatkan adanya penyakit-penyakit hati yang menjangkiti pada pendebat. Bagaimana para ulama melihat masalah ini?

عَنْ أَبِي أُمَامَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: مَا ضَلَّ قَوْمٌ بَعْدَ هُدًى كَانُوا عَلَيْهِ إِلاَّ أُوتُوا الجَدَلَ (رواه الترمذي (3253), 5/ 232, وقال: هذا حديث حسن صحيح

Artinya: Dari Abu Umamah ia berkata,”Rasulullah ﷺ bersabda,’Tidaklah tersesat suatu kaum setelah adanya petunjuk yang mana mereka di atasnya, kecuali ketika mereka disibukkan oleh perdebatan.” (Riwayat At Tirmidzi [3252], 5/232, dan ia berkata,”Hadits ini hasan shahih”).

Dari hadits di atas, nampaklah bahwasannya menyibukkan diri dalam perdebatan merupakan hal yang tercela. Dengan menyibukkan diri dalam perdebatan kebanyakan manusia lalai untuk mengamalkan ilmu.

Padahal tujuan ilmu untuk diamalkan, bukan untuk menunjukkan kehebatan dalam berdebat. Sedangkan Imam Al Auzai pernah berkata,”Jika Allah Ta’ala menghendaki keburukan kepada suatu kaum, maka Ia membuka kepada mereka pintu-pintu perdebatan dan mencegah mereka dari pangamalan.” (dalam Iqtdha`  Al Ilmi wa Al Amal, ha. 122).

Imam Al Ghazali menjelaskan bahwasannya perdebatan yang bertujuan untuk mengalahkan lawan debat dan membungkam mereka, juga dalam rangka pamer akan ilmu yang dimiliki, yang menyebabkan terjangkitnya beberapa penyakit hati, di antaranya:

Hasad

Pendebat, terkadang menang atau kalah. Terkadang ada yang memujinya, terkadang pujian diberikan untuk lawannya. Kondisi semacam ini bisa menimbulkan rasa hasad pada hatinya, menginginkan agar lawannya kehilangan nikmat, termasuk ilmu, kesempatan atau nikmat lainnya. (Ihya Ulumiddin, 1/169).

Takabbur dan Riya`

Mereka yang suka berdebat dengan tujun menonjolkan diri akan terjangkit penyakit takabbur. Dia akan berusaha merendahkan lawan debatnya, dan meninggikan dirinya sendiri di hadapan orang lain.

Kadang ia memberikan pernyataan bahwa lawannya bodoh, tidak paham atau memiliki sedikit ilmu. Di samping itu, penyakit riya` juga sering menjangkiti mereka, karena ingin menampakkan apa yang ia rasa sebagai kelebihan kepada manusia. (dalam Ihya Ulumiddin, 1/170).

Memuji Diri Sendiri

Pendebat sering kali menyanjung dirinya sendiri di saat berdebat. Kadang ia mengatakan, ”Saya menguasa ilmu ini…”, “Saya hafal hadits ini…” Hal itu dilakukan untuk mempromosikan apa yang ia sampaikan. (dalam Ihya Ulumiddin, 1/170).

Ghibah

Yang kadang tidak bisa dihindarkan dari pendebat yang didasari niat yang salah adalah menceritakan dan menyebarkan kelemahan dan kekurangan lawannya kepada pihak lain. Orang seperti itu terkadang menisbatkan lawan debatnya kepada kebodohan. Kedunguan serta minimnya pemahaman. (Ihya Ulumiddn, 1/172).

Tajassus (Mencari-cari Aib)

Mancari aurat manusia, sering kali dilakukan pendebat terhadap lawannya. Terkadang ia mencari informasi sampai ke negeri di mana lawannya tinggal, untuk mencari hal-hal buruk darinya, yang ia simpan pengetahuan itu untuk dijadikan bekal menjatuhkannya. (Ihya Ulumiddin, 1/173).

