Fatwa Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah
Soal:
Pertanyaan dari seorang wanita yang ada di negeri kafir yang ia bekerja sebagai pegawai di salah satu kantor di negeri ini (Saudi). Dia telah memeluk Islam dan tidak ingin kembali ke suaminya yang kafir, dan ingin menikah dengan salah seorang dari kaum muslimin. Akan tetapi, peraturan mewajibkannya untuk kembali. Bagaimana pendapatmu Anda terhadap itu?
Jawab:
Saya sampaikan faedah kepada kalian bahwasanya saya berpandangan tidak bolehnya mengembalikan ia ke negerinya dan atau menyerahkannya ke suaminya yang kafir.
Hal ini dikarenakan Islam telah memisahkan antara keduanya. Wajib untuk berprasangka baik kepadanya dan orang-orang yang sepertinya yang masuk ke dalam agama Islam. Tidak boleh berprasangka buruk kepadanya, agar ia dan orang-orang yang lain termotivasi untuk beragama Islam. Juga untuk menguatkan keislaman mereka dan menolong mereka dalam kebaikan. Ini sebagai bentuk pengamalan firman Allah Ta’ala,
{وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى}
“Dan saling tolong menolonglah dalam kebaikan dan ketakwaan.” (QS. Al-Maidah: 2)
Juga sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
وَ اللهُ فِيْ عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِيْ عَوْنِ أَخِيْهِ
“Dan Allah selalu menolong hambanya selama hamba tersebut senantiasa menolong saudaranya.” (HR. Muslim)
Dan juga Nabi shallallahu‘alaihi wa sallam,
إِيَّاكُمْ وَ الظَّنَّ فَإِنَّ الظَّنَّ أَكْذَبُ الْحَدِيْث
“Waspadalah kalian dari berprasangka! Sesungguhnya prasangka adalah perkataan yang paling dusta.” (Muttafaqun alaih)
Disyariatkan untuk pemerintah -semoga Allah memberikannya taufik- agar berbuat baik kepada perempuan ini dan orang-orang sepertinya yang masuk Islam di negeri kita, juga agar mereka tetap pada pekerjaannya. Apabila dia (perempuan itu) berkehendak untuk menikah dengan seseorang yang disebutkannya tadi atau selainnya, maka tidak mengapa selagi itu sesuai aturan hukum.
Karena pemerintah adalah wali bagi orang yang tidak memiliki wali. Hakim adalah wakil dari pemerintah. Adapun wali-walinya si perempuan yang kafir ini, maka mereka tidak berhak memberi perwalian atasnya.
Karena Islam telah memisahkan antara dirinya dan mereka. Dan saya memohon pertolongan kepada Allah, untuknya dan orang-orang yang sepertinya. Semoga Allah membalas usaha kalian (orang-orang yang masuk Islam) dan melipatgandakan pahala kalian dan menjadikan kalian termasuk penolong-penolong al-haq. Sesungguhnya Allah Maha Pemurah lagi Maha Mulia.
Berkenaan dengan pernikahannya, setelah ia keluar dari masa ‘iddah terhadap suaminya yang kafir, setelah ia masuk Islam adalah dengan melahirkan apabila sebelumnya ia hamil. Atau tiga periode masa haid setelah keislamannya, jika ia tidak hamil. Dia menjadi saksi atas hal itu, karena ia paling mengetahui perihal dirinya. Semoga Allah memberikan taufik kepada semua yang ia ridhai.
ــــــــــــــــــــــــــــــــــــــــ
Sumber: Majmu’ Fatawa wa Rasa`il Asy-Syaikh ‘Abdil ‘Aziz bin Baz – Jilid kesembilan, http://iswy.co/e3o8n
Penerjemah: Muhammad Fadli
Baca selengkapnya https://muslimah.or.id/14172-perlu-adanya-perhatian-terhadap-para-mualaf.html