Dalam hadis yang diriwayatkan Imam Bukhari dan al-Baihaqi, Umar bin Khattab diceritakan pernah memberikan izin kepada istri-istri Nabi Muhammad SAW untuk menunaikan ibadah haji. Khalifah Umar lalu mengutus Utsman bin Affan dan Abdurrahman bin Auf untuk mengawal mereka.
“Utsman kemudian mengumumkan kepada orang-orang agar tak ada seorang pun yang mendekati mereka (istri-istri Nabi SAW), dan jangan memandangi mereka kecuali hanya sekilas. Mereka berada di dalam sekedup di atas unta. Selanjutnya, Utsman menurunkan mereka di atas lorong bukit. Lalu, Utsman bersama dengan Abdurrahman turun dari belakang unta. Dan, tak ada seorang pun yang naik ke atas bukit untuk menemui mereka,” demikian hadis tersebut.
Berdasarkan dalil itu, mazhab fikih Imam Maliki menetapkan, “Perempuan boleh pergi menunaikan ibadah haji dengan syarat disertai teman perempuan atau pendamping yang bisa dipercaya, apabila jarak antara Makkah dan tempat tinggalnya dalam jarak tempuh perjalanan sehari semalam.”
Pendapat senada juga diambil mazhab Imam Syafii, “Perempuan boleh keluar bersama beberapa kaumnya yang bisa dipercaya, apabila melakukan perjalanan jarak jauh.”
Pendapat berbeda disampaikan mazhab Hanafi dan Ahmad bin Hanbal (Imam Hambali). Keduanya menetapkan, perempuan tak boleh keluar untuk pergi menunaikan ibadah haji apabila tidak disertai suami atau mahramnya.
Terkait hadis di atas, keduanya berargumen bahwa baik Utsman maupun Abdurrahman bin Auf masih termasuk mahram bagi istri-istri Nabi SAW.