Nifaq

Yang dimaksud di sini adalah perbuatan dhahir pendebat yang bertentangan dengan apa yang ada di dalam hati. Pendebat biasanya basa-basi, memperlihatkan keramahan dan kegembiraan jika bertemu dengan lawannya, namun sejatinya dalam hatinya terbesit kebencian yang cukup besar. (dalam Ihya` Ulumiddin, 1/173, 174).

Bergembira dengan Kesalahan Orang Lain

Setiap orang yang berdebat untuk menonjolkan diri maka otomatis kesalahan yang menimpa lawan debatnya membuat orang itu senang. Padahal hakikat ilmu menumbuhkan kasih sayang. Imam Asy Syafi’i berkata,”Ilmu bagi orang-orang berakal dan orang-orang yang memiliki keutamaan adalah kasih sayang yang bersambung.” Sedangkan bagi mereka ilmu justru yang menyebabkan pemutusan persaudaraan. (dalam Ihya` Ulumiddin, 1/174).

Imam Asy Syafi’i juga berkata, “Ketika aku mendebat seseorang aku tidak menginginkan dia jatuh kepada kesalahan.” (Tawaliy At Ta’sis, hal. 65),

Di kesempatan lainnya, Imam Asy Syafi’i juga pernah berkata,“Aku berdebat tidak untuk menjatuhkan orang.” (Tahdzib Al Asma Wa Al Lughat, 1/66).

Sombong terhadap Kebenaran

Dan yang paling dimurkai dari perdebatan adalah, jika nampak olehnya kebenaran dari lisan lawan debatnya, maka ia berusaha untuk mengingkarinya dengan pengingkaran yang kuat. (Ihya Ulumiddin, 1/175)

Adalah Qadhi Ibnu Absin, di mana suatu saat ia berselisih dengan seorang ulama Al Faqih Muhammad bin Umar Bahraq. Perselisihan berlangsung lama hingga persoalan itu terkenal di kalangan masyarakat. Hingga akhirnya datanglah Qadhi Ibnu Absin kepada Al Faqih Bahraq dengan membawai kitab Raudhah Ath Thalibin karya Imam An Nawawi dan menunjukkan permasalahannya.

Setelah itu Al Faqih Bahraq akhirnya memilih meninggalkan pendapatnya dan mengikuti pendapat Qadhi Ibnu Absin kemudian beliau pun naik ke atas mimbar seraya menyampaikan,”Ketahuilah, bahwa sesungguhnya persoalan yang aku berselisih atasnya dengan Qadhi Ibnu Absin, aku mendapati kebenaran ada padanya.”

Al Allamah Abdul Qadir Al Aidrus menyatakan bahwa hal ini menunjukkan ketawadhuan Al Faqih Bahraq dan pengakuan beliau akan kebenaran, dan ini amatlah berat dilakukan kecuali bagi mereka yang memperoleh taufiq dari Allah. (Nur As Safir, hal. 79).*

HIDAYATULLAH

3 Penyakit Utama Hati yang Kerap Menyerang Muslim

Terdapat 3 penyakit hati yang rentan menyerang Muslim

Memiliki hati yang bersih merupakan kunci bagi seorang hamba meraih keselamatan di dunia dan akhirat. Sebab akan datang satu masa di mana harta, anak tidak berguna.

Yakni tidak mampu memberikan pertolongan kepada seorang hamba. kecuali orang tersebut menghadap kepada Allah dengan qalbul salim. Keterangan ini dapat ditemukan dalam Alquran surat Asy-Syu’ara ayat 88-89:    

يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ سَلِيمٍ “(yaitu) di hari harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna. Kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih.”

Menurut Habib Umar Ibrahim Assegaf yang dimaksud qolbun salim atau hati yang selamat pada penghujung ayat itu yakni salamatus sudur atau selamatnya badan  seorang hamba dari penyakit-penyakit hari yang pokok. 

