Pernikahan yang bahagia dan langgeng hingga akhir hayat tentu menjadi impian bagi banyak orang. Sayangnya beberapa kejadian umum yang dialami sepasang suami istri dapat berisiko meningkatkan perceraian.
Kepala psikolog sekaligus penasihat pernikahan dari New York, Elizabeth Ochoa, PhD mengemukakan setidaknya ada lima kejadian umum yang dapat meningkatkan risiko perceraian jika tidak dihadapi dengan bijaksana. Berikut ini ialah tujuh kejadian umum dalam hidup yang dapat meningkatkan risiko perceraian dan cara menghadapinya dengan bijak menurut Ochoa seperti dilansir ABC News.
Sakit
Ketika salah satu pasangan menderita penyakit kronis yang serius, tentu akan ada hal yang berubah di dalam ritme hubungan pasangan suami-istri tersebut. Sakit yang parah, lanjut Ochoa, akan membawa pasangan ke dalam kondisi sulit di mana mereka perlu menanggung banyak beban moril dan materiil. Kondisi ini juga akan memaksa salah satu pihak yang sehat untuk berperan lebih besar demi membantu pihak yang sakit.
Berdasarkan penelitian Iowa State Univesiry, ada 6 persen kasus perceraian yang terjadi akibat istri menderita penyakit kronis. Akan tetapi, angka perceraian tidak meningkat ketika yang sakit merupakan suami.
Ochoa menilai lebih sulit bagi laki-laki untuk turut menjalani peran sebagai ibu dalam rumah tangga ketika istri menderita sakit. Oleh karena itu, kasus perceraian lebih banyak terjadi ketika istri menderita sakit dibandingkan ketika suami menderita sakit.
Ochoa menilai risiko ini bisa dihindari jika salah satu pihak yang sehat terbiasa dengan membantu peran pasangannya. Dengan begitu, ketika pasangan mereka sakit, tidak akan sulit bagi pasangan yang sehat untuk melakukan dua peran dan membiasakan diri.
Perubahan Pekerjaan
Dalam penelitian Ohio State University pada 2011 lalu, diketahui bahwa pria tanpa pekerjaan cenderung akan meninggalkan istri mereka atau ditinggalkan istrinya. Kehilangan pekerjaan yang dialami salah satu pasangan dapat membuat pasangan suami istri merasa tertekan mengenai masalah keuangan, kesejahteraan dan tanggungjawab. Tekanan tersebut dapat berujung kepada rasa ketidakpuasan dalam berumahtangga.
Akan tetapi, Ochoa mengatakan bukan kehilangan pekerjaan yang menyebabkan terjadinya ketidakbahagiaan di antara pasangan suami istri. Ochoa mengatakan ketidakbahagiaan tersebut dapat berasal dari apa pun yang menyebabkan adanya perubahan dalam kondisi keuangan, jadwal, hingga cara suami istri menghabiskan waktu bersama.
Ochoa mengatakan, ketika perubahan tersebut membuat salah satu pasangan tidak lagi memprioritaskan pernikahan, maka konflik akan mulai terjadi. Ketika pasangan mulai memprioritaskan hal lain di atas pernikahan, Ochoa mengatakan pasangan lainnya akan merasa terisolasi dan marah.
Memiliki Anak
Memiliki anak merupakan sebuah kebahagiaan bagi pasangan suami istri. Akan tetapi, ada pula kasus perceraian yang terjadi akibat salah satu pihak tidak sepakat mengenai rencana memiliki anak. Selain itu, meski kedua pihak sama-sama menginginkan anak, ralita sulitnya merawat bayi dan membesarkan anak dapat menyebabkan perubahan yang kurang baik dalam hubungan suami dan istri. Dalam Journal of Family Psichology misalnya, sebanyak 67 persen apsangan merasakan kepuasan atas pernikahan mereka menurun dalam waktu tiga tahun pertama setelah kelahiran bayi mereka.