Pertama yakni al-kibru atau kesombongan. Menurut Habib Umar, kesombongan merupakan penyakit hati yang pokok yang bisa menghapus nilai pahala segala bentuk amal soleh yang dilakukan seorang hamba. Habib Umar menjelaskan orang yang sombong sejatinya dalam hatinya telah merasa menjadi Tuhan. Sebagaimana hadits Nabi Muhammad SAW yang diriwayatkan Abdullah bin Mas’uad RA: 

  عن عبدالله بن مسعودٍ رضي الله عنه أَنَّ رَسُولَ الله صلى الله عليه وسلم قَالَ : …إن الله جميلٌ يحب الجمال، الكِبْرُ: بطَر الحق، وغمط الناس 

“Allah itu indah menyukai sikap berhias. Sombong itu menolak kebenaran dengan takabur dan merendahkan orang lain.” (HR Muslim 275). 

Menurut Habib Umar, kesombongan merupakan pokok penyakit hati yang tak nampak, namun akibat bahayanya kesombongan memunculkan penyakit hati lainnya yakni takabur sehingga merendahkan orang lain dan merasa diri paling besar. 

“Kesombongan itu tidak kelihatan ada dalam diri kita tapi kalau sudah kelihatan itu takabur. Orang yang sombong dia merasa mutakabir, besar. Tuhan tak akan memberikan pahala pada orang yang sombong,” kata Habib Umar saat mengisi kajian di Masjid Raya Bintaro Jaya beberapa hari lalu, sebagaimana dikutip dari dokumentasi Harian Republika.

Pokok penyakit hati yang kedua yakni riya. Habib Umar menjelaskan riya yakni seorang hamba yang berbuat amal soleh tetapi berharap mendapatkan pujian dari orang lain.

Penyakit ini sangat dahsyat dampaknya dalam merusak iman dan kehidupan seorang hamba. Sebab penyakit riya berujung pada tujuan untuk memperoleh apresiasi dari makhluk dan mengesampingkan Allah sebagai tujuan dari tiap amal soleh yang dilakukan. 

Alhasil, riya tergolong syirik kecil sebab menjadikan selain Allah tujuan. Menurut Habib Umar, orang yang riya dalam hidupnya akan senantiasa kelelahan karena terus mencari dunia agar dirinya bisa diagungkan orang lain. Dalam hadits Rasulullah SAW riwayat Mahmud bin Labid RA dijelaskan:

 عَنْ مَحْمُودِ بْنِ لَبِيدٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ أَخْوَفَ مَا أَخَافُ عَلَيْكُمْ الشِّرْكُ الْأَصْغَرُ قَالُوا وَمَا الشِّرْكُ الْأَصْغَرُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ الرِّيَاءُ يَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِذَا جُزِيَ النَّاسُ بِأَعْمَالِهِمْ اذْهَبُوا إِلَى الَّذِينَ كُنْتُمْ تُرَاءُونَ فِي الدُّنْيَا فَانْظُرُوا هَلْ تَجِدُونَ عِنْدَهُمْ جَزَاءً 

“Sesungguhnya yang paling kukhawatirkan akan menimpa kalian adalah syirik ashgor.  Para sahabat bertanya, apa itu syirik ashgor wahai Rasulullah? Beliau bersabda, Syirik ashgor adalah riya. Allah berkata pada mereka yang berbuat riya pada hari kiamat ketika manusia mendapat balasan atas amalan mereka. Pergilah kalian pada orang yang kalian tujukan perbuatan riya di dunia. Lalu lihatlah apakah kalian mendapatkan balasan dari mereka?” (HR Ahmad).

Pokok penyakit hati yang ketiga yakni al-hasad. Menurut Habib Umar hasad yakni penyakit yang bila ada pada seorang hamba maka hamba tersebut tak menyukai kebaikan yang diperoleh orang lain. Sehingga dari sifat hasad menimbulkan penyakit lainnya termasuk salah satunya yakni gibah bahkan fitnah.

Orang yang hasad, menurut Habib Umar akan dimulai dengan membanding-bandingkan dirinya dengan orang lain yang tidak disukainya karena memperoleh kebaikan atau kebahagiaan maupun penghargaan yang tidak diperoleh dirinya. Ia akan merasa hanya dirinya lebih pantas memperoleh segala bentuk kebaikan dibanding dengan saudaranya itu. Pada akhirnya, orang yang hasad akan melakukn gibah hingga fitnah untuk menjatuhkan saudaranya. 

“Yang lebih jahat lagi dari yang ditimbulkan hasad kalau dia kemudian memprotes takdir Allah yang memberikan kebaikan kepada orang lain. Ya Allah aku ini lebih hebat, kenapa dia yang dia yang diberikan lebih,” kata Habib Umar.

Akibat penyakit hati ini, menurut habib Umar segala pahala amal soleh bisa terhapus. Sebagaimana dalam keterangan sebuah hadits:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِيَّاكُمْ وَالْحَسَدَ فَإِنَّ الْحَسَدَ يَأْكُلُ الْحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ النَّارُ الْحَطَبَ أَوْ قَالَ الْعُشْبَ

“Hati-hatilah kalian dari hasad, karena sesungguhnya hasad itu memakan kebaikan sebagaimana api memakan kayu bakar atau semak belukar (rumput kering).” ( HR Abu Dawud dari Abu Hurairah). 

Karenanya Habib Umar pun mengajak jamaah untuk berhati-hati terhadap hasad. Sebab menurutnya hasad ibarat virus yang mematikan dan dapat menyerang siapa saja termasuk orang berilmu. Sebab itu, untuk menangkal hasad seorang hamba harus pandai bersyukur dan senang ketika melihat adanya kebaikan yang dilakukan atau didapat oleh orang lain. 

“Kalau kita berniat berbuat baik lalu didahului orang lain, ya sudah alhamdulillah. dengan niatnya pun kita sudah memperoleh pahala,” katanya.

KHAZANAH REPUBLIKA

Obat Penawar Empat Penyakit Hati

BOLEH jadi keempat penyakit di bawah ini tengah menghinggapi hati Anda. Mungkin karena itu pula Anda sukar untuk mengingat Allah, atau paling tidak, sukar khusyuk saat tengah mengingatNya.

Maka perhatikanlah penawar yang telah Allah berikan untuk kita semua.

1. Jika Anda terjerat hawa nafsu liar dan tidak bisa mengendalikannya, maka LIHATLAH bagaimana perhatian Anda terhadap SALAT. Karena nafsu liar timbul dari sikap menyepelekan salat.

Allah berfirman,

“Kemudian datanglah setelah mereka para pengganti yangg “MENGABAIKAN SALAT dan MEMPERTURUTKAN SYAHWAT, maka kelak mereka akan tersesat.” (QS. Maryam (19) : 59)

2. Jika hati Anda keras, berperangai buruk, dan Anda merasa jauh dari hidayah, maka PERHATIKANLAH bagaimana hubungan Anda dengan kedua orangtua, terutama ibu.

Karena perangai jelek muncul dari kedurhakaan terhadap orangtua.

Allah berfirman,

“Dan aku pun berbakti kepada ibuku, sehingga Allah TIDAK MENJADIKAN aku seorang yang sombong lagi celaka.” (QS. Maryam (19) : 32)

3. Jika kehidupan Anda terasa sempit, dan perasaan Anda selalu gusar, maka LIHATLAH bagaimana perlakuan Anda terhadap Alquran.

Karena kesempitan hidup berasal dari jauhnya Anda terhadap Alquran.

Allah berfirman,

“Dan barangsiapa BERPALING dari peringatan-KU (Alquran) niscaya baginya sungguh penghidupan yang sempit.” (QS. Thaha (20) : 124)

4. Jika Anda merasa ragu-ragu akan kebenaran dan dihinggapi rasa was-was, maka perhatikanlah DIRI ANDA, apakah Anda sudah melaksanakan nasihat yang selama ini telah Anda dengar atau tidak? Karena keraguan tumbuh dari penolakan akan nasihat.