Untuk mengatasnya, Ochoa mengatakan dibutuhkan kesediaan dari suami dan istri untuk berkompromi dan berkomunikasi secara terbuka. Selain itu, sikap yang baik dari kedua belah pihak juga dapat membantu pasangan tersebut dalam mengatur peran mereka masing-masing dalam merawat dan membesarkan anak dengan seimbang.
Hidup Terpisah
Sebuah penelitian dari RAND Corporation terhadap keluarga militer menemukan bahwa risiko perceraian pada anggota militer dipengaruhi dengan lamanya mereka bertugas dan terpisah dari keluarga. Selain itu, prajurit yang sempat terjun dalam peperangan juga tidak hanya harus berhadapan dengan waktu perpisahan yang lama dengan keluarga tetapi juga tekanan traumatik pascapeperangan ketika mereka kembali dari medan pertempuran.
Ochoa mengatakan, pasangan yang memutuskan untuk hidup terpisah akibat beberapa alasan, seperti alasan pekerjaan atau urusan keluarga, tidak merasakan dampak yang serupa dengan penelitian tersebut. Akan tetapi, hidup terpisah tetap akan memberikan pengaruh terhadap kehidupan pernikahan suami dan istri.
Setiap orang, lanjut Ochoa, memiliki kadar kenyamanan terkait kedekatan dan jarak dengan pasangan yang berbeda-beda. Jika kedua belah pihak merasa nyaman hidup terpisah, maka tidak ada masalah yang timbul jika mereka tidak tinggal bersama. Akan tetapi, jika salah satu pihak merasa tidak nyaman akibat rasa takut diabaikan, isu kepercayaan hingga takut akan kesetiaan pasangannya, maka hidup terpisah akan mempengaruhi hubungan suami dan istri tersebut.
Trauma
Pasangan yang mengalami kejadian traumatis bersama-sama bisa jadi memiliki hubungan yang lebih dekat dibandingkan sebelumnya. Akan tetapi, terkadang seseorang justru merasa perlu untuk menjauh dari berbagai hal yang dapat mengingatkan mereka akan kejadian traumatis tersebut, termasuk dari orang yang bersama-sama mengalami kejadian traumatis tersebut. Pasalnya, kenangan buruk akan kejadian traumatis tersebut dapat muncul kembali karena kehadiran dari pasangan mereka yang saat itu sama-sama mengalami kejadian traumatis.
Hilang Rasa
Ochoa mengatakan pada 2013 lalu kasus perceraian pada orang yang sudah lanjut usia lebih banayk terjadi dibandingkan dengan kasus ditinggal mati oleh pasangan. Seiring berjalannya waktu, pasangan suami dan istri akan merasa telah kehilangan pertalian di antara keduanya. Ketiadaan kedekatan hubungan, baik secara fisik, emosional atau pun keduanya juga dapat menjadi penyebab dari hilangnya ‘koneksi’ di antara suami dan istri.
Ketidaksetiaan
Ochoa mengatakan perselingkuhan dapat menjadi momentum bagi suami istri untuk menyadari masalah dalam hubungan mereka. Akan tetapi di saat perselingkuhan tersebut telah sangat mempengaruhi secara emosinal dan berlangsung lama, maka perselingkuhan tersebut dapat menjadi pintu dari terjadinya perceraian.
Jalan Keluar
Ochoa mengatakan apa pun kejadian dalam hidup yang dialami pasangan suami dan istri, keterbukaan dan kejujuran di antara kedua belah pihak merupakan kunci untuk mengatasi masalah bersama. Jika kedua belah pihak merasa tidak dapat menyelesaikan masalah mereka sendiri, Ochoa mengatakan pasangan tersebut tidak perlu ragu meminta pertolongan dari pihak ketiga.
Menurut Ochoa, membiarkan masalah berlarut-larut akan membuat pasangan suami dan istri cenderung sulit untuk menyelesaikan masalah dan malah memiliki risiko perceraian lebih besar dan tak terhindarkan. Dengan mengatasi masalah dalam hubungan sejak dini, Ochoa menilai isu perceraian dapat terhindarkan.
REPUBLIKA