Allah berfirman,

“Dan sesungguhnya jikalau mereka mau MELAKSANAKAN NASIHAT yang sampai kepada mereka, tentulah yang demikian itu lebih baik bagi mereka dan lebih menguatkan iman mereka.” (QS. An-Nisa (4) : 66). Mudah-mudahan kita termasuk orang-orang yang mau mengamalkan nasihat. [BBM Dakwah Al-Sofwa]

 

 

Doa agar Kita Terhindar dari Penyakit Hati

SETELAH sebelumnya kita membahas hati yang sehat menurut Alquran. Kali ini kita akan menyebutkan 12 tipe hati yang sakit. Apa saja hati yang sakit menurut Alquran?

1. Hati yang Berpenyakit. Yaitu hati yang tertimpa penyakit seperti keraguan, kemunafikan dan suka memuaskan syahwat dengan cara yang haram. “Sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya.” (QS.al-Ahzab:32)

2. Hati yang buta. Yaitu hati yang tidak dapat melihat dan menemukan kebenaran. “Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.” (QS.al-Hajj:46)

3. Hati yang alpa. Yaitu hati yang lalai dari Alquran. Karena terlalu disibukkan dengan hal-hal duniawi dan syahwat yang menyesatkan. “Hati mereka dalam keadaan lalai.” (QS.al-Anbiya:3)

4. Hati yang berdosa. Yaitu hati yang menutupi kesaksian atas sebuah kebenaran. “Dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan kesaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya.” (QS.al-Baqarah:283)

5. Hati yang sombong. Yaitu hati yang congkak dan enggan mengakui Ke-Esaan Allah. Ia semena-mena melakukan kedzaliman dan permusuhan. “Demikianlah Allah mengunci mati hati orang yang sombong dan sewenang-wenang.” (QS.Ghafir:35)

6. Hati yang kasar. Yaitu hati yang tidak memiliki kasih sayang dan belas kasihan. “Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.” (QS.Ali Imran:159)

7. Hati yang terkunci. Yaitu hati yang tidak mau mendengarkan hidayah dan enggan merenungkannya. “Dan Allah telah mengunci mati pendengaran dan hatinya.” (QS.al-Jatsiyah:23)

8. Hati yang keras. Yaitu hati yang tidak dapat diluluhkan oleh keimanan. Tak dapat terpengaruh oleh nasihat dan peringatan. Dan ia berpaling dari mengingat Allah. “Dan Kami jadikan hati mereka keras membatu.” (QS.al-Maidah:13)

9. Hati yang lalai. Yaitu hati yang menolak untuk mengingat Allah dan mendahulukan hawa nafsu dibanding ketaatan kepada-Nya. “Dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami.” (QS.al-Kahfi:38)

10. Hati yang tertutup. Yaitu hati yang tertutup rapat sehingga tidak dapat ditembus oleh ayat-ayat Allah dan sabda-sabda Nabi. Dan mereka berkata: “Hati kami tertutup”. (QS.al-Baqarah:88)

11. Hati yang jauh (dari kebenaran). Yaitu hati yang melenceng jauh dari cahaya kebenaran. “Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan.” (QS.Ali Imran:7)

12. Hati yang ragu. Yaitu hati yang selalu diombang-ambingkan oleh keraguan. “Sesungguhnya yang akan meminta izin kepadamu, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan hati mereka ragu-ragu, karena itu mereka selalu bimbang dalam keraguannya.” (QS.at-Taubah:45)

Inilah 12 tipe hati yang sakit menurut Alquran. Semoga hati kita terhindar dari 12 tipe ini. Karena itu perbanyaklah berdoa, “Duhai yang membolak-balikkan hati. Tetapkan hati kami diatas agama-Mu.” [Khazanahalquran]

 

INILAH MOZAIK

 

Baca juga:  Nilai Manusia Terletak pada Hatinya

Sudahkah Penyakit Hati Kita Berkurang?

KATA para bijak: “Semua orang ingin sukses, namun kebanyakan mereka membenci orang lain yang sukses.” Mereka yang masuk golongan ini adalah orang-orang yang berpenyakit iri hati dan dengki. Biasanya, orang semacam ini akan berusaha kuat menggagalkan banyak orang dan merusak kesuksesan orang yang sudah sukses dengan daya kekuatan usaha yang melampaui upaya dirinya sendiri untuk sukses.

Bagaimanakah akhir orang semacam ini? Biasanya sulit sukses, penuh keluhan, doyan gossip dan mati kaku. Hilangkan penyakit hati seperti ini. Penyakit inilah yang menjadi penyebab iblis terusir dari surga. Awal kehidupan yang nyaman di surga, lalu menjadi runyam dan tak nyaman untuk kemudian terjatuh dalam kubangan murka dan nestapa.

Orang yang hatinya tak berpenyakit akan mampu ikut berbahagia dengan kebahagiaan orang lain seakan bahagia itu juga bagian dari kehidupan dirinya. Bukankah Nabi yang mulia Muhammad SAW bersabda bahwa tanda iman yang benar adalah kemampuannya mencintai saudaranya sebagaimana mencintai dirinya sendiri? Kalau diri kita cinta untuk bahagia, maka sebagai orang beriman kita harus senang dengan bahagia orang lain.

Sharing of happiness atau berbagi kebahagiaan adalah tingkatan yang lebih tinggi. Bukan hanya ikut bahagia dengan kebahagiaan orang lain melainkan juga berbagi bahagia yang dimiliki dengan orang lain. Inilah yang dicontohkan oleh Rasulullah dan para sahabat yang berhati bening itu. Jangan mau hanya bahagia sendirian, upayakan ada banyak orang yang bahagia karena kehadiran kita. Semakin banyak yang kita bahagiakan, semakin tinggi kadar iman dan guna kita.

Hapuskan penyakit hati ini di bulan mulia ini. Gantikan dengan kemuliaan dan kebersihan hati. Salam, AIM. [*]

 

INILAH MOZAIK

Obat Penangkal Penyakit Hati

Saat manusia ditimpa cobaan, kebanyakan akan merasa marah dan merasa tidak adil kepada Tuhannya. Mereka bahkan akan merasa gelisah ketika menerima keadaan yang menimpa dirinya, seperti kemiskinan, kerugian, kehilangan barang, pangkat, kedudukan, kematian anggota keluarganya, dan lain-lain.

Namun, tidak demikian bagi orang yang mempunyai sifat ridha terhadap segala sesuatu yang memang telah ditakdirkan Allah SWT. Bahkan, mereka akan merasa gembira, sehingga dapat terhindar dari penyakit hati, seperti iri hati dan dengki terhadap orang lain, ataupun suuzan terhadap Allah SWT.

Kata ridha berasal dari bahasa Arab,radhiya yang artinya senang hati atau rela. Ridha, menurut syariah, adalah menerima dengan senang hati atas segala sesuatu yang diberikan Allah SWT, baik berupa hukum maupun ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan-Nya.

Berdasarkan kamus besar Bahasa Indonesia, ridha diartikan rela, suka, dan senang hati. Menurut bahasa, ridha adalah ketetapan hati untuk ma keputusan yang sudah ditetapkan. Ridha merupakan akhir dari semua keinginan dan harapan yang baik.

Sementara, dalam buku Ensiklopedi Islam dijelaskan bahwa ridha adalah menerima segala yang terjadi dengan senang hati karena segala yang terjadi itu merupakan kehendak Allah SWT. Dengan kata lain, ridha adalah tidak menentang hukum dan ketentuan Allah SWT.

Dalam sebuah hadis qudsi disebutkan, “Barang siapa yang tidak ridha dengan qada (ketetapan) dan qadar (takdir)-Ku hendaklah ia mencari Tuhan selain daripada Aku.” (HR At-Tabrani).

Sejatinya, terdapat pengertian ridha yang lebih tinggi dari pengertian tersebut, yaitu ridha dalam arti gembira menerima segala keputusan Allah SWT. Pengertian ini sesuai dengan apa yang dikatakan Zunnun al-Misri bahwa ridha adalah kegembiraan hati dalam menghadapi takdir Allah SWT.

Seorang sufi yang hidup pada abad pertengahan, Ruwaim, juga mengungkapkan pengertian yang sama. Ia mengatakan bahwa ridha adalah menghadapi ketentuan Allah SWT dengan rasa girang.

Seorang sufi wanita terkemuka, Rabi’atul Adawiyah, suatu waktu juga pernah ditanyai tentang kapan seorang hamba menjadi orang yang ridha, kemudian Rabi’ah menjawab, “Bila kegembiraannya di waktu ditimpa bencana sama dengan kegembirannya di kala mendapat kurnia.” (Ensiklopedi Islam Jilid IV, hlm 170).

Dalam tingkatan sufi, ridha pada peringkat pertama merupakan maqam bagi seorang sufi, sedangkan ridha pada peringkat kedua adalah hal yang merupakan karunia Allah SWT. Ridha mencerminkan puncak ketenangan jiwa seseorang.

Pendirian orang yang telah mencapai maqam ridha tidak akan terguncang oleh apa pun yang dihadapinya karena baginya segala yang terjadi di alam ini tidak lain adalah kekuasaan Allah SWT yang merupakan iradat (kehendak) Allah yang mutlak. Semua yang terjadi itu harus diterima oleh manusia dengan rasa tenang dan gembira karena itu adalah pilihan Allah SWT yang berarti pilihan yang terbaik.

Dalam sejumlah maqam yang dijalani seorang sufi, maqam ridha lebih tinggi daripada maqam sabar karena dalam pengertian sabar masih terkandung pengakuan adanya sesuatu yang menimbulkan penderitaan, sedangkan bagi orang yang telah berada pada maqam ridha, ia tidak lagi membedakan antara apa yang disebut nikmat. Semua itu diterimanya dengan rasa senang karena semuanya adalah ketentuan Allah SWT.

Tumbuhnya ridha di dalam hati didahului oleh tumbuhnya mahabah atau cinta. Kecintaan kepada Allah SWT menyebabkan hati ridha kepada-Nya. Imam Al-Ghazali membuat perumpamaan mengenai tumbuhnya ridha dari rasa cinta bahwa laksana seseorang yang sedang dimabuk asmara.

Suatu ketika orang yang dimabuk asmara itu sedang asyik memikirkan buah hatinya dan saat itu tidak akan tampak orang lain selain buah hati yang sangat dirindukannya tersebut. Meskipun seseorang memanggilnya, ia tidak akan mendengarnya karena hatinya telah terpaut sepenuhnya kepada kekasihnya itu.

Demikian pula dengan orang yang sedang asyik mencintai sang Maha Kekasih, Allah. Semua yang datang dari Allah niscaya akan menyenangkan hatinya dan kalbunya terasa lega dalam menghadapi ketentuan dari Allah.

Nabi Muhammad SAW bersabda, “Sesungguhnya, Allah yang Maha Mulia dan Maha Agung dengan hikmat dan keagungan-Nya telah menjadikan kesenangan dan kegembiraan pada ridha dan yakin. Ia pun menjadikan kesedihan dan kedukaan pada ragu dan kedongkolan.” (HR At-Tabrani).

Keridhaan seseorang terhadap ketentuan Allah bukan tidak berbalas karena Allah pasti akan membalasnya dengan ridha juga. Dalam Alquran dijelaskan, “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh mereka itu adalah sebaik-baik makhluk. Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah surga ‘adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya.” (QS al-Bayyinah [98]:7).

 

sumber: Republika Online